Mohon tunggu...
Gusti Reza
Gusti Reza Mohon Tunggu... -

“Anak muda adalah kegelisahan. Derap langkahnya adalah perubahan.” ~Es Ito\r\n\r\n

Selanjutnya

Tutup

Politik

Menanti Merdekanya Ujung Negeri

7 April 2013   15:11 Diperbarui: 24 Juni 2015   15:34 295
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bendera dan Lambang Aceh

[caption id="" align="alignleft" width="486" caption="Bendera dan Lambang Aceh"][/caption]

Beberapa pekan kemarin tepatnya hari Jumat, 22 Maret lalu, DPR Aceh mengesahkan Qanun yang menetapkan bendera Provinsi Aceh dibuat serupa dengan bendera yang dulu dipakai oleh Gerakan Aceh Merdeka.

Dalam Pasal 4 rancangan qanun disebutkan bendera Aceh nantinya berlambang bulan sabit dan bintang warna putih, dengan latar merah dan garis hitam putih. Sedangkan dalam Pasal 17 mengatur tentang lambang, bergambar buraq-singa, rencong, gliwang, rangkaian bunga, daun padi, dan jangkar. Dalam Pasal 8 disebutkan, bendera Aceh nantinya akan dikibarkan di samping bendera merah-putih di kantor-kantor pemerintahan dan upacara-upacara resmi. Lambang akan dipakai pada kop-kop surat pemerintahan. (Koran Tempo, 16 November 2012)

Keberadaan peraturan yang mengatur bendera dan lambang Aceh tersebut adalah amanat dari kesepakatan damai nota kesepahaman Helsinski antara pemerintah Indonesia dan GAM pada 15 Agustus 2005. Dalam Rancangan qanun Aceh tentang bendera dan lambang Provinsi Aceh disebutkan bendera dan lambang adalah sebagai sarana pemersatu, identitas, dan wujud eksistensi Aceh yang mencerminkan kekhususan dan keistimewaan Aceh sebagaimana diamnatkan MoU Helsinski dan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2006 tentang Pemerintah Aceh.

Dari hal tersebut dapat kita lihat bagaimana Aceh mendapatkan begitu luas keistimewaannya, bahkan melebihi keistimewaan yang didapatkan oleh daerah istimewa lain di Indonesia, seperti  DI Yogyakarta, Papua, dan DKI Jakarta. Aceh kini secara de facto dapat dikatakan sebagai Negara dalam Negara, yang mana diperbolehkan memiliki bendera, simbol daerah, qanun (peraturan yang berdasarkan ‘Hukum Islam’), DPR Aceh, Partai Lokal, mata uang, bahkan bisa melakukan perdagangan internasional sendiri (Kompas.com).

Kita sebagai bagian dari bangsa Indonesia patut berintrospeksi diri, kenapa bisa sampai terjadi hal itu?

Nota kesepahaman (MoU) Helsinski tentu salah satu cerminan, bagaimana bangsa Indonesia belum memiliki posisi tawar (bargaining position) yang tinggi dalam percaturan Internasional. Bahkan, terhadap gerakan separatis yang merongrong kedaulatan negeri.

Sesungguhnya, masyarakat Aceh hanya ingin hidup mereka aman dan sejahtera. Tidak lebih. Mereka tidak ingin lagi mendengar desingan peluru yang dimuntahkan dari selongsong senjata para separatis dan TNI, tidak ingin lagi melihat jalanan berlubang, keamanan terjamin, perekonomian membaik, moralitas dan religiusitas terjaga. Hal tersebutlah semestinya menjadi sorotan dari pihak aktivis (mantan) GAM, Pemerintah Aceh, dan Pemerintah Pusat. Hingga nantinya Aceh pantas disebut sebagai Serambi Mekkah…

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun