Mas Fahri Hamzah dan Mas Fadli Zon, sering disebut sebagai dua politisi yang nyinyir kepada pemerintah. Tapi ada juga yang menyebut, bukan nyinyir, tapi dua beliau ini politisi kritis.
Wah, saya bingung. Padahal saya punya niat, ya andai ada dukungan, mau ngadain hajatan besar yang pasti dijamin ramai. Pemberian award bagi politisi Indonesia. Tadinya yang mampir dibenak, award itu akan saya namakan kritis award. Gagah bukan.
Award ini akan diberikan kepada politisi yang kritis. Politisi yang memang adiluhung. Politisi penyambung lidah rakyat. Politikus yang anti korupsi, suap dan tak suka memanfaatkan pengaruhnya untuk mempermudah siapa pun, termasuk putra - putrinya. Politisi yang punya potensi jadi guru bangsalah...
Nah Mas Fahri sudah saya masukan daftar. Pun, Mas Fadli telah juga dicatat. Karena saya orang yang demokratis, baik hati suka musyawarah mufakat, tak suka voting he he he, tentu perlu second opinion.
Maka saya coba obrolan itu dengan teman saya yang saya nilai maqam pengetahuannya itu sudah jauh di atas saya. Apalah saya ini..
Saya utarakan niat saya beri award. Lalu saya sodorkan nama-nama yang saya sudah catat dalam daftar nominasi. Kami berdua ngobrol di bangku panjang dekat warung Mang Yanto. Bangku kayu yang sudah goyang-goyang. Ditemani dua gelas kopi dan beberapa batang rokok.
Saya sodorkan daftar itu. Tiba-tiba teman saya menyemprotkan seruputan kopinya, padahal sudah mau masuk tenggorokan. " Puahhhhh."
" Enggak salah bro kau masukan Fahri dan Fadli Zon?" Katanya.
"Loh emang kenapa dua beliau ini orang hebat. Beliau orang kritis. Anti korupsi. Tak suka suap. Tak suka istimewakan putra-putrinya," kata saya dengan berapi-api.
"Kritis apa nyinyir?" Tiba-tiba kawan saya kembali ngomong.
Saya terdiam. Tak mau mendebat dia. Maklum maqam politiknya bukan lawan saya. Saya mah apa.