Mohon tunggu...
Politik

Tsamara Amany: Muda, Cinta Tanah air, dan Berpartai Politik

17 Juli 2017   20:28 Diperbarui: 17 Juli 2017   20:34 1012
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Tsamara Amany Alatas, sumber : lampungsae.com

Ada yang berbeda pada Indonesia Lawyers Club episode 11 Juli 2017 kemarin. Jika biasanya ILC menampilkan narasumber kawakan seperti Ruhut Sitompul dan Sutan Batugana (alm) dari Demokrat, atau Fahri Hamzah dan Nasir Jamil dari PKS, atau Adian Napitupulu dan Masinton Pasaribu dari PDIP, dsb, namun dalam ILC yang bertajuk "DPR vs KPK" tersebut tampil seorang politisi, usia 21 tahun, semester 6, dan belum mengerjakan skripsi, Tsamara Amany dari Partai Solidaritas Indonesia.

Dalam usianya yang sangat muda (jika dibandingkan politisi lain), ia dengan berani tanpa malu-malu memperkenalkan dirinya sebagai Ketua DPP Partai Solidaritas Indonesia ketika teman-teman sebayanya bolehjadi tidak sedikit yang abai dengan politik atau bahkan seringkali berkata politik itu kotor, nista, penuh dengan lumpur hitam yang tak akan hilang meski telah dibasuh tujuh kali (oke, statement ini berlebihan). Sebagaimana dilaporkan oleh Direktur Clinic for Community Empowerment (CCE) Fakultas Psikologi Universitas Ahmad Dahlan (UAD), Hadi Suyono, ia menyatakan bahwa banyak anak muda yang cuek dengan politik karena mereka berpendapat bahwa politik itu kotor, manipulatif, sarang korupsi, kejam, dan lain sebagainya (suaramuhammadiyah.id).

(Partai) Politik dan Perubahan Sosial

Saat pemilu legislatif dan eksekutif tahun 2014 yang lalu, saya sering mengajak teman-teman untuk datang ke TPS guna memilih calon anggota legislatif hingga calon presiden. Beragam jawaban saya dapatkan, mulai yang klise mengutarakan bahwa pemilu itu sia-sia, hingga yang antusias menyambut dengan mengatakan "kasih aku referensi, boy !". Meskipun belum ada survey (yang saya temukan) tentang persepsi pemuda tentang pemilu dan dampaknya dalam perubahan sosial, saya yakin banyak teman-teman yang berpendapat bahwa satu suaranya tidak akan berpengaruh terhadap perubahan sosial, sehingga tak sedikit yang lebih memilih pergi jalan-jalan ke pantai daripada ke TPS saat hari pemungutan suara. Tentu ini adalah anggapan yang salah, karena apa dan siapa yang kita pilih di bilik-bilik suara tentu sangat berpengaruh terhadap perubahan yang terjadi di Indonesia. Di bombardirnya kapal-kapal pencuri ikan milik asing di lautan indonesia boleh jadi tidak akan terjadi jika kita tidak memilih bapak Ir. Joko Widodo sebagai Presiden Republik Indonesia, pun bolehjadi telegram tidak akan diblokir atau Tarif Dasar Listri tidak akan melambung tinggi jika kita tidak memilih bapak Ir. Joko Widodo sebagai Presiden Republik Indonesia, boleh jadi, #JanganSpanengKak.

Perbaikan di Negara Kesatuan Republik Indonesia hanya akan terjadi jika kita tak enggan (lagi) ber(partai) politik. Pada tahun 2019 nanti, terdapat sekitar 66.17 Juta anak muda (dari total penduduk Indonesia yang berjumlah 258 juta) yang akan menggunakan hak pilihnya (katadata.co.id). Jika anak-anak muda ini yang berjumlah seperempat dari total populasi Warga Negara Indonesia ini kompak untuk ber(partai)politik dengan memilih caleg-caleg yang berkualitas dan presiden yang berkualitas, tentu saja kelak Undang-undang dan kebijakan yang dihasilkan juga akan berkualitas (disclaimer : saya tidak hendak mengatakan bahwa aleg dan presiden saat ini tidak berkualitas). Undang-undang dan kebijakan eksekutif yang berkualitas tentu saja akan berdampak langsung kepada kualitas hidup rakyat Indonesia.

(Partai) Politik dan Cinta Tanah Air

Banyak teman-teman saya yang teriak garang di jalanan, Save KPK ! Tangkap tikus-tikus berdasi !, Gantung **** di monas ! namun di lain kesempatan mereka curcolkepada saya bahwa kelak tidak ingin dan tidak akan menjadi politisi, tak sudi hidup bersama tikus-tikusberdasi katanya. Tentu ini adalah sebuah kesalahan besar, karena jika anda-anda ingin para koruptor itu hengkang dari senayan atau kementrian, maka anda-anda yang bersih dan idealis ini harus berlomba-lomba untuk masuk ke senayan dan kementrian, bagaimana senayan dan kementrian bisa bebas dari koruptor jika kandidatnya koruptor ? Oleh karena itu, tidak mungkin tidak, ber(partai)politik adalah sebuah keharusan, anda yang bersih dan idealis ini harus berlomba-lomba melawan koruptor untuk masuk ke senayan, untuk masuk ke kementrian, jika menjadi ketua DPP Partai seperti mbak Tsamara Amany ini bukan passion anda, setidak-tidaknya datang ke bilik suara dan mencoblos calon legislator dan calon presiden yang terbaik menurut riset yang sudah anda lakukan adalah selemah-lemahnya iman.

Era Fadli Zon, Fahri Hamzah, Adian Napitupulu, dan Anas Urbaningrum telah usai, kini saatnya Tsamara Amany, Reza Habibi, Ahmad Arif, dan Zazkia Althafunnisa tampil dan mengambil alih pembangunan negeri ini. Memang cinta tanah air tidak harus dilakukan dengan mengabdi sebagai wakil rakyat atau pelayan rakyat, namun jika anda sekalian mengaku cinta tanah air namun pasrah dan membiarkan orang-orang yang anda teriaki sebagai tikus berdasi tersebut melenggang bebas untuk masuk ke senayan lagi, atau ke kementrian lagi, maka cinta tanah air anda adalah semu, hambar, ilusi, dan omong kosong. (Rez)

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun