Mohon tunggu...
Imam Prasetyo
Imam Prasetyo Mohon Tunggu... -
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Penyuka Berudu atau Kecebong, makhluk hidup yang sedang menuju transformasi.

Selanjutnya

Tutup

Politik

Apakah Ribuan Pucuk Senjata Ilegal Tersebut untuk Angkatan Kelima?

25 September 2017   09:11 Diperbarui: 25 September 2017   09:19 1305
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Meskipun tidak bersifat publik dan hanya sebatas kalangan terbatas namun pernyataan Panglima di pertemuan dengan mantan petinggi TNI di Mabes TNI, Cilangkap, Jakarta Timur, Jumat (22/9/2017) lalu. Di hadapan para purnawirawan jenderal, Gatot Nurmantyo menyatakan, ada institusi non militer yang berupaya mendatangkan 5.000 pucuk senjata api  secara ilegal, dan itu mencatut nama Presiden Joko Widodo.

Ditengah kisruh sejarah yang tidak berkesudahan pernyataan panas Gatot dihadapan senior-seniornya tersebut memantik spekulasi yang kian bergejolak. Isu komunisme yang sudah usang dan telah padam tidak serta merta gayung bersambut. Indoktrinasi yang kuat dan menjadi tradisi di kalangan militer telah menciptakan sikap-sikap militan untuk tetap menyatakan komunisme adalah musuh peradaban di bumi Indonesia. Apalagi pembunuhan beberapa jenderal bukanlah kasus fiktif dan palsu. Tragedi Lubang Buaya adalah sebuah fakta kelam pemberontakan PKI jaman itu. Para cindhil abang dari keturunan PKI dan pengusung Nasakom yang paling berkepentingan untuk mereduksi betapa kelam dan barbar-nya penganut mazhab politik dari Karl Marx ini. Bagi mereka agama adalah candu paling nyata. Dan jangan heran jika ada yang kebakaran jenggot jika ada ide dari Ustadz Yusuf Mansyur untuk kita berdoa secara nasional untuk meminta Tuhan mengulurkan "tanganNya" untuk membenahi carut-marut dan semrawutnya Indonesia beberapa saat lalu. Tuhan dan agama adalah musuh paling memuakkan bagi simpatisan komunisme. Dan juga jangan heran ada yang berani dan tolol menuding kasar kepada umat istilah 'self fulfilling prophecy', para peramal masa depan. Padahal dalam Islam mutlak percaya adanya surga dan neraka berikut panduan agama untuk membuat klasifikasi tentang siapa yang kelak akan menghuni tempat yang secara indrawi tidak akan bisa diketemukan saat ini.

Santernya perlawanan militer terhadap proses mimikri dan transformasi yang cerdik dari penggiat komunisme di belantara politik Indonesia menjadi titik pengamatan seperti yang disampaikan oleh Panglima.

"Saya mengibaratkan seperti makanan, bisa dirasakan itu asin, tapi tidak  terlihat. Biarlah kami yang selalu mengamati, dan kami tahu kapan kami  bergerak. Karena kamilah yang harus tahu, dan kamilah yang menjadi  musuhnya. Dan kami akan menjaga NKRI ini, saya tidak akan buka apa yang  kami tahu." kata Panglima Gatot dengan tegas.

Dan, bisa jadi ribuan pucuk senjata ilegal tersebut merupakan langkah-langkah sistimatis dari anasir-anasir yang menjadi bagian penting dari puzzle kebangkitan PKI dalam bentuk milenial, meminjam istilah Jokowi. Profil PKI saat dahulu menyerbu Indonesia dalam berbagai bentuk, bisa jadi PNS, politisi yang bangga akan dirinya yang keturunan PKI, penggiat HAM yang melulu nyinyir tentang ratusan ribu simpatisan PKI yang di hakimi massa (catat: bukan melulu TNI/ABRI yang melakukannya, berdasarkan cerita dikeluarga penulis) dan abai tentang ribuan santri, kyai, ustadz, guru madrasah dan petani yang menolak ide-ide gotong royong ala Karl Max dan Lenin.

Janji TNI untuk terus memindai dan mengikuti gerak-gerak komunisme secara senyap meskipun kemudian pada saat tertentu secara agitatif mendorong publik untuk waspada. 

Dan simplifikasi PKI hanya tentang membenturkan Soekarno yang mengusung ide sinting untuk mengkonsolidasi kaum nasionalis, agamis dengan gerombolan anti Tuhan dengan sosok Soeharto yang merasa Sang Pemimpin Besar mulai lupa diri. PKI tidak hanya sekedar dua pria yang penuh pernik tersebut. PKI adalah sejarah kekelaman Indonesia dalam arti luas.

Gerakan seperti pembelian ribuan pucuk senjata bisa jadi merupakan sinyal lampu merah untuk kita hanya sekedar menyenangkan hati bahwa komunisme adalah produk usang yang tidak lagi menjual. Apalagi kondisi Indonesia saat ini yang seperti di setting sedemikian rupa situasi ketimpangan antara kaya dan si miskin dan masih tidak menunjukkan keberpihakan pemerintahan untuk memperbaiki nasib warga marjinal. Kapitalisme adalah lawan klasik komunisme. Entah situasi timpang ini diharapkan bisa memantik dan menjadi pintu masuk komunisme kembali berulah di Indonesia.

Meskipun ada anomali yang terjadi yakni perlawanan yang paling sengit terhadap isu-isu kesetaraan ala Marxisme ternyata dilakukan oleh rakyat muslim yang kebanyakan (low class to mid). Aksi-aksi berkedok ilmiah berupa simposium dan seminar oleh simpatisan PKI selalu mereka kuntit dengan panduan informasi A1 dari para Jenderal Senior, sebuah fakta yang enggan mereka ingkari.

Dan tentu saja counter yang diupayakan pemerintahan melalui Wiranto tidak lagi relevan saat Gatot mengatakan derajat informasi tentang senjata ilegal tersebut adalah A1 (alias first layer sources). Gatot tidak sedang berkeinginan untuk mempermalukan dirinya dan menjatuhkan reputasi dirinya sebagai panglima jika ribuan senjata tersebut diperuntukan sebagai alat perlengkapan pengamanan diri para agen BIN yang mungkin tengah berada di antara penikmat warung kopi, perkumpulan riders dan bahkan menjadi Kompasianer di blog keroyokan ini.

Mungkin diskursus yang paling menarik adalah siapa atau kelompok manakah yang disasar para penggiat komunisme di Indonesia yang akan mereka persenjatai? Kaum buruh? Sepertinya susah karena di internal mereka saja pecah kongsi dengan sedemikian banyak konfederasi atau federasi-federasi buruh yang eksis per hari ini. Kaum petani? Sama persis dengan buruh, mereka pun pecah kongsi dengan adanya dua organisasi kembar (HKTI). Penulis lebih pede untuk mengatakan kaum yang sok kritis, PRD atau Forkot adalah indikator yang paling bisa dilihat dengan mata telanjang. Mereka yang berfikir bahwa daya kritis itu indakasinya adalah melawan kemapanan. Mereka yang kritis ini memang paling getol melawan sesuatu yang mapan baik secara sosial maupun kultur.

Salam Ujung Jari!

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun