Oleh:
IDRIS APANDI
(Widyaiswara Lembaga Penjaminan Mutu Pendidikan/LPMP Jawa Barat)
Pengumuman hasil Ujian Nasional (UN) disambut gembira oleh para peserta ujian yang lulus. Walau sebenarnya nilai UN tidak lagi menjadi syarat kelulusan, karena kelulusan sepenuhnya diserahkan kepada sekolah, dan nilai UN hanya menjadi salah satu nilai yang akan diolah dan dipertimbangkan secara akumulatif dalam kriteria kelulusan, digabung dengan nilai raport dan nilai Ujian Sekolah (US).
Perayaan kelulusan masih banyak diwarnai dengan aksi mencurat-coret seragam dengan pylox, konvoi, kebutan-kebutan, melanggar peraturan lalu lintas, pesta miras, hingga tawuran. Tak jarang, aksi tersebut menyebabkan jatuhnya korban, baik dari pihak  mereka, maupun pihak lain. Â
Walau demikian, ada juga kelompok siswa yang merayakan kelulusannya dengan melaksanakan sujud syukur dan mengadakan acara sosial, seperti membagikan seragam bekas layak pakai dan membagi sembako.
Hal ini merupakan langkah positif yang terus didorong dan dikampenyekan. Tradisi "primitif" perayaan kelulusan dengan mencurat-coret baju seragam sudah saatnya semakin dikurangi. Karena disamping perbuatan tidak terpuji dan sekaligus tidak bermanfaat. Selain itu, juga tidak sesuai dengan karakter seorang lulusan sebagaimana diatur oleh Standar Kompetensi Kelulusan (SKL).
Standar Kompetensi Lulusan adalah kriteria mengenai kualifikasi kemampuan lulusan yang mencakup sikap, pengetahuan, dan keterampilan. Aksi curat-coret seragam pascakelulusan bisa merupakan dampak dari karakter lulusan yang tidak literat sekaligus tidak berkarakter. Ketika sikap dan perbuatan mereka belum sesuai dengan SKL, maka secara substantif, mereka belum layak dinyatakan lulus.
Seorang lulusan bisa saja tidak tahu bahwa ada SKL yang harus dimilikinya. Dan pada umumnya, kadang hal seperti itu tidak tersosialisasikan kepada peserta didik. Hanya diketahui oleh "orang-orang dewasa" dalam hal ini pengawas, kepala sekolah, dan guru, itu pun kalau pernah membacanya.
Seorang lulusan yang literat dan berkarakter tentunya akan mampu menimbang dan memutuskan tindakan yang positif dilakukan pascalulus, misalnya dengan sujud syukur, mendatangi guru-gurunya dan mengucapkan terima kasih atas bimbingannya.
Mereka pulang dengan tertib ke rumah masing-masing, memberi tahu orang tua dan menyampaikan terima kasih atas perhatian dan dukungannya selama belajar, serta meminta doa agar diberikan kelancaran dalam meraih cita-cita karena perjalanan meraih cita-cita masih jauh. Mereka mengumpulkan pakaian seragam bekas layak pakai, dan menyumbangkannya kepada yang membutuhkan.