Awal tahun 2008, saya melewati dan melihat salah satu BPR (Bank Perkreditan Rakyat) di kota Balikpapan, yang terletak tepat di pertigaan jalan dekat dengan Terminal Bis dan angkutan kota (angkot).
Sempat terbersit dibenak saya (maklum waktu itu masih minim pengetahuan tentang perbankan), apa sih itu BPR?? Bank untuk kredit saja kali ya!! Itulah pertanyaan dan pernyataan yang terpikir di benak saya.
Setelah saya bergabung di salah satu bank umum konvensional, saya mulai mengerti dan memahami bahwa perbankan itu terbagi beberapa kelompok yaitu:
- Bank Umum Konvensional. Bank Umum Konvensional ini sangat umum sekali kita ketahui. Terkadang dalam benak kita, terlebih lagi yang tinggal di desa-desa banyak mengenal dengan bank umum yang satu ini yaitu Bank Rakyat Indonesia (BRI). BRI-lah yang sangat diketahui/dikenal oleh masyarakat yang tinggal di pelosok Indonesia.
- Unit  Usaha Syariah. Unit Usaha Syariah merupakan bagian dari Bank Umum Konvensional, namun laporan keuangan tetap terpisah karena Unit Usaha Syariah ini menjalankan prinsip syariah.
- Bank Umum Syariah. Bank Umum Syariah pertama kali di Indonesia adalah Bank Muamalat. Bank yang pertama kali menjalankan sistem perbankan dengan prinsip syariah, lalu diikuti beberapa Bank umum lainnya membuka Bank umum yang berprinsip syariah.
- Bank Perkreditan Rakyat (BPR) Konvensional. BPR Konvensional ini, umumnya lebih banyak di daerah Jawa , Sumatera, dan Bali, sedangkan di daerah-daerah lain hanya beberapa saja. Sehingga seperti saya yang tinggal di kota Balikpapan, Kalimantan Timur, hanya mengenal satu PT BPR Ronabasa saja (pada saat itu hanya itu yang saya ketahui). Seiring waktu, saya mengetahui ada beberapa BPR lain yang statusnya hanya cabang.
- Bank Pembiayaan Rakyat (BPR) Syariah. BPR Syariah ini ada perbedaan nama/kepanjangan dari huruf "P" dengan BPR Konvensional. Karena sistem perbankannya menjalankan prinsip syariah maka huruf "P" kepanjangannya adalah Pembiayaan. Prinsip syariah tidak mengenal istilah bunga, maka dalam proses kerjasama pembiayaan berdasarkan kesepakatan dengan cara bagi hasil.
Keempat kelompok diatas dapat kita lihat atau akses melalui Bank Indonesia yang masih pelaporan data Laporan Keuangan Perbankan melalui Bank Indonesia.
Apakah keempat kelompok perbankan diatas di jamin negara?? Teringat tahun 1998, Indonesia mengalami krisis moneter dan perbankan, perekonomian Indonesia mengalami ketepurukan sehingga ada 16 (enam belas) bank mengalami likuidasi, mengakibatkan menurunnya tingkat kepercayaan masyarakat pada sistem perbankan kita.
Akibat krisis moneter dan perbankan tersebut, Pemerintah Republik Indonesia (RI) mengeluarkan Undang-undang (UU) Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan, mengamanatkan pembentukan suatu Lembaga Penjamin Simpanan (LPS).
Selanjutnya Pemerintah RI mengeluarkan dan mengesahkan Undang Undang No. 24 Tahun 2004 tentang Lembaga Penjamin Simpanan pada tanggal 22 September 2004. Berdasarkan UU tersebut, LPS berfungsi sebagai lembaga yang menjamin simpanan masyarakat dan turut aktif dalam memelihara stabilitas sistem perbankan sesuai dengan kewenangannya. Setahun kemudian, tanggal 24 September 2005, UU No.24 Tahun 2004 berlaku efektif dan LPS resmi beroperasi.
Akhirnya terjawablah apa yang menjadi pemikiran saya sebelumnya tentang BPR, ternyata masih dibawah pengawasan Bank Indonesia –saat ini dialihkan ke Otoritas Jasa Keuangan (OJK)– dan dijamin oleh LPS.
Adanya LPS, sebagai masyarakat yang menyimpan uangnya di bank –baik Bank Umum Konvensional/Syariah dan BPR Konvensional/Syariah– hati menjadi tenang dan tidak perlu kuatir untuk menyimpan uang di Bank terlebih lagi di BPR.
Kenapa menabung di BPR?? BPR memberikan suku bunga yang sangat kompetitif namun suku bunga tersebut tetap sesuai dengan ketentuan dari LPS sebagai penjamin.
Kita sebagai masyarakat yang menyimpan uangnya di bank, tentu ingin hasil pengembangan simpanannya produktif atau menghasilkan. Selain itu, tentunya aman dan terjamin. Jadi tempat yang dapat dijadikan untuk menyimpan dengan aman dan terjamin yaitu BPR.