Mohon tunggu...
Hendy Mustiko Aji
Hendy Mustiko Aji Mohon Tunggu... Dosen - Dosen di Universitas Islam Indonesia

Dosen di Universitas Islam Indonesia

Selanjutnya

Tutup

Money Artikel Utama

Mengenal Strategi Retro Marketing: Yang Klasik Memang Lebih Asyik

29 Juni 2017   08:40 Diperbarui: 30 Juni 2017   06:44 2603
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber ilustrasi: kotabumi-lampura.blogspot.co.id

Istilah Retro-Marketing dipopulerkan oleh Professor Stephen Brown melalui buku dan tulisan lainnya dalam bentuk artikel terpublikasi diberbagai Jurnal Internasional. Yang paling terkenal adalah tulisannya yang dipublikasikan di Harvard Business Review berjudul "Torment Your Customers (They'll Love it)".

Berdasarkan pengalamannya selama bertahun-tahun melakukan riset pasar, Prof. Stephen Brown mendapati bahwa konsumen sebetulnya tidak selalu ingin dimanja, tetapi terkadang mereka meminta untuk 'disiksa' dengan siksaan pemasaran.

Pemasar tidak seharusnya 'diperbudak' oleh konsumen dengan mencari-cari apa saja yang mereka inginkan atau butuhkan. Konsumen itu sendiri sebetulnya tidak benar-benar mengetahui apa yang mereka ingin dan butuhkan, mereka ingin segalanya. 

Pemasar harus jual mahal, jangan lagi mau diperbudak konsumen. Bertindaklah layaknya gadis perawan, semakin cantik akan semakin sulit didapatkan. 

Bukan lagi zamannya pemasar selalu menyediakan apa yang diinginkan dan dibutuhkan oleh konsumen, pemasar harusnya menciptakan itu semua. Tidak usah repot-repot mencari tahu apa yang konsumen ingin dan butuhkan, tawarkan saja kepada mereka pengalaman masa lalu. Siksa mereka dengan nostalgia, mereka tidak akan protes bahkan mereka akan terus meminta untuk disiksa seperti itu. Itulah apa yang disebut dengan strategi Retro-Marketing.

sumber: nonton.film
sumber: nonton.film
Pemasar dapat menciptakan apa yang dibutuhkan dan diinginkan konsumen dengan cara: 
  1. Mengurangi ketersediaan produk, 
  2. Menunda pemuasan konsumen, 
  3. Meninggikan harapan konsumen, dan 
  4. Menciptakan rasa penasaran konsumen.

Masih segar di ingatan kita dimana LINE Corp, sebuah perusahaan chatting asal Jepang membuat sebuah iklan yang bertema nostalgia tentang kisah asmara Rangga dan Cinta. Iklan yang berbalut story telling tersebut sukses menjadi viral di sosial media.

Para penggemar film "Ada Apa Dengan Cinta" (AADC) benar-benar dibuat tersiksa dengan rasa penasaran tak tertahankan. Siksaan nostalgia itu menjadi sebab dibuatnya film AADC yang sukses menyedot jutaan penonton. Popularitas film sequel AADC itu pun merambah sampai ke Negeri Jiran. Pemasar tidak menyediakan permintaan, tapi menciptakan permintaan itu sendiri.

Contoh lainnya adalah bagaimana film "Warkop DKI Reborn: Jangkrik Bos". Alur cerita dan lawakannya padahal bukan sesuatu yang baru, tapi penonton menikmatinya, bahkan sangat menikmatinya. Walhasil, film ini menjadi film Indonesia terlaris sepanjang sejarah di negara kita (lihat: filmindonesia.or.id).

Lihatlah, betapa dahsyat kekuatan nostalgia, bukan?!

Hal yang sama juga merambah pada industri musik tanah air. Di tengah jenuhnya para penikmat musik dengan genre yang membosankan, munculah beberapa Band yang dipelopori anak-anak muda yang menawarkan genre nostalgia masa lalu ala-ala The Beatles, Koes Ploes, Led Zeppelin, Rolling Stones dan lain sebagainya.

Anak-anak muda saat ini tentu tahu Band The S.I.G.I.T yang terkenal lewat pentas seni anak SMA. The S.I.G.I.T bisa terkenal karena mereka 'menyiksa' kuping penikmat musik dengan distorsi gitar ala Led Zeppelin. Masih banyak lagi contoh band yang sukses dengan ide nostalgia.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun