Mohon tunggu...
Hantodiningratâ„¢
Hantodiningratâ„¢ Mohon Tunggu... Full Time Blogger - Minimalist Blogger

hantodiningrat.blogspot.com

Selanjutnya

Tutup

Gaya Hidup Artikel Utama

Lima Alasan Mengapa Kita Harus Mulai Belajar untuk Tidak Menghakimi Penampilan Seseorang

1 Oktober 2015   08:06 Diperbarui: 1 Oktober 2015   19:18 1210
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pepatah lama mengatakan bahwa, janganlah menilai buku dari sampulnya. Artinya, jangan pernah menilai seseorang berdasarkan penampilan luarnya! Pepatah ini terdengar sangat klise dan begitu naif memang. Rasanya, kita ini terlampau munafik dan sok suci, jika kita mengatakan bahwa kita tidak menilai seseorang dari penampilannya. Pasalnya, secara naluriah, kita akan tetap menilai seseorang dari penampilannya dulu, baru hati dan perilakunya. Tidak mungkin, tidak!

Tapi dibalik kecenderungan manusia yang selalu menilai sesuatu dari bungkus luarnya, ternyata memang ada baiknya jika kita mau belajar untuk tidak menghakimi seseorang dari penampilannya. Mengapa demikian? Karena pada dasarnya, tidak sesederhana itu untuk memahami perilaku manusia yang terkenal mempunyai hati yang berkelok-kelok. Terkadang ada sesuatu yang terpendam jauh di dasar sana, yang tak tampak atau yang sengaja disembunyikan dari permukaan.

Kalau dalamnya palung bisa diukur, jelas karena memang ada alat pengukurnya. Tapi kalau dalamnya hati seseorang? Siapa yang tahu? Lagipula, yang ditampakkan manusia itu kebanyakan hanya sedikit dari keadaan yang sebenarnya. Jadi, akan sangat tidak etis, jika kita memperlakukan seseorang sesuai dengan kadar penampilannya. Berikut ini adalah beberapa alasan mengapa kita harus mulai belajar untuk tidak menghakimi seseorang dari penampilan luarnya :

1. Berbaik sangka
Sebagai manusia yang sama-sama tidak sempurna, ada baiknya jika kita mulai sedikit belajar untuk berbaik sangka terhadap orang lain. Pernah suatu ketika, saat saya keluar kota, saya menjumpai seorang pengamen di bus kota yang berdandan ala anak punk. Secara pribadi, penampilannya memang kurang nyaman bagi saya. Tapi saya mencoba untuk tetap berbaik sangka kepadanya. Saya belajar untuk tidak menghakimi penampilannya. Lagipula, toh kita baru bertemu pertama kali. Saya tidak tahu kesehariannya seperti apa. Dan saya tidak ambil pusing, selama ia tidak mengganggu.

2. Ada orang-orang yang tak seberuntung kita
Saya pernah mendengar bahwa ada banyak kasus ketimpangan sosial yang terjadi dalam pelayanan masyarakat di suatu instansi tertentu. Beberapa orang merasa didiskriminasikan. Mereka yang secara penampilan terlihat seperti orang yang tidak mampu, seperti dilayani secara ogah-ogahan dan dipersulit. Sedang mereka yang tampilannya seperti orang berada, disambut dengan sambutan yang terkesan berlebihan. Mereka seolah-olah lebih diprioritaskan kepentingannya, dibanding orang yang tampak tidak mampu itu.

3. Jangan menuntut kesepadanan
Jika indikator penampilan yang baik adalah pakaian yang bagus, mahal, dan bermerk, maka sebagai manusia, kita benar-benar sudah selesai. Apalagi, jika kita sudah sampai pada satu tahap dimana cara kita memperlakukan seseorang, disesuaikan berdasarkan penampilannya. Alangkah sangat konyol, jika kita menuntut sebuah kesepadanan dalam hal berpenampilan. Jika penampilan yang baik dan keren itu dinilai dari bagus dan mahalnya sebuah pakaian, maka sayang sekali. Tingkat ekonomi dan status sosial seseorang ternyata berbeda-beda dan tidak bisa disamaratakan.

4. Kita tidak pernah berjalan di atas kaki mereka
Kita tidak pernah tahu apa yang terjadi dan apa yang sudah orang-orang lalui dalam hidup mereka. Penampilan bisa saja menggambarkan sedikit tentang mereka, tapi tidak untuk dihakimi secara langsung. Banyak orang yang menghindar dari orang-orang dengan ciri-ciri fisik mengenakan jubah, berjenggot, berjidat hitam dan bercelana cingkrang, lantaran takut kalau-kalau orang tersebut adalah seorang terduga teroris. Padahal, mungkin dibalik penampilannya itu, ia sedang mengamalkan ajaran yang dianjurkan dalam agamanya. Kasus rambut gondrong, juga begitu!

5. Karena kita adalah manusia
Berdasarkan pengalaman pribadi, orang-orang yang secara penampilan terlihat sebagai orang-orang yang kurang mampu dan lusuh, biasanya mereka mempunyai hati yang sangat baik. Biasanya mereka lebih ikhlas membantu orang lain. Mereka juga tampak lebih ramah kepada orang-orang yang ada di sekitarnya. Berbeda dengan orang yang terlihat atau pura-pura seperti orang kaya. Mereka biasanya cenderung dangkal, judgemental, individualistik, sok kaya, dan bahkan, ada lho yang penampilannya seperti orang yang baik, tapi di belakang layar, diam-diam mereka tilap duit negara seenaknya sendiri.

Don't judge by appearances; a rich heart may be under a poor coat. — Scottish Proverb

Jika ditarik kesimpulan, maka ada 2 hal yang harus kita lawan & hindari bersama, yakni stigmatisasi dan generalisasi. Kita harus melawan stigma, karena kita harus belajar untuk berbaik sangka kepada setiap orang. Adapun, alasan kita harus melawan generalisasi adalah, agar kita tidak jatuh dan terjebak dalam sebuah praktik penilaian yang dangkal. Disamping itu, perangai men-generalisir ini harus kita hindari, agar kita juga tidak mengidentikkan seseorang dengan parameter-parameter tertentu. 

Hantodiningratâ„¢ | Minimalist Blogger | Kompasianer | www.hantodiningrat.com

Mohon tunggu...

Lihat Konten Gaya Hidup Selengkapnya
Lihat Gaya Hidup Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun