Mohon tunggu...
Hudzaifah Uudz
Hudzaifah Uudz Mohon Tunggu... pelajar/mahasiswa -

sesuatu kadang tidak terduga, sesuatu itu salah satunya adalah Aku

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Tantangan Pendidikan Vokasi

16 April 2012   03:43 Diperbarui: 25 Juni 2015   06:34 696
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gadget. Sumber ilustrasi: PEXELS/ThisIsEngineering

Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) menjadi sorotan publik dengan kehadiran mobil rakitan Kiat Esemka. Banyak orang berbicara tentang kepemimpinan Jokowi, nasib kegagalan mobil nasional, juga termasuk politik pencitraan Jokowi. Tapi, tampaknya orang tidak akan membicarakan nasib masa depan siswa-siswa (dan) SMK terutama di hadapan masyarakat, dunia industri, dan pengambil kebijakan pendidikan.

Sekolah SMK pada dasarnya adalah sekolah keprofesian, vokasional, atau keahlian sebagai jalur profesi. Proyeksi lulusannya, dengan demikian, adalah untuk mendapatkan kerja yang sesuai dengan keahlian yang telah mereka pelajari di bangku SMK.

Yang jadi pertanyaan adalah bagaimana jika mereka tidak mendapatkan pekerjaan. Apa penyebabnya? Dalam pengamatan saya, di sini ada dua penyebab. Pertama, memang lulusan itu tidak kompeten. Untuk mengatasi permasalahan ini, langkah-langkah yang harus dikerjakan antara lain membenahi kurikulum, memperbaiki tenaga pendidik yang mumpuni dengan menyekolahkan lagi, memperbanyak praktik, dan sebagainya.

Namun, untuk mengatakan bahwa lulusan SMK Solo sekarang sudah cukup kompeten memang tidak mudah jika parameternya adalah mendapatkan pekerjaan. Dari sini kita masuk ke penyebab yang kedua, yaitu tidak ada lapangan pekerjaan bagi lulusan SMK tersebut. Di sini permasalahan menjadi sangat rumit dan kompleks. Meski demikian, pada dasarnya kembali pada pertumbuhan ekonomi yang harus ditingkatkan dan dijaga stabilitasnya untuk menyiapkan dan memberikan lapangan kerja.

Kampung industri vokasi
Untuk itu, melihat dari segi pemegang pemerintahan, perlu dikembangkan kampung vokasi. Selama ini pemerintah Solo cukup banyak memberikan perhatian pada kampung batik. Ke depan, pemerintah Solo seharusnya bisa mengembangkan kampung kerajinan, kampung kesenian, kampung teknologi, dan sebagainya, yang dikelola sesuai dengan menejemen berkultur Jawa untuk menampung lulusan SMK. Di kampung-kampung ini, pemerintah dituntut untuk mengembangkan dan menjadikannya sebagai basis industri rumahan (home industy).

Dua permasalahan internal dan eksternal ini harus dikelola secara sinergis. Di sini, kita ingat model pendidikan ala Orde Baru untuk menunjang proyek pembangunan ekonomi. Yaitu model pendidikan link and match. Model ini sangat tepat diterapkan untuk lembaga pendidikan SMK sebagai pendidikan vokasi. Pada intinya, model pendidikan ini berbasis pada penyesuaian kurikulum dengan kebutuhan ekonomi. Keterampilan profesi para siswa disesuaikan (link) dengan dengan lapangan pekerjaan yang ada (match).

Pendidikan vokasi akan gagal jika mengabaikan model pendidikan ini. Maka SMK-SMK dituntut untuk terus-menerus menyesuaikan vokasionalitasnya dengan permintaan pasar kerja. Di sini, pemerintah, swasta, dan sekolah SMK harus bersinergi dengan melakukan kerja sama atau kontrak kerja. Di Solo, SMK yang sudah mengantongi kontrak kerja dengan perusahaan pemerintah atau swasta sangat sedikit. Ini menjadi masalah penting.

Mentalitas
Masalah yang tak kalah penting adalah mentalitas siswa SMK. SMK, sebagaimana yang ada sekarang, memprioritaskan pada teaching factory, memfokuskan pengajarannya pada keterampilan vokasional sebagai bekal hidup secara mandiri. Dengan demikian, pekerjaan untuk mereka lebih banyak di luar pemerintahan atau pegawai negeri sipil (PNS).

Padahal, sudah menajdi rahasia umum bahwa orang Jawa memiliki mentalitas priyayi yang sangat kental. Mereka lebih suka menjadi abdi/pegawai negeri sipil (PNS). Bukan saja keuntungan ekonominya lebih menjamin, tapi juga memiliki nilai ibadah kultural kejawaan yang sangat kuat. Warisan kerajaan dan kolonialisme itu masih mendarah daging. Saat ada pendaftaran PNS, pesertanya sangat membludak.

Mengurusi masalah ini jauh lebih rumit dari pada masalah teknis. Siswa SMK harus diberi motivasi pengembangan diri berbasis enterpreneurship. Mereka tidak hanya dipersiapkan untuk menjadi seorang teknisi atau seorang ahli di bidang tertentu, mereka juga harus didorong untuk menjadi bos, pengusaha, inovator, katakanlah sebagai technopreneur, bogaprenuer, artpreneur, dan sebagainya.

Perguruan tinggi
Permasalahan berikutnya adalah bagi siswa yang ingin melanjutkan ke jenjang pendidikan tinggi. Sudah menjadi kesadaran umum bahwa semakin tinggi pendidikan seseorang semakin besar kesempatan sukses di kemudian hari. Maka tidak mengherankan jika lulusan SMK yang dipersiapkan untuk langsung bekerja masih tetap berburu bangku perguruan tinggi. Perguruan tinggi tetap menggiurkan dengan janji-janji masa depannya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun