Mohon tunggu...
Jubirman Buton
Jubirman Buton Mohon Tunggu... Jurnalis - Saya bekerja sebagai jurnalis di Sulawesi Tenggara

Saya memiliki job desk politik

Selanjutnya

Tutup

Politik

Bonus Demografi; Indonesia Butuh Pendidikan Berkulitas

3 Juni 2017   22:39 Diperbarui: 3 Juni 2017   22:57 1938
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
oleh: J U B I R M A N (Mahasiswa Pacsa Sarjana Universitas Halu Oleo Kendari)

Indonesia merupakan negara yang memiliki jumlah penduduk yang cukup banyak di dunia yakni sekitar 255.461.700 jiwa dengan menempati posisi ke empat setelah China, India, dan Amerika Serikat. Terus menerusnya terjadi peningkatan penduduk, yang ditambah pula dengan meningkatnya angka fertilitas (tingkat kelahiran) dan murtilitas (tingkat kematian) yang tak terbendung di Indonesia, mungkinkah ini menjadi peluang ataukah justru menjadi bencana bagi perekonomian negara? Karena melihat kondisi Indonesia hari ini dengan jumlah penduduk terbesar nomor satu di Asia Tenggara telah melahirkan gap yang sangat besar antara si kaya dan si miskin. Kesenjangan sosial ini telah memperjauh rangeantara si kaya dan si miskin. Yang jelas, peningkatan jumlah penduduk yang tidak dibarengi dengan tersedianya lapangan pekerjaan tentu akan menambah permasalahan ekonomi sebuah negara.

Menyandang status sebagai negara berpenduduk terbesar keempat di dunia merupakan sebuah kesyukuran tersendiri. Karena dengan ini, Indonesia banyak yang memprediksikan untuk menjadi negara Super Power atau negara yang kuat secara ekonomi dan politik. Banyak yang menyebutkan bahwa Prediksi itu hadir di tahun 2020-2030 yang fenomenal dikenal sebagai “Bonus Demografi”. Data yang diperoleh Badan Pusat Statistik (2010) menunjukkan bahwa komposisi penduduk Indonesia didominasi oleh penduduk usia anak-anak 0-9 tahun sekitar 45,93 juta. Sedangkan anak usia 10-19 tahun berjumlah 43,55 juta jiwa. Sehingga dari sini dapat diproyeksikan pada rentang tahun 2020-2030 Indonesia akan dipenuhi dengan usia produktif, inilah yang disebut peluang demografi. Berbagai spekulasi pun muncul dari para ahli kependudukan dan ekonom terkait masa depan Indonesia saat mengalami bonus demografi kelak.

Bonus demografi adalah suatu fenomena yang dialami oleh sebuah negara dimana jumlah usia produktif sangat besar dibanding usia nonproduktif. Diperkirakan usia produktif akan berjumlah cukup besar dibandingkan dengan usia nonproduktif. Usia penduduk kisaran 15-64 tahun dikatakan sebagai usia produktif, sedangkan usia nonproduktif adalah penduduk yang berusia 0-14 tahun dan usia 65 tahun keatas. Terus menerusnya terjadi penurunan angka fertilitas dan murtilitas sehingga memicu turunnya rasio ketergantungan (depedency ratio)telah melahirkan jumlah angkatan kerja (usia produktif) yang sangat besar. Jika kita melihat jumlahnya dari sekitar 240 juta jiwa penduduk, maka usia produktif Indonesia di tahun 2020-2030 tersebut mencapai angka 180 juta jiwa, sedangkan usia nonproduktif hanya berkisar 60 juta jiwa. Dengan ini penduduk yang bersatus sebagai usia nonproduktif akan berhasil ditekan oleh penduduk berstatus usia produktif yang berjumlah besar.

Namun, meskipun jumlah usia produktif cukup tinggi bahkan sampai pada 70% dari jumlah penduduk, jika tidak diimbangi dengan peningkatan kualitas penduduk maka tentu ini hanya akan menjadi musibah demografi bukan bonus demografi. Karena besar harapan kita bahwa meningkatnya jumlah usia produktif akan menjadi basis pembangunan nasional. Untuk berkontribusi besar terhadap bonus demografi, maka kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) harus ditingkatkan. Kita butuh penduduk yang tidak hanya memiliki kuantitas usia produktif tetapi pula memiliki kualitas usia produktif.

Metode peningkatan kualitas SDM tentu salah satunya melalui pendidikan. Pendidikan sebagai wadah yang menampung SDM harus mampu mengkualitaskan generasi Indonesia. Jargon-jargon dari para petuah telah banyak memperdengarkan kita akan pentingnya pendidikan. Kualitas Indonesia di masa depan sangat ditentukan oleh kualitas pendidikannya. Karena maju mundurnya suatu bangsa bukan ditentukan oleh letak geografis apakah Barat ataukah Timur, bukan pula ditentukan oleh warna kulit atau agama. Namun maju mundurnya suatu bangsa lebih ditentukan pada seberapa besar kualitas bibit-bibit unggul yang dihasilkan oleh pendidikan dari bangsa tersebut.

Pendidikan sebagai tempat penggemblengan generasi muda mestinya akan menghadirkan manusia-manusia yang memiliki kualitas keilmuan yang memadai, kualitas karakter yang terbaik, dan kualitas tekhnologi yang mahir. Tentu hadirnya pendidikan yang berkulitas sangat diharapkan untuk generasi muda di masa mendatang. Dengan demikian datangnya bonus demografi kedepan akan kita sambut dengan SDM yang berkualitas melalui pendidikan yang berkualitas pula.

Jika saja kita punya banyak waktu untuk menengok kondisi pendidikan Indonesia hari ini rasanya sulit untuk kita bisa ikut berkontribusi terhadap bonus demografi. Sehingga kita hanya mampu berbangga diri dengan kuantitas usia produktif namun malu dengan kualitas usia produktif. Hal ini dikarenakan nasib pendidikan kita hari ini cukup memprihatinkan. Dari berbagai lembaga survei di dunia selalu menempatkan Indonesia pada posisi terbawah.

Faktanya, pemaparan Pengamat Pendidikan Indra Charismiadji pada seminar nasonal pendidikan bangsa di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, yang diselenggarakan pada hari Selasa 26 April 2016 mampu membuat kita terpukul akan nasib pendidikan Indonesia.  Indra Charismiadji menjelaskan bahwa 5 lembaga survei internasional telah menempatkan tingkat pendidikan Indonesia pada rangking bawah. Organization for Economic and Development (OECD) menempatkan Indonesia di urutan 64 dari 65 negara. Sedangkan The Learning Curve menempatkan Indonesia pada posisi buncit dari 40 negara yang disurvei.

“Hasil survei‎ TIMS and Pirls juga  menempatkan Indonesia di posisi 40 dari 42 negara. Sedangkan World Education Forum di bawah naungan PBB menempatkan Indonesia di posisi 69 dari 76 negara. World Literacy merangking kita di urutan 60 dari 61 negara” Ujar Direktur Utama PT Eduspec Indonesia, Indra Charismiadji.

Data-data diatas menjadikan kita ragu dalam menghadapi bonus demografi. Kalau saja kualitas pendidikan kita masih seperti ini maka ini akan menjadi bencana bagi Indonesia. Bonus demografi yang kita cita-citakan menjadi basis pembangunan nasional, malah akan menjadi musibah demografi. Belum lagi tatkala kita beranjak untuk memperbincangkan perihal Asean Economic Community yang telah diberlakukan sejak tanggal 1 Januari 2016. Sudah sejauh mana persiapan kita untuk mengadapi Masyarakat Ekonomi Asean (MEA). dengan melihat kualitas SDM Indonesia, maka sulit rasanya untuk kita katakan bahwa Indonesia mampu dan sejajar untuk duduk berdampingan dengan negara-negara maju dunia.

Indonesia layaknya tikus yang mati di lumbung padi. Padahal kita memiliki kekayaan yang melimpah ruah dari daratan hingga lautan dengan luas wilayah total seluruhnya mencapai 5.193.252 km2 yang terdiri atas 1.890.754 km2 luas daratan dan 3.302.498 km2 luas lautan. Hanya karena SDM-nya tidak berkualitas maka kita akan mengalami kelaparan dari kekayaan alam Indonesia. Kondisi ini mengingatkan kita dengan ungkapan Bung Karno yang sebagaimana dikutip oleh Ketua MPR RI, Zulkifli Hasan pada pembukaan Rakornas Lembaga Pengembangan Cabang dan Ranting (LPCR) Muhammadiyah se-Indonesia di Bengkulu, 6 September 2016. “Jika tidak siap, kata Bung Karno, maka kita akan jadi  kuli di negeri sendiri," ungkap ketua MPR RI, Zulkifli Hasan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun