Mohon tunggu...
IDRIS APANDI
IDRIS APANDI Mohon Tunggu... Penulis - Penikmat bacaan dan tulisan

Pemelajar sepanjang hayat.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Sekuntum Mawar untuk Para Pahlawan Mudik

10 Juli 2016   00:44 Diperbarui: 10 Juli 2016   01:14 83
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Perjalanan menuju tempat yang dituju terhadang macet. Kendaraan yang kami tumpangi lebih banyak diam daripada bergerak, dan sesekali maju beberapa meter. Untuk menghemat bahan bakar, banyak pengendara yang mematikan mesin mobilnya dan dihidupkan kembali ketika akan bergerak.

Kemacetannya lumayan parah, karena beberapa hari setelah lebaran, banyak yang pergi berwisata atau bersilaturahmi. Di tengah-tengah kemacetan, Saya melihat polisi dan sukarelawan dari Pramuka dan beberapa organisasi lainnya sibuk dan seolah tidak mengenal lelah mengatur arus lalu lintas agar para pengguna jalan dapat segera sampai ke tempat yang dituju.

Di saat Saya memperhatikan aktivitas mereka, Saya lalu teringat kepada orang-orang yang bertugas membantu kelancaran arus mudik dan juga arus balik lebaran. Mereka tidak mengambil cuti, tidak mudik, bahkan tidak lebaran bersama keluarga, padahal mereka pun sama memiliki keluarga, dan keluarganya pun sama menginginkan dapat berlebaran bersama orang-orang tercinta. Walau demikian, mereka sadar, kepentingan negara atau kepentingan umum lebih utama dari kepentingan keluarga atau pribadi, sehingga mereka pun legowo menerima kenyataan tersebut.

Dalam sebuah berita dikisahkan ada seorang polisi yang sudah 33 tahun tidak pulang kampung karena melaksanakan tugas, bahkan pernah dituntut cerai oleh istrinya karena dianggap tidak peduli terhadap keluarga. Hal tersebut menggambarkan begitu beratnya konsekuensi yang harus diterima oleh seorang abdi negara.

Bagi Saya, para petugas yang wajib stand by pada saat arus mudik, seperti polisi, aparat dishub, tenaga kesehatan, petugas pemadam kebakaran, adalah para pahlawan mudik. Jasa mereka kadang luput dan terlupakan baik oleh para pemudik maupun oleh media. Bahkan mereka justru kadang menjadi sasaran sumpah serapah pemudik ketika lalu lintas macet atau ketika pelayanan dinilai lamban, padahal mereka telah bekerja dengan optimal. Nasib jadi petugas ya demikian, berjasa jarang dipuji, tapi kalau gagal dicaci maki.

Untuk menghibur pemudik, ada polisi yang menari atau menggunakan kostum unik. Di tengah teriknya sinar matahari dan derasnya hujan, mereka tetap bertugas. Mereka pun kerap harus menahan emosi dalam menghadapi kelakuan pemudik yang tidak tertib atau sulit diatur.

Sebuah pepatah bijak mengatakan bahwa bangsa yang besar adalah bangsa yang menghargai jasa pahlawannya. Maksud pahlawan disini bukan hanya para pahlawan yang berjuang merebut kemerdekaan dari tangan penjajah, tapi juga para petugas yang bekerja tanpa lelah siang dan malam membantu kelancaran arus mudik dan balik lebaran karena tanpa jasa mereka, para pemudik tidak akan dapat mudik dan balik dengan nyaman.

Walau memang ada kekurangan, seperti terjadinya macet horor di tol Brebes, bukan berarti kita tidak perlu mengapresiasi kerja keras para petugas. Budayawan Mochtar Lubis mengatakan bahwa salah satu "penyakit" bangsa Indonesia adalah kurang menghargai hasil karya atau kerja keras orang lain, sehingga "penyakit" tersebut harus "disembuhkan" dengan cara mengubah paradigma, belajar mengapresiasi sekecil apapun kerja keras atau hasil karya orang lain.

Para pahlawan mudik tersebut sebenarnya tidak memerlukan apresiasi. Lalu lintas lancar atau pelayanan memuaskan pelanggan pun bagi mereka sudah menjadi sebuah kebahagiaan. Walau demikian, tidak salah pula ketika kita mengucapkan terima kasih sebagai bentuk apresiasi kepada mereka. Wahai para pahlawan mudik, terimalah sekuntum mawar dari kami sebagai tanda terima kasih kami atas kerja keras kalian.

 Oleh : IDRIS APANDI

Garut, 5 Syawal 1437 H/ 10 Juli 2016.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun