Mohon tunggu...
Ki Sugito Nuswantoro
Ki Sugito Nuswantoro Mohon Tunggu... Seniman - Happy itu Simple

i am, pengayuh sepeda

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Bedanya Berburu Angpau Lebaran Zaman Old dan Zaman Now

5 Juni 2019   01:24 Diperbarui: 5 Juni 2019   01:33 31
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Dahulu ketika masih kecil, saat saya masih berumur antara 3 sampai 5 tahun. Ketika itu didesaku masih belum ada listrik. Jaman Old Jamanya masih gelap gulita mas bro. Padahal Indonesia juga sudah merdeka dan entah waktu itu Pakde Harto sudah menyerahkan freeport untuk di kelola oleh asing apa belum. 

Belum adanya sosmed seperti sekarang sehingga berbagai isu penting pemerintah juga tidak akan sampai kabar beritanya kepada kita-kita sist and bro.

    Nah ketika jaman dulu jamannya saya masih kecil, saya masih ingat sekali waktu itu lebaran juga sama dengan jaman Now. Getaran akan segera datangnya ivent tersebut menjadi sebuah moment yang dinanti-nantikan. Cuma saya ingat waktu itu karena belum ada televisi dan radio di rumah saya. 

Maka waktu itu tidak ada yang namanya istilah mudik hehehe apalagi istilah bermacet-macet ria jaman itu belum ada gaes hahaha. Tapi kembali seperti yang saya katakan diatas, moment lebaran ( di desa kami menyebutnya dengan kata Bo'do) adalah hal yang semenjak memasuki awal bulan berpuasa membuat kita anak anak desa menghitung hari akan datangnya hari fitri tersebut.

    Nuangsa yang sangat mewarnai perayaan idul fitri adalah baju baru. Nah jaman Now dan jaman Old masih sama ya bro and sist.  Baju baru ibarat sebuah pelengkap kita dalam berkostum menyambut hari besar tersebut. Pasar Tambeng ( nama pasar di desa kami tinggal ). 

Menjadi pusat keramaian para pemburu baju baru dan keperluan ubo rampe lebaran. Maka tak khayal pasar yang hanya satu-satunya di desa kami sudah sangat ramai semenjak pukul 05.00 wib. Para penjual akan membludak sampai ke jalan-jalan yang setiap hari pasaran jalan tersebut tidak digunakan untuk berjualan dan sudah pasti pakaian menjadi dominan pemandangan yang ada di pasar tersebut.

    Karena jaman Old mungkin jamannya orang belum banyak memegang uang mungkin kali ye sist and bro. Sehingga banyak dari Ibu-ibu dan para Bapak pergi ke pasar bukanya membawa uang tapi malah terlihat membawa berbagai macam bawaan antara lain ayam, mentok, kelapa, nangka dan bapak-bapaknya terlihat menuntun kambing menuju ke pasar.  

Nah di pasar itulah ayam dan segala macam teman-temannya akan ketemu dengan pembeli ayam. Proses berikutnya uang hasil barter ayam tersebut akan berpindah tangan ke penjual baju dan penjual beras ketan atau penjual apapun yang pagi itu menjajakan bawaaya di pasar Tambeng. 

Itulah proses indah terjadinya pindah memindah dari satu tangan ke tangan lainya. Tak seindah free port yang pindah juga dari satu tangan ke tangan lainya wkwkwkw, nah kok jadi bahas si logam mulia mas bro hahaha....entahlah.

    Ramainya suasana yang terjadi di pasar menyebabkan sebuah bunyi yang jika bunyi tersebut didengarakan dari kejauhan maka akan terdengar sayup-sayup seperti suara ribuan lebah tapi dengan dominasi suara manusia. Dalam bahasa Jawa sering di istilahkan sebagai Gemrenseng. 

Jika mengacu pada kamu bahasa Indonesia maka Gemrenseng ini bisa di istilahkan sebagai gemuruh, berdengung. Itulah salah satu ciri khas deskripsi yang masih saya ingat ketika jaman old. Ya sebuah realtime pasar yang bergairah menyambut lebaran.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun