Mohon tunggu...
Imam Prasetyo
Imam Prasetyo Mohon Tunggu... -
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Saya muslim

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Islam sebagai Agama Warisan, Menjawab Kebimbangan Afi Nihaya Faradisa

23 Mei 2017   08:27 Diperbarui: 23 Mei 2017   09:43 1197
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

"Ketika negara lain (baca: maksudnya negara yang sudah sangat maju) sudah pergi ke bulan atau merancang teknologi yang memajukan peradaban, kita masih sibuk meributkan soal warisan (baca: agama yang dianut)"

Dikutip dari artikel yang di posted seorang Facebooker bernama Afi Inayah Faradisa yang sedang menjadi trending topic.

*****

Tulisan dari anak kelas dua belas tersebut sebenarnya tidak heboh-heboh banget. Yang heboh adalah cecunguk yang menunggangi cara berfikir bebas dan tidak terikat -bahkan oleh agama yang diyakininya sebagai sesuatu yang diwariskan. Sebenarnya kalau dibaca dengan benar terlihat sekali ini bocah hanya lugu tapi berfikirnya berpendar tidak karuan. Sebagaimana warisan yang kerap mendapatkan stigma sebagai sesuatu yang kerap bahkan menjadi ajang bunuh-bunuhan saudara dengan saudara yang lainnya. Warisan kerap menjadi pintu masuk berpecahnya keguyuban persaudaraan hanya gegara sepetak sawah atau sebidang bangunan. Warisan menjadi begitu tinggi angka nominalnya.

Jika ada seseorang merasa Islam hanya merupakan warisan maka perlu diingat yang berpendapat seperti itu melupakan dua hal yang paling hakiki di dalam ke-islam-annya, yakni ikhlas dan ittiba' alias mengikuti konsep-konsep atau pola ibadah yang dikerjakan semasa hidupnya oleh Rasulullah. Ikhlas tentu saja pernyataan paling mutakhir didalam kehidupan seseorang saat melakukan apa yang disebut ibadah. Bagaimana seorang Afi bisa menafsirkan Islam yang dianutnya sebagai warisan jika saat bertakbir yang diyakini sepenuh hati adalah merupakan dedikasi paling tinggi yang dia peruntukkan kepada Allah Ta'ala semata?

Warisan lebih kepada simbol adanya sesuatu yang menjadi bukti cinta kasih dalam bentuk fisik. Itulah warisan meskipun kemudian kerap diimbuhi dengan pernyataan lebih bombastis bahwa kami (baca: orang tua) hanya mewariskan sebuah semangat hidup dan jiwa yang luhur didalam tubuh anak-anaknya kelak.

Jika menafsirkan sebuah kemajuan peradaban hanya melulu terbang ke bulan, mungkin Afi belum sempat menengok beberapa situs di Amerika Tengah yakni dimana suku Maya pernah bermukim. Beberapa ahli atau para pelanglang peradaban menemukan beberapa dugaan bahwa ribuan tahun yang lalu bahkan suku Maya ditengarai dihampiri oleh entitas yang kita kenal dengan alien atau sebagian lainnya berpendapat bahkan tetua suku dari beberapa suku-suku yang pernah hidup ribuan tahun lalu pernah ke bulan.

Mari kita jernihkan, jika indikator maju tidaknya sebuah peradaban hanya melulu pergi ke bulan atau keluar angkasa dalam iman Islam, seseorang yang tiap tahun kita peringati kisah-kisah dramatis, fantastis dan luar biasa sebagai momen Nabi yang mulia menjemput kewajiban ke Sidratul Muntaha, tidak sekedar bulan atau hanya Mars. Nabi melesat meliebihi ribuan tahun cahaya. Nabi merasa maju peradabannya? Tidak! Karena selalu saja beliau yang mulia ini hanya berpesan dan mewanti-wanti untuk tetap berpegang teguh kepada Al Quran dan sunnah-sunnah beliau.

Peradaban itu berasal kata adab. Sesuatu yang dalam konotasi atau definisi tentang kehalusan dan kebaikan budi pekerti, kesopanan dann akhlak. Akan menjadi paradoks jika kita menafsirkan peradaban jika melulu terbang ke luar angkasa atau bisa membuat perangkat istimewa luar biasa semisal merubah air comberan menjadi emas atau mustika.

Dan jika Islam ditafsirkan sebagai formulasi untuk memperbaiki adab maka islam adalah sebaik-baiknya warisan yang ditinggalkan oleh Rasulullah Shalallaahu 'Alaiyi Wassalam. Sebagaimana beliau berkata,

"Sesungguhnya ulama adalah pewaris para nabi. Sungguh para nabi tidak mewariskan dinar dan dirham. Sungguh mereka hanya mewariskan ilmu maka barangsiapa mengambil warisan tersebut ia telah mengambil bagian yang banyak.” 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun