Mohon tunggu...
Sangun Perwira
Sangun Perwira Mohon Tunggu... Pensiunan PNS -

Bukan maksudku memusuhimu. Kalaupun berbeda pandangan, aku hanya mencoba melihatnya dari sisi yang lain.

Selanjutnya

Tutup

Politik Artikel Utama

Don't Insult Mr. President!

5 Agustus 2015   09:47 Diperbarui: 5 Agustus 2015   09:47 5409
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Presiden Joko Widodo (KOMPAS/WISNU WIDIANTORO)

Judulnya sih sok keinggrisinggrisan, tapi jangan khawatir isinya tetap menggunakan Bahasa Indonesia sehari-hari karena saya juga sebenernya gak gitu ngerti Bahasa Inggris. Trus kenapa kok memaksakan pake judul Bahasa Inggris? Ya cuma buat nunjukin kalo menghina itu beda dengan mengkritik. Biasanya orang kita itu lebih ngresep kalo pake istilah Inggris. 

Tulisan ini juga sengaja dibuat singkat dan padat, tapi jelas, biar gak nyita waktu para kompasianer yang waktunya banyak dihabiskan untuk membaca tulisan di kompasiana tercinta ini. Kalo tulisannya panjang takutnya paragrafnya banyak yang dilewati, apalagi kalo tulisannya panjang bertele-tele gak menarik.

Nah, kembali ke pokok persoalan. Beberapa hari terakhir ini kembali kita dihebohkan dengan berita upaya pemerintah memasukkan kembali pasal penghinaan terhadap presiden di muka umum. Berita ini kemudian memancing kontroversi dan menimbulkan pro-kontra di masyarakat.

Ada yang mengatakan usulan ini merupakan upaya Jokowi untuk membungkam para pengkritiknya, membungkam demokrasi, dan akan mundur kembali ke era Orde Baru yang membuat lembaga kepresidenan menjadi lembaga antikritik. Namun, sebaliknya, ada pula yang mendukung ide ini. Dikatakan bahwa presiden adalah simbol negara sehingga sama seperti simbol negara lainnya, seperti bendera dan lambang negara, tidak layak dihina.

Jangankan Fadli Zon. Tokoh-tokoh PDIP pun menentang dihidupkannya kembali pasal ini. Eva Kusuma Sundari pernah mengatakan bahwa asas kesetaraan hukum juga harus diberlakukan pada Presiden. "Itu manuver yang sia-sia, kalau toh nanti diajukan judicial review lagi pasti ditolak," seperti yang diberitakan Kontan yang diterbitkan pada April 2013 yang lalu. Ya, ternyata pasal penghinaan ini sudah sejak pemerintahan SBY mau dihidupkan kembali lewat RUU KUHP. 

Saya pikir kontroversi ini timbul akibat kesulitan kita dalam membedakan antara menghina dan mengkritik. Kita tentu sepakat bahwa menghina itu adalah perbuatan yang tidak baik yang dapat saja diadukan ke kepolisian. Jangankan presiden, masyarakat biasa saja bisa mengadukan ke kepolisian bila merasa dihina seseorang.

Sayangnya suatu penghinaan merupakan delik aduan yang harus dilaporkan oleh pihak yang dirugikan atau yang diberikan kuasa olehnya, sehingga Dudi Hermawan yang diadukan oleh relawan Bara karena dianggap menghina Presiden, tak dapat diproses oleh kepolisian seperti yang diberitakan Kompas.

Lantas apakah presiden sendiri atau penerima kuasa yang harus melaporkan penghinaan terhadap presiden? Saya kira akan merendahkan dirinya sendiri bila seorang presiden menuntut seorang penghinanya apalagi kalau penghinanya itu levelnya jauh di bawah presiden. Bahkan Jokowi pernah memaafkan penghinanya yang memang kurang pendidikan dalam kesopansantunan (Viva : Jokowi Maafkan Penghinanya). Mirisnya, pelaku penghinaan itu ternyata hanya ikut-ikutan saja dan tak menyadari perbuatannya itu dapat dijerat hukum.

Bagi kita yang menganut azas demokrasi tentu sepakat kritik tak boleh dibungkam, sebaliknya penghinaan juga tak boleh dibiarkan. Pernyataan Eggi Sudjana pada Januari 2006 tentang dua Jubir Presiden, Seskab, dan anak presiden berdasarkan rumor telah menerima mobil Jaguar dari pengusaha Hari Tanoesoedibjo tentulah bukan merupakan suatu penghinaan; berbeda jauh dengan meme Presiden seperti yang dimuat di status FB tukang sate itu.

Terkait dengan pasal penghinaan dalam RUU KUHP tersebut, barangkali perlu dilakukan revisi terhadap redaksinya yang intinya sebagai berikut :

  1. Tuntutan penghinaan kepada presiden sebaiknya tidak harus dilakukan sendiri oleh presiden sebagai pihak yang dirugikan atau kuasanya, walaupun berlaku kesetaraan dihadapan hukum. Penghinaan terhadap presiden dijadikan sebagai delik biasa, bukan delik aduan.
  2. Sebaiknya dijelaskan kriteria apa saja yang bisa dikategorikan sebagai penghinaan terhadap presiden, sehingga diperoleh kepastian hukum.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun