Mohon tunggu...
Hadi Santoso
Hadi Santoso Mohon Tunggu... Penulis - Penulis. Jurnalis.

Pernah sewindu bekerja di 'pabrik koran'. The Headliners Kompasiana 2019, 2020, dan 2021. Nominee 'Best in Specific Interest' Kompasianival 2018. Saya bisa dihubungi di email : omahdarjo@gmail.com.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Jangan "Setor Nyawa" di Perlintasan Kereta

9 April 2019   16:33 Diperbarui: 9 April 2019   17:12 39
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Setop nekad di perlintasan kereta/Foto: Okezone News


Sudah menjadi rahasia umum, ada banyak orang yang kehilangan kesabaran ketika berada di depan lintasan kereta api. Tidak sedikit orang yang beranggapan bahwa perlintasan kereta yang sejenak menghalangi jalan demi kereta api yang melintas, telah merampas sekian menit waktu mereka. Terutama di pagi hari.

Mereka yang berangkat ke tempat kerja, merasa seolah akan terlambat karean berhenti beberapa menit menunggu kereta api lewat. Begitu juga mereka yang berangkat ke sekolah. Hingga para orang tua yang mengantar anaknya ke sekolah. Semuanya seolah merasa akan terlambat hanya gara-gara 'turunnya' perlintasan kereta api. Padahal, itu hanya beberapa menit.

Tengok saja yang terjadi di perlintasan kereta api. Utamanya di pagi hari. Utamanya lagi di jalan yang difungsikan dua arah. Yang terjadi, mereka yang melintas di lajur kiri jalan, akan memenuhi ruang di kanan jalan tepat di depan perlintasan kereta api. Begitu juga di sisi sebaliknya. Mereka yang melintas di lajur kanan, akan memenuhi lajur kiri. Itu seolah sudah menjadi budaya.

Yang terjadi, ketika perlintasan kereta api dibuka, arus kendaraan itu pun bertabrakan. Kemacetan pun tak bisa dihindari. Sangat jarang, ada kereta api lewat, lantas jalanan di seberang kanan-kiri tersebut dibiarkan kosong demi menghormati pengguna jalan yang akan melintas.    

Belum lagi bila ada satu dua pengguna jalan yang meski perlintasan kereta api sudah diturunkan, tetap nekad menerebos. Tinggal tengok kanan-kiri, langsung wuuss. Malah bila ruang lebih, ada yang melintasi perlintasan kereta api, lantas diam di depan perlintasan kereta sembari menunggu kereta api lewat. Ah, manusia-manusia nekad yang tidak sayang keluarga juga dirinya.  

Gambaran orang-orang nekad di perlintasan kereta api seperti itulah yang seringkali saya lihat di pagi hari ketika mengantar dua anak saya menuju sekolahnya. Mereka seolah merasa punya nyawa cadangan. Sehingga, tidak ada rasa takut bila area perlintasan kereta itu tanpa mereka duga menjadi tempat terakhir mereka menghirup udara dunia. 

Malah, apa yang saya lihat kemarin pagi sungguh mengerikan. Bikin sekujur tubuh saya mendadak merinding. Betapa tidak, seorang ayah nyaris saja tega membuat anaknya menjadi korban tertabrak kereta. 

Ceritanya, sekira 15 meter dari rel kereta api, perlintasan api diturunkan petugas dengan suara khasnya itu. Pertanda kereta api akan segera melintas. Di area tersebut, relnya tidak hanya satu ataupun dua. Ada tiga. Selain sebagai jalan kereta dari Surabaya menuju Malang, ataupun Banyuwangi dan sebaliknya. Juga menjadi 'penunjuk arah' kereta yang melaju dari Sidoarjo menuju Mojokerto ataupun arah sebaliknya.

Saya bersama istri dan anak-anak berada di garis terdepan, paling dekat dengan perlintasan kereta api. Tak lama kemudian, ada bapak bersama istri dan anaknya yang masih berusia sekitar 5 tahunan, berada dua baris di sebelah saya. Awalnya, tidak ada yang aneh. Kami terlihat sabar menunggu.

Namun, begitu kereta api dari arah Malang menuju Surabaya (dari arah kanan kami) selesai melintas, saya merasa ada yang sedikit janggal karena perlintasan kereta api belum diangkat petugas. Biasanya, bila kereta api selesai melintas, maka perlintasan tersebut akan naik dan membuka jalan. Tapi tidak kemarin pagi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun