Pernahkah anda mendengar nama Pulau Gebe? Jika anda menelusur melalui Google, yang akan anda temukan adalah beberapa artikel dan ataupun gambar yang menceritakan panorama yang indah di sebuah pulau yang jauh dari keramaian kota tetapi lengkap dengan prasarana kehidupan modern. Selain ada lapangan terbang, disana juga terdapat lapangan golf dan kolam renang standar internasional. Belum lagi fasilitas standar seperti pelabuhan laut, pelabuhan perikanan, sarana air minum dan jaringan listrik. Pulau yang secara administrastif merupakan Kecamatan Kapaleo, Kabupaten Halmahera Tengah, Propinsi Maluku Utara ini memang berada sangat jauh dari hiruk-pikuk keramaian kota. Letak pulau yang luasnya 224 Km2 itu berada di batas Indoensia Tengah dan Indonesia Timur dengan jarak 40 mil dari ujung Timur Pulau Halmahera. Bagi masyarakat biasa, untuk menjangkau pulau tersebut memerlukan waktu lebih dari 1 hari perjalanan laut dengan kapal perintis yang hanya ada satu kali setiap minggu. Cerita keindahan pulau yang berada di ujung timur Kabupaten Halmahera Tengah dengan kelengkapan infrastrukturnya yang melebihi Kota Weda sebagai ibukota kabupaten Kabupaten Halmahera Tengah bahkan tersaji dalam dokumen Rencana Tata Ruang Wilayah kabupaten sebagai target pengembangan obyek wisata bertaraf internasional. Namun fakta di lapangan menunjukkan hal yang berbeda. Infrastruktur yang tersedia di pulau itu hanyalah warisan PT. Aneka Tambang, yang telah selesai melaksanakan ekspoitasi nikelnya selama lebih dari sepuluh tahun sampai dengan tahun 2007. Bangunan-bangunan kokoh dan mewah peninggalan PT. Antam juga sebagian sudah hilang daun pintu dan jendelanya diambil oleh masyarakat setempat. Penerbangan perintis yang masih berjalanpun hanyalah merupakan penerbangan PT. Antam yang sedang memulihkan kondisi lingkungan yang rusak akibat kegiatan penambangan terbuka tersebut. Memang, penerbangan Merpati yang paling banyak 2 kali seminggu dengan pesawat CN 235 ini masih bersedia melayani penumpang umum selama tempat masih ada. Fasilitas lainnya adalah kolam renang yang bocor dan rusak dengan bangunan-bangunan pendukung yang sudah membusuk, lapangan golf sudah jadi ladang penggembalaan sapi dan listrik tidak 24 jam akibat ditinggalkannya oleh PT. Antam. Utillitas yang masih terpasang baik hanyalah sarana air bersih, namun itupun tinggal menunggu rusak karena tanpa pemeliharaan intensif. Rupanya, masyarakat setempat belum mampu menanganinya dengan cara swakelola. Yang lebih patal adalah beberapa penduduk yang mempunyai keahlian yang sebelumnya bekerja di Aneka Tambang mulai berpindah, baik ke Weda maupun ke Ternate untuk menginvestasikan pesangon mereka sehingga tidak habis untuk nafkah sehari-hari. Penduduk produktif yang tersisa di wilayah itu hanyalah penduduk biasa dengan mata pencaharian petani. Selebihnya adalah pedagang, tukang ojek, pegawai pemeritah dan beberapa karyawan Antam yang mempunyai tugas melakukan pemulihan lingkungan tanpa disertai pemicu pertumbuhan ekonomi. Menurut camat setempat, setidaknya sekitar 1500 orang yang meninggalkan Pulau Gebe pasca operasi pertambangan tersebut. Padahal saat ini pulau tersebut hanya dihuni 6.000 jiwa. Saat ini, Pulau Gebe hampir merana. Meski belum terdengar isu ketidakstabilan ekosistem akibat adanya bekas pertambangan, namun kondisinya makin hari makin sepi. Ironisnya, berita hura-hura perkumpulan  generasi muda Pulau Gebe mudah sekali ditemukan di internet......