Mohon tunggu...
HENDRA BUDIMAN
HENDRA BUDIMAN Mohon Tunggu... Freelancer - Swasta

Setiap tempat adalah sekolah, semua orang adalah guru

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Apakah Andi Narogong Dilindungi?

21 Maret 2017   11:11 Diperbarui: 21 Maret 2017   11:21 454
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Kemarin (20/3/2017) Melchias Marcus Mekeng anggota DPR dari Fraksi Partai Golkar melaporkan Andi Narogong ke polisi (Sumber: Kompas). Melchias merasa Andi Agustinus alias Andi Narogong telah mencemarkan nama baiknya. Bagaimana tidak, Andi bilang Melchias telah menerima uang USD 1,400,000 dari proyek KTP elektronik. Keterangan Andi Narogong tertulis di surat dakwaan Jaksa KPK untuk tersangka Irman dan Sugiharto halaman 10 dan halaman 58. Saat itu Melchias masih menjabat sebagai Ketua Badan Anggaran DPR. Peristiwa pemberian uang haram itu terjadi pada Oktober 2010, sedangkan Melchias menjadi Ketua Badan Anggaran DPR sejak Juli 2010 hingga 12 Agustus 2012 (Sumber: Kompas). Tentu saja Melchias berang, namanya diseret-seret masuk kedalam kasus mega korupsi KTP elektronik. Ihwal itulah, politisi Golkar ini melaporkan Andi Narogong ke polisi dengan tuduhan memberi keterangan palsu kepada KPK, fitnah dan pencemaran nama baik.

Urusan lapor melapor dengan tuduhan pencemaran nama baik kepada saksi dan pelapor kasus korupsi bukan barang baru. Selalu muncul ketika seorang pejabat atau politisi yang namanya disebut dan terlibat dalam kasus korupsi, serangan baliknya: melaporkan ke polisi dengan tuduhan fitnah dan pencemaran nama baik. Jalur hukum yang ditempuh ini seolah ingin menangkis opini publik bahwa dia bukan (calon) koruptor. Jika selalu begitu kejadiannya, adakah perlindungan yang diberikan kepada saksi dan pelapor? Dan lebih khusus lagi, apakah Andi Narogong mendapat perlindungan hukum?

Secara normatif jawabannya: iya, mendapat perlindungan hukum. Normatif maksudnya, menurut peraturan hukum yang berlaku saat ini. Ada beberapa peraturan yang memberi perlindungan hukum bagi saksi dan pelapor khususnya kasus korupsi. Tetapi dalam kenyataannya aturan-aturan itu multi tafsir, tidak sinkron satu sama lain dan tidak diterapkan secara sungguh-sungguh. Perbedaan bukan saja di tingkat pelaksanaannya oleh aparat penegak hukum namun dalam tataran konseptual. Coba kita periksa  !

Aturan yang tertinggi – menurut hirarkinya – adalah undang-undang. Ada UU Nomor 13 tahun 2006 (telah diubah dengan UU No 31 tahun 2014)  tentang Perlindungan Saksi dan Korban. Pasal 10 ayat 1 berbunyi “ Saksi, korban, dan pelapor tidak dapat dituntut secara hukum baik pidana maupun perdata atas laporan, kesaksian yang akan, sedang, atau telah diberikannya”. Dalam penjelasan disebutkan yang dimaksud dengan  "pelapor" adalah orang yang memberikan informasi kepada penegak hukum mengenai terjadinya suatu tindak pidana.

Pada peristiwa Melchias versus  Andi Narogong muncul dua masalah yang harus diselesaikan terlebih dahulu: Pertama, apakah Andi Narogong sudah melapor dan meminta perlindungan kepada Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK)?.  Atau LPSK secara aktif telah menghubungi Andi Narogong untuk memberi perlindungan hukum. Sampai hari ini (menurut kabar di media massa) Andi belum melapor ke LPSK. Dengan cara ini, LPSK dapat meminta kepolisian untuk menunda proses penyelidikan atau penyidikan atas laporan pencemaran nama baik oleh Melchias.

Masalah kedua, konsistensi kepolisian dalam hal ini penyidik untuk memperhatikan perlindungan hukum bagi saksi dan pelapor kasus korupsi. Kebiasaan para penyidik “lupa” membaca dan menerapkan UU Perlindungan Saksi dan Korban dan berlindung pada aturan baku KUHP dan KUHAP.

Memang sudah ada aturan internal di kepolisian berkaitan dengan perlindungan saksi dan korban. Yakni Surat Edaran Bareskrim Polri Nomor: B/345/III/2005/Bareskrim tanggal 7 Maret 2005. Point 4 huruf a dan b secara garis besar menyatakan penanganan kasus pencemaran nama baik sebagai kasus yang timbul dari tindak pidana korupsi tidak menjadi prioritas utama. Dan kasus tindak pidana korupsi lebih didahulukan penangananya. Dengan (juga) merujuk pada Surat Edaran ini, LPSK dapat meminta kepolisian untuk menunda proses penanganan laporan pencemaran nama baik oleh Melchias.

Meskipun dalam kenyataannya, pihak kepolisian tidak 100% menjalankan aturan internalnya sendiri. Ada beberapa kasus dimana pihak kepolisian melanggarnya. Diantaranya kasus Susno Duadji ditetapkan sebagai tersangka atas laporan Brigjen Polisi Edmon Ilyas dan Brigjen Polisi Raja Erizman terkait laporan dengan dugaan pencemaran nama baik. Sebelumnya Susno Duadji menyebutkan nama dua orang jenderal di Kepolisian terlibat dalam praktik makelar kasus. Walaupun pihak kepolisian bisa berkilah bahwa kasus Susno Duadji tentang makelar kasus belum naik ke tahap pengadilan. Berbeda dengan kasus KTP elektronik.

Masalah krusialnya adalah apa status Andi Narogong dalam kasus KTP elektronik? Hingga hari ini KPK sebagai pihak penyidik maupun penuntut belum menentukan status Andi Narogong. Ini yang misterius. Nama Andi Narogong disebut sebanyak 20 kali dalam surat dakwaan Jaksa KPK. Tetapi sampai hari ini, Andi juga belum ditetapkan sebagai tersangka atau dipanggil sebagai saksi di pengadilan Tipikor.

Ketidakjelasan status ini berakibat pihak penegak hukum tidak dapat menggunakan Surat Edaran Mahkamah Agung (SEMA) Nomor 4 Tahun 2014. Paling tidak memilah katagori untuk disematkan pada status Andi Narogong.

Andi Narogong bukan pelapor tindak pidana atau whistle blower. Membaca surat dakwaan Jaksa KPK, peranAndi Narogong bukan pihak yang mengetahui tetapi terlibat dalam tindak pidana penyuapan. Meski begitu, Andi juga bukan saksi pelaku atau justice collaborator. Dengan ketidakjelasan status Andi Narogong apakah sebagai saksi, tersangka, pelapor, atau justice collaborator berakibat perlindungan hukum pada dirinya lemah. Melihat celah ini, bisa saja rekan sejawat Melchias Marcus Mekeng yang namanya juga disebut oleh Andi Narogong terlibat kasus KTP elektronik, beramai-ramai melaporkan ke polisi dengan tuduhan fitnah dan pencemaran nama baik.

Lalu bagaimana jika (berandai-andai) Andi Narogong menjadi justice collaborator?. Akan saya sambung pada artikel selanjutnya.

Salam Kompasiana.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun