Mohon tunggu...
Irwan Rinaldi Sikumbang
Irwan Rinaldi Sikumbang Mohon Tunggu... Freelancer - Freelancer

menulis untuk menikmati kehidupan

Selanjutnya

Tutup

Politik Artikel Utama

Benarkah Jokowi Akan Kalah Bila Tanpa Cak Imin?

9 Mei 2018   06:16 Diperbarui: 10 Mei 2018   15:57 2632
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sumber: news.detik.com

Semakin menarik saja mengamati persaingan memperebutkan kursi cawapres baik untuk kubu Jokowi maupun kubu Prabowo, setelah munculnya pernyataan Ketua Umum Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), Muhaimin Iskandar, atau lebih dikenal dengan Cak Imin, bahwa kalau Jokowi tidak menggandeng Cak Imin sebagai cawapres dalam pilpres 2019, maka Jokowi bisa kalah. Apa iya?

Gertakan Cak Imin yang sangat percaya diri karena jauh-jauh hari sudah berpromosi, sebetulnya wajar saja dalam politik. Apalagi melihat banyak sekali partai lain yang mengincar posisi yang sama, sehingga bila ada yang mencuri start, siapa tahu akan efektif dalam menggalang dukungan publik, sehingga "memaksa" Jokowi untuk memilihnya.

Masalahnya adalah seberapa banyak dukungan masyarakat buat Cak Imin? Berbagai survei tidak atau belum menempatkannya sebagai cawapres yang elektabilitasnya tinggi.

Namun situasi bisa menguntungkan Cak Imin bila semua warga NU yang amat banyak bisa "digiring" menjadi loyalis Cak Imin. Ini bisa dimungkinkan bila semua kiai kharismatik yang menjadi panutan warga NU, kompak memberi dukungan secara aktif, bukan sekadar memberi restu. 

Nah, sekiranya itu terjadi namun diabaikan oleh Jokowi, lalu misalnya kemudian Cak Imin digandeng Prabowo (ingat bahwa sampai sekarang PKB belum resmi menyatakan berkoalisi dengan Jokowi untuk pilpres 2019, dan Prabowo juga tengah mengalami kesulitan menetapkan cawapresnya), mungkin saja pernyataan Cak Imin akan menjadi kenyataan.

Jumlah massa NU jelas jauh lebih banyak dari jumlah pemilih PKB. Kalau sekadar pemilih PKB yang tergambar pada kursi di DPR saat ini, tentu Golkar lebih layak mendapat jatah cawapres. Tampaknya Cak Imin berharap warga NU yang dulu memilih partai lain selain PKB akan memilih pasangan yang cawapresnya adalah Cak Imin. Artinya figur Cak Imin dipersepsikan lebih besar dari PKB.

Sebetulnya fenomena figur tertentu yang punya elektabilitas yang lebih tinggi ketimbang partainya, paling jelas ada pada sosok Jokowi. Meski PDIP diperkirakan suaranya akan meningkat karena terbantu figur Jokowi, jumlah pemilih Jokowi yang bukan pemilih PDIP juga banyak.

Tapi dalam kasus Cak Imin, jangan-jangan partai (PKB) lebih besar ketimbang figur (Cak Imin), meskipun Cak Imin adalah ketua umum PKB, sedangkan Jokowi bukan ketua umum PDIP. Maksudnya antara figur dan partai belum tentu strukturnya sama sebangun. 

Golkar adalah contoh dari partai yang figurnya tidak begitu menonjol, makanya tidak begitu kencang menyuarakan ketua umumnya untuk menjadi cawapres. Namun tetap perlu komunikasi khusus dari Cak Imin agar Golkar legowo mempersilakan Cak Imin maju.

Namun PR terberat Cak Imin tentu saja bagaimana meyakinkan Jokowi bahwa ia adalah orang yang paling tepat untuk digandeng dalam memimpin Indonesia periode 2019-2024. Dan ini jelas tidak bisa dengan main gertak atau ancaman. Cara ini malah bisa menjadi bumerang.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun