Mohon tunggu...
Humaniora

Keberagaman Kita Mulai Diusik

9 Februari 2017   20:54 Diperbarui: 9 Februari 2017   21:01 674
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

PANCASILAA..... 1. Ketuhanan Yang Maha Esa ........

Penggalan naskah diatas sering kita kumandangkan saat upacara bendera setiap hari Senin. Sebuah semangat sekaligus dasar negara yang dikontruksi oleh para pahlawan Bangsa. Sosok Soekarno menjadi pemenang dalam hal merangkai sila-sila pada dasar negara. Beberapa sosok lain seperti Mohammad Yamin serta Dr. Soepomo, “kalah” dalam pemilihan rumusan 5 sila yang kita kenal sebagai pancasila.

Mengapa saya membawa kembali sejarah singkat pancasila pada tulisan saya ini ? Sebagai generasi muda, saya merasakan kemunduran semangat Pancasila yang begitu besar di Indonesia. Tak hanya generasi muda yang mengalaminya namun juga para generasi penggerak Bangsa Indonesia yang seakan lupa dengan semangat pancasila. Hal yang saya angkat bukan permasalahan persatuan Indonesia yang tertuang di sila ke-3 tapi pada masalah paling dasar manusia, Ketuhanan. Indonesia selama 71 tahun berdiri mengenal 5 agama dan 1 kepercayaan dengan Muslim sebagai mayoritas. Indonesia memiliki 1.340 suku menurut sensus BPS tahun 2010 dengan suku Jawa dengan mayoritas suku di Indonesia sebanyak 41%. Lalu apa yang terjadi dalam 6 bulan terakhir berbicara sebaliknya.

Semenjak kasus dugaan penistaan agama yang dilakukan Gubernur non-aktif Jakarta , Basuki Tjahja Purnama bergulir, suara-suara tribalisme kembali muncul di Indonesia khususnya Jakarta. Tribalisme sendiri adalah paham yang mengagungkan kedaulatan suku di atas segalanya. Sebentuk ideologi primitif yang kini mulai massif digelorakan secara sporadis oleh segelintir orang.

Ada romantisme kultural subyektif di dalamnya. Beberapa tokoh agama tertentu dan ormasnya mulai melancarkan semangat satu agama dan suku-suku tertentu di Indonesia. Mereka bukan saja menyerang sang gubernur namun juga Istana. Pak Jokowi yang tegas pada oknum-oknum seperti mereka diserang dan coba dilengserkan.

Tribalisme yang terjadi di Indonesia saat ini tidak murni tentang SARA. Tribalisme yang gencar digiatkan ormas - ormas yang brlandas agama teretentu sudah berbau politik. Arena pemilihan Gubernur DKI menjadi pusat kegiatan politik yang ditutupi dengan semangat keagamaan. suara-suara intoleran bukan hanya terjadi di ring DKI 1 saja. Beberapa "ring-ring" lainnya juga dibumbui dengan isu agama yang sangat sensitif di Indonesia. Mereka menginginkan pemimpin yang satu agama dan satu ras dan membuang calon-calon lain bahkan difitnah dengan berita-berita hoax. 

        Politik yang sudah membawa agama akan rumit dan sulit dikalahkan. Beruntung memang kita memiliki presiden yang kuat dan tegas sehingga politik ini mulai dikalahkan. Tokoh-tokoh agama sudah termakan omongannya sendiri dan banyak dilaporkan. Kasus dugaan penistaan agama Ahok mulai terlihat kejanggalannya saat para saksi yang hanya berasal dari satu ormas yang notabene membencinya. Meski drama ini selesai apakah tribalisme Indonesia akan bangkit lagi.

       Satu hal yang membuat Indonesia bisa merdeka dan berdiri sampai saat ini karena keragamannya. Keragaman yang membawa perbedaan agama ras dan suku diantara masyarakatnya. Perbedaan ini yang justru membuat Indonesia satu dan merdeka. Jika saat perumusan Pancasila, Soekarno dan kolega acuh dengan kritik masyarakat non-muslim pada ayat 1 Piagam Jakarta, Indonesia sudah menjadi negara Islam.

Jika para pahlawan Indonesia melihat agama dan suku masyarakat yang dibela, Indonesia tidak akan merdeka. Satu komponen SARA hilang atau dikucilkan saat perjuangan kemerdekaan Indonesia, kita akan terus dijajah oleh Belanda dan Jepang. Seluruh ras,agama,suku di Indonesia memiliki peran masing-masing yang membuat Indonesia bisa maju sampai sekarang.Memang ada sejarah kelam di era Orde Baru saat ras Tionghoa mendapat diskriminasi dan pengucilan dari ras-ras lain di Indonesia. Meski begitu, kita sudah tidak pernah mendengar isu toleransi lagi sampai detik-detik menjelang Pemiu Serentak 2017. 

        Pesan saya bagi para tokoh-tokoh agama dan tokoh politik yang mencoba menghancurkan Pancasila dan keberagaman Indonesia, jangan coba-coba merusak negeri kami Indonesia. Keberagaman dan perbedaan kami akan mengalahkan niat buruk anda. Jika tetap mau merusak  Indonesia,pergilah ke neraka karena tidak ada tempat bagi seorang rasialis dan intoleran didunia ini.

       Perbedaan dan keberagaman kita yang telah menyatukan dan mempererat tari persaudaraan sebagai Satu Indonesia. Tinggal kita yang memutuskan. Memilih terus bersatu dan menerima perbedaan  dan diakui dunia Internasional atau memupuk semangat intoleran dan saling menjatuhkan yang akan membuat kita hancur. Bersatu kita Indonesia Bercerai kita hancur lebur. AMDG

Oleh: Jehezkiel Kenneth Guilio  SMA KOLESE KANISIUS 

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun