Mohon tunggu...
Keyboard Warrior
Keyboard Warrior Mohon Tunggu... -

I'll keep writing when nobody reads. I'll keep writing when papers extincts. I'll keep writing when there is no pen and will keep writing when my time has come to write in my Kingdom of Hell.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Uji Publik TV oleh Komisi Paling Iseng

16 Februari 2016   04:41 Diperbarui: 16 Februari 2016   12:29 412
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption caption="Ilustrasi - Para petugas Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) sedang memantau acara televisi dari sebelas stasiun TV di ruang pemantauan (KOMPAS/GESIT ARIYANTO)"][/caption]Beberapa hari ini, selain Valentine Day, masyarakat juga sedang sibuk membahas uji publik stasiun televisi untuk mengantongi Izin Penyelenggaraan Penyiaran yang berlaku selama 10 tahun. Banyak stasiun televisi geger akibat "produk" buatan Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) tersebut. Sebagai jurnalis alias wartawan, saya menyambut baik jika hal tersebut adalah sarana untuk melibatkan masyarakat dalam menilai tayangan televisi. Sisi lain, momen ini juga seharusnya dapat menjadi ajang KPI untuk memperbaiki kinerjanya. Maksudnya, dapat membedakan, memahami, sekaligus melibatkan masyarakat saat akan "menilang" suatu tayangan.

Saya mulai dengan sedikit arti dari eksistensi uji publik itu sendiri. Uji publik dapat diartikan sebagai pengujian oleh stakeholder atau pemangku kepentingan atas draf standar sebelum dan sesudah ditetapkan sebagai standar. Tujuannya adalah melakukan penyempurnaan gagasan yang telah terhimpun. Sehingga, masyarakat dapat memberi saran atau kritik yang bersifat konstruktif.

Dalam dunia penyiaran, Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) adalah yang saya yakini berkewenangan mengadakan uji publik berdasarkan Rancangan Peraturan Menteri (RPM) Kominfo tentang Persyaratan dan Tata Cara Perizinan Penyelenggaraan Penyiaran. Adapun Tata Cara dan Persyaratan Perizinan Penyelenggaraan Penyiaran sebelumnya telah diatur dalam Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika Nomor 28/P/M.Kominfo/09/2008. Jika lolos, eksistensi TV di Indonesia dapat berlanjut hingga 10 tahun ke depan.

Lantas, ada sejumlah pertanyaan yang timbul. Pertama adalah tentang mekanisme dan teknis pelaksanaannya. Lalu, kelompok masyarakat yang disasar, instrumen atau aturan main yang digunakan dan seberapa besar pengaruh dan kontribusinya saat memproses pertimbangan izin penyiaran pada Kominfo. Soal implementasi, KPI harus menyiapkan dan memublikasikan metode khusus yang akan menjamin secara pasti keikutsertaan seluruh rakyat Indonesia. Bila perlu, KPI harus melibatkan seluruh anak di bawah umur sebagai bentuk kepedulian dan tanggung jawab atas "perlakuan tidak menyenangkan" yang dialami Tom dan Jerry.

Kemudian, tentang instrumen atau aturan main yang digunakan dalam menilai sebuah produk dari 10 stasiun swasta yang masa kadaluarsanya hingga tahun ini. Dalam hal ini, KPI harus menggunakan dasar yang pasti dan kuat dalam menilai suatu tayangan. Jangan sampai KPI menganggap Spongebob lebih berbahaya ketimbang GGS sehingga "memaksa" pihak televisi mengisi kekosongan dengan produk dalam negeri yang kurang mendidik. Tidak menampik bahwa mereka (pihak televisi) juga butuh rating.

Yang terakhir, terkait pengaruh dan kontribusi hasil uji publik dalam proses pertimbangan persetujuan IPP pada Kominfo. Mengutip statement Anggota Komisi I DPR Arief Suditomo yang mengatakan bahwa penolakan parlemen atas rencana Komisi Penyiaran Indonesia rawan rekayasa. Saya sependapat dengan pernyataan tersebut. Sebab sejatinya semua masyarakat dapat ikut serta dalam uji publik. Termasuk segelintir oknum yang notabene tidak menutup kemungkinan membawa muatan atau kepentingan politik dan bisnis.

Intinya, baik stasiun TV dan KPI harus saling introspeksi dan memperbaiki kinerjanya. TV harus mulai mengurangi tayangan-tayangan sampah, sedangkan KPI harus mulai bijak dan cerdas dalam bertindak. Jangan sampai KPI menjadi Komisi Paling Iseng dan terkesan tidak masuk akal di mata masyarakat ketika menyatakan Jerry lebih tidak bermoral ketimbang "tikus berdasi". Atau antara tontonan siluman serigala alay lebih mendidik dibanding Little Krisna.

 

Sumber:

1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun