Mohon tunggu...
Maman Imanulhaq
Maman Imanulhaq Mohon Tunggu... Anggota DPR RI -

Ketua Lembaga Dakwah PBNU, Anggota DPR RI Periode 2014-2019, pengasuh Pondok Pesantren Al-Mizan Jatiwangi Majalengka, penulis buku "Fatwa dan Canda Gus Dur" dan Antologi Puisi "Kupilih Sepi".Email:kang_maman32@yahoo.com, Twitter; @kang_maman72. Ketik: Kyai Maman>kangmaman100’s chanel www.youtube.com

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Menanamkan Nilai-Nilai Agama,Mewujudkan Ketahanan Keluarga

15 Mei 2017   13:05 Diperbarui: 15 Mei 2017   13:11 6485
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Di era globalisasi seperti sekarang ini, penting sekali membentengi keluarga (khususnya anak-anak) dari berbagai dampak kemajuan teknologi informasi. Sebagaimana diketahui bahwa semakin menjamurnya produk teknologi serba canggih seperti smartphone saat ini semakin memudahkan penggunanya untuk mengakses berbagai informasi dan  berinteraksi secara bebas dalam dunia sosial media. Penanaman nilai-nilai agama (akhlak) dalam keluarga akan sangat berpengaruh pada bagaimana cara bersikap dan berperilaku dari anggota keluarga kita terhadap segala bentuk kemajuan teknologi. Selain soal internalisasi nilai-nilai akhlak, memberikan pemahaman kepada anggota keluarga mengenai keragaman (diversity) juga tak kalah pentingnya. Keluarga sebagai pondasi ketahanan nasional saat ini memang harus mendapat perhatian khusus dari semua kalangan. Secara sosiologis, keluarga merupakan lembaga sosial dasar dari seluruh lembaga sosial yang berkembang di masyarakat. Sebagai pusat terpenting dari kehidupan individu, keluarga berperan pertama dalam memberikan pendidikan dan penanaman nilai-nilai. Jika sebuah generasi sejak awal terbiasa melakukan hal-hal baik berdasarkan pemahaman yang benar maka akan terbentuklah sebuah ketahanan yang kuat dalam dirinya. Ketahanan individu inilah yang nantinya menjadi bekal untuk siap menghadapi setiap tantangan dalam kehidupannya dimanapun dia berada.

Oleh karena itu, sebagai sebuah lembaga sosial (unit sosial terkecil), keluarga perlu memiliki seperangkat aturan atau nilai-nilai yang harus dipatuhi oleh semua anggotanya agar tercipta sebuah ketahanan keluarga yang kuat dan berdampak pada kuatnya ketahanan nasional. Nilai-nilai yang harus dipatuhi ini tentunya juga harus didasarkan pada pondasi yang kuat agar tidak mudah diabaikan oleh anggota keluarga. Seperti apa kira-kira nilai-nilai yang harus dipatuhi dan dipedomani oleh anggota keluarga tersebut? Dalam konteks keindonesiaan, saya kira perlu ditanamkan sejak dini tentang arti dari sebuah kebhinnekaan, sejarah berdirinya bangsa Indonesia, pentingnya menghargai dan menghormati hak-hak orang lain, bersikap toleran dan adil sejak dalam pikiran dan sebagainya.

Dalam perspektif Islam memandang keluarga sebagai tumpuan utama dan pertama dalam mempersiapkan generasi penerus peradaban. Setiap keluarga berkewajiban memperkuat ketahanan keluarganya dengan landasan keimanan dan ketaqwaan, serta kepatuhan dalam menjalankan nilai-nilai ajaran agama-nya. Allah berfirman: "Wahai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar dan keras, yang tidak durhaka kepada Allah terhadap apa yang Dia perintahkan kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan" (QS At Tahrim: 6).

Dalam perspektif yang lebih luas, menjaga keluarga dari api neraka ini adalah bagaimana menjaga sikap dan akhlaknya, mentradisikan dan mengajarkan kejujuran kepada anak-anak kita, menghormati dan menyayangi sesama, menghargai hak-hak orang lain, menghargai perbedaan dan keragaman dan sebagainya. Namun demikian, saat ini karena berbagai kesibukan dan tuntuntan ekonomi terkadang sebagian masyarakat kita abai terhadap pentingnya membangun ketahanan keluarga. Ada beberapa faktor yang melatarbelakangi lemahnya ketahanan keluarga. Pertama, lemahnya komitmen individu terhadap nilai-nilai ajaran agama. Padahal nilai-nilai keagamaan adalah pondasi dalam membangun ketahanan keluarga. Rendahnya pengetahuan akan nilai-nilai agama membuat komitmen terhadap implementasi nilai-nilai keagamaan menjadi rendah. Akibatnya ketahanan keluarga akan mudah rapuh dan goyah.

Kedua, gaya hidup yang hedonis dan materialistis. Kehidupan yang lebih mementingkan materi membuat orang tua hanya berpikir untuk mencari uang yang banyak. Anak hanya dicukupi secara materi namun mengabaikan aspek kasih sayang dan perhatian. Akibatnya anak-anak banyak mencari perhatian di luar rumah, sehingga cenderung melakukan perilaku menyimpang seperti ikut paham radikal, pelaku kekerasan, narkoba dan sebagainya. Ketiga, minimnya komunikasi antar anggota keluarga. Tuntutan ekonomi terkadang membuat kedua orang tua harus bekerja. Kesibukan dalam bekerja seringkali membuat komunikasi antar anggota keluarga menjadi terhambat. Komunikasi yang terjadi justru lebih banyak melalui alat-alat komunikasi seperti smartphone. Padahal komunikasi primer antar anggota keluarga akan lebih meningkatkan keharmonisan keluarga. Keempat, lemahnya pembinaan keluarga. Pembinaan keluarga yang dimaksud adalah memperhatikan setiap hal yang terjadi pada anak dan memahami arahan apa saja yang harus diberikan kepada mereka sesuai kapasitasnya. Jika pembinaan keluarga ini lemah bahkan tidak berjalan maka ketahanan keluarga mustahil akan tercapai.

Berdasarkan hal tersebut diatas, rekonstruksi pondasi ketahanan nasional melalui perwujudan ketahanan keluarga sangat penting dilakukan. Ketahanan keluarga dapat dicapai bila mampu memenuhi lima aspek, antara lain sebagai berikut: Pertama, Kemandirian Nilai, khususnya nilai-nilai agama akan mampu membentengi anggota keluarga dari perilaku hedonis/materialistis dan bahkan ideologi radikal. Orang tua menjalankan fungsi sosialisasi berdasarkan nilai-nilai keagamaan. Bila anak sudah memiliki pondasi nilai-nilai agama yang kuat, maka ia tidak akan mudah terpengaruh oleh nilai-nilai menyimpang yang datang akibat teknologi dan globalisasi.

Kedua, Kemandirian Ekonomi baik dalam memenuhi kebutuhan sandang, pangan, dan papan. Dalam Islam, seorang ayah berkewajiban untuk mencari nafkah yang halal bagi keluarganya, sebab nafkah yang haram bisa memberikan dampak yang negatif bagi anak. Orang tua harus benar-benar menjamin bahwa makanan yang dia berikan kepada anaknya 100% halal. Sedikit saja tercampur dengan yang syubhat atau bahkan haram, maka anak akan merasakan akibat buruknya. Darahnya terkontaminasi, dagingnya tersusun dari zat haram maka hatinya akan tertutup dari rahmat Allah. Kalau terjadi seperti ini biasanya anak suka membantah nasehat orang tua, tidak taat dan patuh, terlibat narkoba, menjadi anak nakal dan sebagainya.

Ketiga, Kepekaan Sosial yang tinggi. Berlandaskan ketaqwaan kepada Allah, pembentukan karakter yang memiliki kepekaan sosial yang tinggi akan mudah dilakukan. Dimulai dengan melatih sikap santun pada orang lain, suka menolong, sangat perhatian terhadap masalah-masalah sosial, memperhatikan dan menghargai hak sesama, mampu berpikir berdasarkan perspektif orang lain, mampu berempati, artinya mampu merasakan apa yang dirasakan orang lain, dan seterusnya.

Keempat, Ketangguhan Menghadapi konflik. Menurut Gillin, konflik adalah bagian dari proses interaksi sosial manusia yang saling berlawanan. Artinya, konflik adalah bagian dari proses sosial yang terjadi karena adanya perbedaan-perbedaan baik fisik, emosi, kebudayaan, dan perilaku. Atau dengan kata lain konflik adalah salah satu proses interaksi sosial yang bersifat disosiatif. Keluarga yang mampu menghadapi konflik (melakukan menajemen konflik) akan menjadi keluarga yang tangguh. Konflik yang mampu diselesaikan dengan baik akan memberikan dampak yang positif, antara lain mampu meningkatkan solidaritas dan memunculkan nilai-nilai baru yang semakin mendorong terciptanya integrasi dalam keluarga.

Kelima, Kemampuan Menyelesaikan Masalah. Bila terjadi masalah dalam keluarga maka yang seharusnya dilakukan adalah menghadapinya. Keluarga yang sarat dengan nilai-nilai agama harus meyakini bahwa dibalik kesulitan pasti ada kemudahan. Masalah yang menimpa keluarga tidak boleh dihadapi dengan sikap putus asa, sebab putus asa termasuk dalam perbuatan yang tidak disukai oleh Tuhan.

Dan jika kelima aspek tersebut diatas dapat dipenuhi, niscaya ketahanan keluarga akan tercapai. Ketahanan keluarga yang baik akan memberikan pengaruh yang positif dalam kehidupan masyarakat dan Negara (ketahanan nasional). Tidak dapat dipungkiri, kasus-kasus yang menimpa keluarga seperti perceraian, kekerasan terhadap anak, carut-marut pendidikan (putus sekolah), kejahatan seksual, pencemaran lingkungan, dan masih banyak lagi masalah lainnya terjadi karena kesalahan keluarga dalam menjalankan fungsi. Kurangnya kasih sayang keluarga menyebabkan anak-anak tumbuh tanpa pengawasan, bahkan pembiaran dari orangtua. Sekali lagi, keluarga adalah lingkungan sosial paling penting sebagai pengamanan dari kerusakan moral dan semua hal-hal buruk. Oleh karena itu dengan adanya Sinergitas Layanan Psikososial, maka akan memunculkan optimisme baru dalam mewujudkan keluarga yang tangguh dan kuat.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun