Mohon tunggu...
ignacio himawan
ignacio himawan Mohon Tunggu... Ilmuwan - ilmu terapan untuk keseharian

Sekedar berbagi.

Selanjutnya

Tutup

Cerita Pemilih

Tata Air Bersih untuk Jakarta, Sebuah Saran Bagi Pemenang Pilkada 2017

13 Februari 2017   05:32 Diperbarui: 13 Februari 2017   05:36 163
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Penyediaan air bersih adalah kunci utama untuk meperbaiki kesehatan masyarakat dan dengan demikian standar hidup. Sepanjang tinggal di Inggris saya seringkali melihat pancuran air umum yang sudah tidak berjalan karena setiap rumah sekarang memiliki suplai air yang memadai, namun jelas merupakan fasilitas umum yang berguna ketika benda tersebut dipasang. 

Yang paling megesankan adalah pancuran air yang berada di pusat kota tempat saya tinggal sekarang, yang terletak di pedalaman tanah Angel (kata orang Prancis) karena di pancuran tersebut terdapat plakat perunggu (tidak terlihat di foto) sebagaimana layaknya monumen penting di London. Plakat tersebut memperingati datangnya suplai air bersih bagi seluruh penduduk kota setelah pemimpin paroki setempat berhasil membangun waduk air yang letaknya di perbukitan beberapa mil dari kota tersebut pada tahun 1870-an. Lambang kepala singa yang tampak di foto adalah penghargaan bagi pemimpin paroki yang waktu itu adalah administrator utama kota, kurang lebih posisi walikota.

....

Satu hal yang paling menarik dari debat pilkada Jakarta adalah topik tata air yang muncul di debat kedua. Harus diakui bahwa pertahana memiliki jajak rekam yang baik dalam bidang ini. Normalisasi sungai dan terusan di Jakarta adalah sebuah terobosan yang bagus. Mudah-mudahan dapat dipertahankan karena limbah penduduk adalah keniscayaan (bahkan ketika penduduknya memiliki kesadaran lingkungan yang tinggi) sehingga normalisasi adalah proses berjalan. 

Tidak seperti kegiatan pengelontoran Kali Mas Surabaya di akhir tahun 1980-an yang menjadi berita besar namun tidak diikuti oleh kegiatan pemeliharaan sungai. Tentu saja kegiatan normalisasi ini berhubungan erat dari masalah pengendalian banjir yang memang mengalami banyak kemajuan dalam empat tahun belakangan ini.

Saya salut dengan pendekatan pertahana dalam masalah penyediaan air bersih yang di integaris dengan tata air limbah. Dalam sikulus air, kegiatan penduduk di rumah dan kantor lah yang mengubah air bersih menjadi limbah. Namun hingga saat ini pertahan tetap belum menangani permasalahan suplai air bersih. Bagi yang berlangganan air dari Pam Jaya, apakah anda menggunakan air tersebut untuk keperluan minum dan memasak ? Rasanya tidak karena air tersebut memang kurang layak untuk dikonsumsi. 

Bahkan di beberapa tempat air masih berbau "peceren". Dua permasalahan utama adalah infrastruktur pipa distribusi yang mengalami kebocoran sehingga terjadi kontaminasi serta kualitas pengolahan air sebelum dikirim ke dalam pipa. Ini jelas akan menjadi PR bagi pemda DKI untuk tahun tahun kedepan. Yang hilang dalam debat ini adalah permasalahan sumber suplai air. 

.....

Tata air Jakarta adalah hal yang pelik karena semuanya saling berhubungan. Topologi geografi fisik dan manusia memainkan peranan sangat penting sehingga permasalahan ini merupakan gabungan antara sistem aliran di muka dan di dalam tanah.

Sebagai dataran rendah di daerah hilir aliran sungai yang dikitari perbukitan, Jakarta memang ideal untuk menjadi kota pelabuhan yang berkembang menjadi pusat bisnis sejak abad ke-16. Topologi fisik ini dapat dilihat di Belanda yang tumbuh menjadi pusat kekutana ekonomi Eropa di abad ke-17, walaupun kecil wilayahnya dan serta tanah St Louis yang membuat Prancios memiliki daerah koloni di Amerika utara yang jauh lebih besar daripada wilayah asli AS. Namun hal ini berarti aliran muka tanah menjadi persoalan karena fluktuasi yang tinggi. Di zaman dahulu, sebaian daerah Jakarta memang mangalami banjir alami ketika debit air di hulu sangat tinggi. 

Denagn kata lain banjir bandang adalah fenomena alam di Jakarta. Namun sejalan dengan pertumbuhan penduduk, banjir alami tidak dapat diterima begitu saja. Hingga debat kedua, saya sebenarnya agak kecewa karena materi pembahasan tidak lebih dari sumur resapan. Tidakkah lebih baik apabila air muka tanah ini ditata melalui waduk sebagai prasarana primer dan resapan sebagai prasarana sekunder baru terusan dan sungai dalam kota untuk tersier. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerita Pemilih Selengkapnya
Lihat Cerita Pemilih Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun