Mohon tunggu...
Joss Riono
Joss Riono Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Money Artikel Utama

Jangan Sampai Kerbau yang Punya Daging, tapi Sapi yang Dapat Nama

31 Januari 2016   11:50 Diperbarui: 31 Januari 2016   15:37 53
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sapi Australia yang siap dijual. (ABC)

Yang terhormat Pak Jokowi,

Saya sungguh menghargai Pak Jokowi siang-malam bekerja untuk kesejahteraan rakyat. Oleh sebab itu, saya menyarankan Pak Jokowi berhati-hati memberi ijin impor ternak hidup dari yang bersifat country based ke yang bersifat zone based.

Kehendak melakukan deregulasi ekonomi yang memuat paket ekonomi IX mengenai pasokan ternak dan produk hewan tertentu dipicu oleh harga daging sapi yang mencapai Rp130.000 per kg.

Secara historis, Indonesia memang mengimpor sapi hidup dan produk daging sapi lainnya dari Australia. Mengapa dari Australia? Karena Australia adalah salah satu dari hanya lima negara di dunia yang bebas dari penyakit mulut dan kuku (PMK) atau foot and mouth disease. Negara-negara yang terbebas dari PMK di dunia ini adalah Canada, Australia, Amerika, Indonesia, dan Selandia Baru. Jadi jelas, untuk mempertahankan status bebas PMK, tidak bisa tidak Indonesia harus mengimpor ternak hidup dan produk daging olahan lainnya dari negara-negara yang bebas PMK.

Pak Jokowi, Wakil Ketua Kadin Bidang Pangan Strategis Pak Juan Permata Adoe mengatakan bahwa selama produksi lokal ternak dan daging sapi belum bisa memenuhi kebutuhan ternak sapi yang sekitar 3,9 juta ekor sapi, sementara produksi ternak sapi lokal hanya 2,5 juta ekor, maka satu-satunya jalan adalah impor ternak sapi hidup, bukan impor daging, dan peraturan impor ternak sapi hidup harus diregulasi dengan zona based, bukan country based.

Saya sangat tidak setuju dengan pendapat Pak Juan tersebut, Pak Jokowi…

Maka berbekal kata kunci “foot and mouth disease”, “economic impact” dan “cost benefit analysis”, saya mulai “googling” dan menuliskan kekuatiran saya kalau Pak Jokowi mengijinkan impor ternak dan produk ternak sapi tidak berdasarkan prinsip country based, tetapi zona based.

Wabah PMK pertama kali dilaporkan di Indonesia pada tahun 1887 di Malang Jawa Timur, dan penyakit PMK secara cepat menyebar ke Sumatera, Kalimantan, dan Sulawesi. Memerlukan hampir 100 tahun untuk membuat Indonesia bebas dari PMK dan sejak tahun 1986 Indonesia bebas dari PMK. Tahun 1987 Lembaga Organisasi Kesehatan Hewan Dunia atau Office International des Epizooties atau OIE) menyatakan Indonesia bebas dari PMK.

Pak Jokowi, ledakan wabah yang kecil saja dari PMK maka Organisasi Kesehatan Hewan Dunia memperkirakan perlu tiga bulan untuk memberantasnya dan memerlukan biaya hampir US $ 5.46 M. Sedangkan ledakan wabah PMK yang bersifat sistemik maka memerlukan usaha paling cepat setahun untuk memberantasnya dan memerlukan biaya sebesar hampir dua kali lipatnya. Semenanjung Korea yang luasnya tidak seberapa dibanding Indonesia sebagai contoh, memerlukan US $ 3 M untuk menangani ledakan wabah PMK di tahun 2011.

Pak Jokowi, wabah PMK mengincar sistem ketahanan pangan dan sistem ketahanan bibit ternak di Indonesia. Memang benar kematian ternak akibat penyakit PMK kecil, tetapi angka kesakitan dan efeknya terhadap eknonomi sangat luar biasa, Pak. Efek langsung dan efek tidak langsung akan kita tanggung, bahkan anak-cucu kita yang menanggungnya. Efeknya tidak hanya peternakan sapi, tetapi semua peternakan non unggas lainnya, dan juga, Indonesia akan mendapat sanksi tidak boleh mengekspor produk-produk pertanian lainnya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun