Mohon tunggu...
Nur Izzah
Nur Izzah Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Politik

Penguasa

29 Agustus 2017   22:45 Diperbarui: 30 Agustus 2017   00:40 674
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Berbicara tentang penguasa yang ada di Indonesia. Mungkin banyak asumsi publik yang mengira, bahwa penguasa itu identik dengan orang-orang besar yang sangat berwenang dan mempunyai hak-hak istimewa dalam segala hal. Apalagi akhir-akhir ini, Indonesia sedang gencar-gencarnya dalam hal di bidang perpolitikan.

Terkadang saat ini kita melihatnya bak menonton sinetron bollywood yang sedang tayang di TV, beratus-ratus episode kemudian tidak ada ujung penyelesaiannya. Belum genap happy ending atau sad ending malah ada sinetron terbaru lagi. Sama seperti masalah politik di Indonesia, yang tidak tau arah kemana penyelesaian dan ujungnya sudah ada masalah baru yang muncul lagi. Entah itu hanya sekedar pengalihan isu belaka oleh dalang-dalang penguasa di balik layar maupun sebaliknya. Seketika masalah perpolitikan yang sedang terjadi dengan serius, bak hilang ditelan bumi.

Seperti yang ada dalam kamus KBBI, penguasa adalah

  • orang yang menguasai;orang yang berkuasa (untuk menyelenggarakan sesuatu, memerintah, dan sebagainya)
  • pemegang kekuasaan.

Disini sudah terpapar, bahwa penguasa adalah orang yang memegang kuasa. Dimana menurut saya, definisi penguasa dan pemimpin itu agak berbeda. Jika  pemimpin itu lebih mengutamakan rakyatnya, mensejahterakan rakyatnya serta rela berkorban untuk kemajuan rakyatnya. Berbeda dengan penguasa yang mampu mengorbankan rakyatnya dengan menghalalkan segala hal. Merampas kesejahteraan, kemakmuran untuk kepentingan pribadinya.

Apalagi penguasa identik dengan julukan kaum mayoritas. Iya, mayoritas yang menindas kaum minoritas. Sudah tidak menjadi gimmick lagi bahwa di Indonesia sangat jelas dalam hal kaum mayoritas dan minoritas.. Tapi itu hanya sedikit definisi, selebihnya ada juga pemimpin yang tidak amanah kepada rakyatnya. Pemimpin yang bersatu dengan penguasa untuk merampas kesejahteraan rakyatnya. Pemimpin yang di doktrin oleh para penguasa untuk bersama-sama membangun satu tujuan menindas kaum minoritas. Apabila kita telaah lebih lanjut di dalam negara Hukum Konstitusi ini, kaum yang minoritas harus dijunjung bersama oleh kaum mayoritas. Bukan malah sebaliknya, kaum mayoritas yang selalu terdepan di atas minoritas.

Miris, melihat rakyat Indonesia seakan harus menjadi korban keserakahan para penguasa. Seperti halnya, kasus yang masih hangat diperbincangkan di kalangan masyarakat saat ini. Rencana pembangunan gedung baru serta Apartemen anggota DPR yang sangat menuai kontroversi publik. Bagaimana tidak masuk akal, disaat Indonesia sedang membutuhkan infrastruktur pemerintah yang baik, malah anggota DPR menuai rencana yang sudah jelas tidak memajukan rakyat.

Permintaan anggaran DPR sendiri untuk tahun 2018 sebesar Rp. 5,7 triliun. Alasan untuk membangun fasilitas para wakil rakyat, karena kebutuhan kondisi gedung DPR tidak cukup menampung 560 anggota plus staf dan tenaga ahli. Alasan yang lain, agar para anggota DPR juga menempuh jarak sangat dekat dengan gedung DPR-RI. Mereka beralasan selalu terlambat, karena jarak tempuh yang jauh. Untuk alasan yang sangat tidak logis itu, mengapa para anggota DPR bersusah payah membangun apartemen? Alasan terlambat? Mengapa tidak bangun lebih awal untukberangkat bekerja agar tidak terjebak kemacetan yang melanda Ibukota? Daripada sibuk memikirkan rencana itu, mengapa anggota DPR tidak merampungkan target 50 Undang-undang dalam setahun yang sudah jelas sampai bulan Agustus ini mungkin masih belum mencapai 10% .

Seharusnya, sebagai wakil rakyat yang baik. Mereka mampu menyuarakan hak-hak rakyat yang harusnya tersampaikan dan terlaksanakan. Perbaikan infrastruktur pemerintahan, ekonomi, sosial dan pendidikan lebih diutamakan. Pemerintah dan rakyat harus saling bekerjasama untuk membangun Indonesia lebih maju lagi. Tidak ada perbedaan diantara rakyat, penguasa maupun yang lainnya. Seperti dalam buku "Ilmu Negara" Dr. Ni'matul Huda, S.H.,M.Hum. yang mana menjelaskan tentang legitimasi hukum. Terhadap negara pertanyaan paling fundamnetal adalah apakah negara memang berhak ada; apakah dapat dibenarkan bahwa dalam (setiap) masyarakat terdapat lembaga pusat yang berwenang untuk menetapkan norma-norma kelakuan bagi para anggota masyarakat dan memaksakan ketaatan? Sejauhmana negara berhak untuk menuntut ketaatan dari warga-warganya dan sejauhmana para warga negara wajib taat terhadap negara?

Disini masih menjadi tanda tanya, rakyat apakah berani membantah penguasa dengan sikap ketidakadilannya terhadap rakyat kecil. Ataukah penguasa yang masih bebas mempertahankan kuasa di atas penderitaan rakyat kecil. Ini mengingatkan saya terhadap kata-kata yang dilontarkan oleh Wji Thukul:

"Bila rakyat tidak berani mengeluh itu artinya sudah gawat, dan bila omongan penguasa tidak boleh dibantah kebenaran pasti terancan"

            Kita adalah Indonesia, negara yang aman dan demokrasi. Kita mempunyai hak untuk merdeka tanpa tindasan dari sang penguasa-penguasa yang menghancurkan negara dan rakyatnya menggunakan identitas negara mereka sendiri.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun