Mohon tunggu...
Farah Hani Andini
Farah Hani Andini Mohon Tunggu... -

F

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

Perlukah Menerapkan Budaya Organisasi Seperti Google?

11 Oktober 2014   05:19 Diperbarui: 17 Juni 2015   21:31 2358
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Budaya organisasi merupakan budaya yang diterapkan di dalam organisasi untuk dapat mempengaruhi karyawan dalam melakukan pekerjaannya. Menurut Robbins (1996:289), budaya organisasi adalah suatu persepsi bersama yang dianut oleh anggota-anggota organisasi itu. Menurut Cushway dan Lodge (GE : 2000), budaya organisasi merupakan sistem nilai organisasi dan akan mempengaruhi cara pekerjaan dilakukan dan cara para karyawan berperilaku. Dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud dengan budaya organisasi dalam penelitian ini adalah sistem nilai organisasi yang dianut oleh anggota organisasi, yang kemudian mempengaruhi cara bekerja dan berperilaku dari para anggota organisasi. Schein (1992) memandang budaya organisasi sebagai suatu pola asumsi-asumsi mendasar yang dipahami bersama dalam sebuah organisasi terutama dalam memecahkan masalah-masalah yang dihadapi. Pola-pola tersebut menjadi sesuatu yang pasti dan disosialisasikan kepada anggota-anggota baru dalam organisasi.

Kehidupan dalam dunia pekerjaan sangat terikat dengan adanya budaya organisasi, hal ini pada akhirnya terkait pula dengan inovasi yang nantinya diciptakan oleh para karyawan. Budaya organisasi memfasilitasi karyawan untuk dapat membangun inovasi-inovasi yang dapat mengembangkan organisasi dan membangun kepuasan kerja karyawan itu sendiri. Untuk itu, budaya organisasi yang sesuai sangat diperlukan dalam rangka memenuhi kebutuhan akan inovasi tersebut. Seperti halnya perusahaan Google Inc (Google), perusahaan tersebut menerapkan aturan “20% Time” dalam melakukan suatu pekerjaan atau bekerja. Hal tersebut merupakan keadaan dimana karyawan didorong untuk menghabiskan 20 persen waktu kerja mereka untuk melakukan apa pun yang mereka sukai. Namun, hal ini memang belum tentu selalu dapat melahirkan inovasi dan kreatifitas yang dapat menjadi keunggulan dan keuntungan perusahaan, tetapi aturan 20% Time” ini dipercaya telah menjadi asal muasal terciptanya inovasi-inovasi dan kreasi-kreasi besar Google yang telah kita nikmati seperti sekarang ini. Google adalah satu-satunya perusahaan yang tidak mengalami pergantian karyawan selama dotcom booming pada akhir tahun 1990-an. Terkait dengan budaya organisasi yang diterapkan oleh Google, terdapat keunggulan yang dimilikinya yaitu kelebihan teknologi atas kompetitor-nya dan juga bisa dikatakan sukses dalam kemampuan untuk menarik dan mempertahankan bakat terbaik karyawannya.

Dikutip dari google.com mengenai budayanya, google menyatakan bahwa :

“Orang-orang di balik layarlah yang membuat Google menjadi perusahaan seperti saat ini. Kami memperkerjakan orang-orang yang cerdas dan tekun, dan kami lebih mengutamakan kemampuan di atas pengalaman. Meskipun Karyawan Google berbagi tujuan dan visi yang sama untuk perusahaan, kami menerima semua orang dari latar belakang yang berbeda dan dengan keragaman bahasa, yang mencerminkan pengguna global yang kami layani. Di luar pekerjaan, Karyawan Google melakukan bermacam hobi, mulai dari bersepeda hingga beternak lebah, mulai dari bermain frisbee hingga berdansa foxtrot.

Kami berusaha mempertahankan budaya terbuka yang sering kali dikaitkan dengan perusahaan rintisan, yang mana setiap orang merupakan kontributor aktif dan merasa nyaman untuk berbagi ide serta opini. Dalam pertemuan wajib mingguan kami (“TGIF”)—tidak termasuk yang lewat email atau di kafe—para Karyawan Google mengajukan pertanyaan langsung kepada Larry, Sergey, serta eksekutif lainnya mengenai masalah perusahaan, berapa pun banyaknya. Kantor dan kafe kami dirancang untuk mendorong interaksi antara Karyawan Google di dalam tim dan antartim lainnya, serta untuk menghidupkan percakapan tentang pekerjaan serta bermain.”

Pendiri kami membuat Google dengan ide bahwa kerja seharusnya menantang, dan tantangan itu seharusnya menyenangkan. Kami yakin bahwa hal-hal kreatif yang hebat lebih cenderung muncul dalam budaya perusahaan yang benar–dan itu bukan sekadar aksesori dalam perusahaan. Ada penegasan dalam pencapaian tim dan kebanggaan atas keberhasilan individu yang berkontribusi pada keberhasilan kami secara keseluruhan. Kami memiliki pegawai yang hebat–orang-orang yang bersemangat dan berhasrat tinggi dari latar belakang yang berbeda dengan pendekatan kreatif untuk bekerja, bermain, dan menjalani hidup. Atmosfer kami mungkin santai, namun saat ide muncul di antrean kafe, di rapat tim, atau di gimnasium, ide itu disepakati, diuji, dan dipraktikkan dalam sekejap–dan itu bisa jadi landasan luncur untuk proyek baru yang ditujukan bagi penggunaan di seluruh dunia.”

Pada umumnya di Indonesia, budaya organisasi cenderung membuat para karyawan terbebani dan stres dengan tugas-tugas yang harus mereka kerjakan. Jam kerja yang terikat dan peraturan selama jam kerja yang mengharuskan duduk di depan layar komputer berjam-jam akan membuat karyawan pada akhirnya jenuh dan bosan. Bawahan yang harus selalu patuh pada perintah atasan, takut memberikan saran dan kritikan, tidak mau melampaui batas untuk bisa berkembang, serta hiburan yang  jarang sekali diperoleh selama jam kerja. Hal-hal inilah yang membuat inovasi yang seharusnya dapat lebih baik dan berkembang menjadi terhambat.

Dilihat dari fenomena tersebut, budaya organisasi seperti halnya yang terdapat di Google sebenarnya dapat pula diadopsi oleh perusahaan yang ada di Indonesia, terutama perusahaan bisnis yang berkecimpung di bidang teknologi. Budaya yang di adopsi tersebut dapat disesuaikan dengan kebiasaan dan aturan yang memang sudah tidak dapat dirubah lagi, seperti aturan sosial yang telah mendarah daging di masyarakat Indonesia. Atasan perusahan sebaiknya harus mampu menerapkan budaya organisasi berupa suasana kerja yang menyenangkan, kebebasan dalam menyatakan pendapat, perlakuan adil, kebebasan untuk menyampaikan ide-ide kreatif untuk berinovasi, dan menyediakan sarana hiburan serta ruang untuk interaksi karyawan yang lebih bersahabat, sehingga kepuasan karyawan juga dapat diciptakan dari hasil penerapan budaya organisasi tersebut.

Pengadopsian yang dilakukan perusahaan yang ada di Indonesia dapat diterapkan sedikit demi sedikit tanpa harus merubah keseluruhan kebiasaan dan peraturan yang telah ada. Suasana kerja seperti di perusahaan Google nantinya dapat tercipta dan dirasakan sepenuhnya oleh karyawan, yaitu dengan munculnya inovasi dan kreatifitas yang tinggi serta hubungan interaksi yang lebih baik antar karyawan.

Mohon tunggu...

Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun