Mohon tunggu...
H. H. Sunliensyar
H. H. Sunliensyar Mohon Tunggu... Penulis - Kerani Amatiran

Toekang tjari serpihan masa laloe dan segala hal jang t'lah oesang, baik jang terpendam di bawah tanah mahoepun jang tampak di moeka boemi

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Beberapa Kritik terhadap Penanganan Virus Corona di Indonesia

19 Maret 2020   22:10 Diperbarui: 19 Maret 2020   23:10 604
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
(ilustrasi). Dok. kompastv

Virus corona yang bermula di Kota Wuhan, China sejak akhir November 2019 lalu, kini sudah menyebar hingga ke Indonesia. Pasien pertama di Indonesia diumumkan oleh pemerintah pada 2 Maret yang lalu.

Sejak pengumuman pertama itu,kian hari terjadi lonjakan pasien corona. Sekarang saja sudah tercatat  309 pasien positif corona, dengan jumlah pasien sembuh 15 orang dan pasien yang meninggal sebanyak 25 orang. Persentase angka kematian yang cukup tinggi bila dibandingkan dengan negara lain. Angka-angka ini mungkin akan terus mengalami kenaikan. 

Jika dilihat dari kronologi munculnya corona di dunia, pemerintah Indonesia semestinya punya waktu yang lebih banyak untuk menghadapi wabah ini. Ada rentang waktu sekitar dua bulan bagi pemerintah untuk menyiapkan diri.

Akan tetapi, pada awalnya sikap pemerintah  malah menyepelekan. Sikap sepele tersebut terlihat dari beberapa pernyataan menteri. Misalnya kelakar Menhub yang mengaitkan "makan nasi kucing dengan kekebalan terhadap virus corona" atau pernyataan Menkes yang menyebutkan virus corona bisa sembuh sendiri. 

Padahal dalam rentang waktu sekitar dua bulan itu adalah kesempatan emas bagi pemerintah untuk membendung virus corona sampai ke Indonesia. Bisa saja dengan pengetatan pemeriksaan kesehatan di pintu masuknya orang-orang dari Luar negeri, atau bahkan dengan segera melarang masuknya WNA dari luar negeri. Akan tetapi  karena kelalaian, virus corona akhirnya masuk juga ke Indonesia melalui perantara WN Jepang yang datang melawat.

Di sisi lain, pernyataan Menkes yang menyatakan virus corona bisa sembuh sendiri perlulah dikritisi.  Apakah pihak Kementerian memang pernah melakukan penelitian atau pernah berkoordinasi dengan pihak Tiongkok terkait kesembuhan otomatis pasien corona ini?

Tentulah kesembuhan yang diperoleh oleh pasien tidak sekonyong-konyong tanpa adanya penanganan medis yang tepat. Apalagi pemerintah Tiongkok memiliki sumber daya yang cukup untuk menangani puluh ribuan rakyatnya yang terjangkiti corona. Hal ini ditunjukkan dengan kemampuan mereka mendirikan rumah sakit khusus corona dalam waktu yang cukup singkat. 

Bagaimana dengan Indonesia? tentu saja sangat jauh perbandingannya. Tadi saja sebagaimana yang dilansir oleh kompas.com, Achmad Yurianto meminta pasien positif corona dengan gejala ringan supaya melakukan isolasi secara mandiri di rumah. Dengan kata lain, cukup pasien dengan gejala sedang hingga berat saja yang dirawat di rumah sakit.

Hal ini menunjukkan betapa terbatasnya kemampuan pemerintah untuk menangani pasien yang positif. Padahal tidak ada jaminan bagi mereka dengan gejala ringan bisa sembuh saat isolasi mandiri atau malah gejalanya akan semakin berat. 

Upaya pemerintah untuk melindungi mereka yang belum terkena-pun masih sangat kabur. Mereka memerintahkan warganya untuk melakukan social distancing, menjaga kesehatan dan kebersihan, meliburkan sekolah, melarang kegiatan yang mengumpulkan banyak orang, dan lain-lain. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun