Mohon tunggu...
IDRIS APANDI
IDRIS APANDI Mohon Tunggu... Penulis - Penikmat bacaan dan tulisan

Pemelajar sepanjang hayat.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Lulusan yang Literat dan Berkarakter

7 Mei 2018   08:36 Diperbarui: 7 Mei 2018   08:55 584
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Oleh:

IDRIS APANDI

(Widyaiswara Lembaga Penjaminan Mutu Pendidikan/LPMP Jawa Barat)

Pengumuman hasil Ujian Nasional (UN) disambut gembira oleh para peserta ujian yang lulus. Walau sebenarnya nilai UN tidak lagi menjadi syarat kelulusan, karena kelulusan sepenuhnya diserahkan kepada sekolah, dan nilai UN hanya menjadi salah satu nilai yang akan diolah dan dipertimbangkan secara akumulatif dalam kriteria kelulusan, digabung dengan nilai raport dan nilai Ujian Sekolah (US).

Perayaan kelulusan masih banyak diwarnai dengan aksi mencurat-coret seragam dengan pylox, konvoi, kebutan-kebutan, melanggar peraturan lalu lintas, pesta miras, hingga tawuran. Tak jarang, aksi tersebut menyebabkan jatuhnya korban, baik dari pihak  mereka, maupun pihak lain.  

Walau demikian, ada juga kelompok siswa yang merayakan kelulusannya dengan melaksanakan sujud syukur dan mengadakan acara sosial, seperti membagikan seragam bekas layak pakai dan membagi sembako.

Hal ini merupakan langkah positif yang terus didorong dan dikampenyekan. Tradisi "primitif" perayaan kelulusan dengan mencurat-coret baju seragam sudah saatnya semakin dikurangi. Karena disamping perbuatan tidak terpuji dan sekaligus tidak bermanfaat. Selain itu, juga tidak sesuai dengan karakter seorang lulusan sebagaimana diatur oleh Standar Kompetensi Kelulusan (SKL).

Standar Kompetensi Lulusan adalah kriteria mengenai kualifikasi kemampuan lulusan yang mencakup sikap, pengetahuan, dan keterampilan. Aksi curat-coret seragam pascakelulusan bisa merupakan dampak dari karakter lulusan yang tidak literat sekaligus tidak berkarakter. Ketika sikap dan perbuatan mereka belum sesuai dengan SKL, maka secara substantif, mereka belum layak dinyatakan lulus.

Seorang lulusan bisa saja tidak tahu bahwa ada SKL yang harus dimilikinya. Dan pada umumnya, kadang hal seperti itu tidak tersosialisasikan kepada peserta didik. Hanya diketahui oleh "orang-orang dewasa" dalam hal ini pengawas, kepala sekolah, dan guru, itu pun kalau pernah membacanya.

Seorang lulusan yang literat dan berkarakter tentunya akan mampu menimbang dan memutuskan tindakan yang positif dilakukan pascalulus, misalnya dengan sujud syukur, mendatangi guru-gurunya dan mengucapkan terima kasih atas bimbingannya.

Mereka pulang dengan tertib ke rumah masing-masing, memberi tahu orang tua dan menyampaikan terima kasih atas perhatian dan dukungannya selama belajar, serta meminta doa agar diberikan kelancaran dalam meraih cita-cita karena perjalanan meraih cita-cita masih jauh. Mereka mengumpulkan pakaian seragam bekas layak pakai, dan menyumbangkannya kepada yang membutuhkan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun