Mohon tunggu...
Kartika Kariono
Kartika Kariono Mohon Tunggu... Pengacara - Ibu Rumah Tangga

Mengalir mengikuti kata hati dan buah pikiran

Selanjutnya

Tutup

Kurma

Ramadan, Bolehkah Aku (masih) Merindukanmu?

12 Juni 2018   06:37 Diperbarui: 12 Juni 2018   09:10 656
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ah...ramadan, begitu mulia dirimu. Sebulan penuh kehadiranmu. Tak sembarangan dirimu dinanti.
Kedatanganmu diperhitungkan oleh ribuan ahli astronomi, ribuan kiyai hanya untuk memastikan kami tidak terlambat atau terlalu cepat menyambutmu.

Kehadiranmu membuat rasa syahdu dalam damai, permakluman luar biasa, teriakan parau anak-anak saat istirahat malam pun menjadi lantunan yang harus diterima sebagai penghiburan.

Hadirmu pun mengingatkan ketika rumah-rumah Tuhanku menjadi rumah bersama umat, mengingatkan ibadah itu pada 5 waktu. Tak tertinggal satu waktu pun teriakan mengangungkan namaNYA untuk segera menghadapNYA, jangan sampai terlambat.

Kami berbagi cerita, berbagi kisah, berbagi makanan, berbagi rezeki, dalam kebersamaan dalam persaudaraan bersama kerabat dan saudara di rumahNYA.

Bahkan kami berlomba-lomba membaca dengan lantang kalam-kalamNYA, yang terkadang selama 11 bulan kalam-kalam itu terdiam dalam sebuah cetakan yang terdiam pada rak paling atas.

Ramadan, kehangatan sapamu menghangatkan hati kami yang menjadi tanpa ragu bertegur sapa dengan saudara, yang terkadang keberadaannya saja kita lupa.

Ramadan, teguranmu begitu lembut mengingatkan bahwa semua rezeki yang mengalir adalah di tangan kami termasuk rezeki orang lain, dengan ringannya tangan kami mengulurkannya berada di atas,dimana biasanya dengan pongah kami tengadahkan kepada makhluk lain.

Ramadan, rengkuhanmu begitu kuat hingga membuat kami tak malu lagi untuk mandi di tengah malam, hanya untuk berkesempatan menyenandungkan 99 namaNYA dengan selipan menagih janjinya "Ud'uni Astajib Lakum".

Ramadan, di tengah kami akan merayakan sukacita berperang dalam perang terbesar yang kami hadapi, mengapa kamu malah pergi?.

Ketika kami menabuh bedug bertalu-talu meneriakan namaNYA dalam suka cita, kamu diam-diam pergi hanya karena bulanmu telah mati, menyelinap kembali terlelap untuk kembali di tahun depan.

Ah...Ramadan, maaf aku manusia pelupa. Aku lupa akan janjiku kapan waktuku kembali kepadaNYA. Jika memang belum masaku, bolehkah aku menemuimu kembali di masa-masa mendatang?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kurma Selengkapnya
Lihat Kurma Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun