Mohon tunggu...
Binsar Antoni  Hutabarat
Binsar Antoni Hutabarat Mohon Tunggu... Dosen - Dosen, penulis, editor

Doktor Penelitian dan Evaluasi pendidikan (PEP) dari UNIVERSITAS NEGERI JAKARTA. Pemerhati Hak-hak Azasi manusia dan Pendidikan .Email gratias21@yahoo.com URL Profil https://www.kompasiana.com/gratias

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Komunikasi Rumah Tangga, Siapa Harus Mengalah?

14 Maret 2020   15:27 Diperbarui: 14 Maret 2020   15:27 917
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

PERDEBATAN SUAMI INSTRI AKAN SELESAI JIKA SALAH SATU DARI KEDUANYA SIAP MENGALAH, TAPI SIAPA YANG HARUS MENGENDALIKAN  SKENARIONYA? 

Kerapihan adalah satu persoalan berat yang harus terus saya pupuk. Kadang, ada upaya untuk membenarkan diri, aku memang bukan tipe orang rapih, jadi wajar saja jika aku kadang kurang rapih menata buku, menaruh tas kerja, menaruh pakaian dan menaruh benda-benda lain. 

Waktu kecil, orang tua ku  kerap marah ketika mengajarku menulis. Ayahku tulisannya bagus sekali, saudara-saudara perempuanku rupanya mewarisinya, tulisan mereka rapih, indah dan enak dibaca. Sedang aku, tulisan tanganku tak beraturan huruf "b"dan "k "kadang sulit dibedakan, apalagi menulis hurup sambung "r". Orang tuaku kerap marah melihat hasil karya tulisku. Untunglah ketika menulis skripsi ada mesin ketik, bahkan kemudian ada komputer. Selamatlah aku dari disiplin berlatih menulis yang baik, indah dan enak dibaca.

Masa remaja aku lalui banyak di luar rumah. Aku sempat terlibat kenakalan remaja, tapi masih terkendali, karena aku tidak ingin menjadi orang yang tidak bisa berkontribusi apapun. Kalau mereka yang sebayaku pada usia belasan tahun mungkin kerap menonton Film "Robin Hood" tokoh legendaris yang banyak menolong orang-orang miskin, mereka yang susah, dan hidup menderita, itu adalah tontonan favoritku. Aku terobsesi dengan gaya sang  aktor yang santai, bebas, agak urakan, yang penting menjadi pembela kebenaran dan keadilan.

Pengalaman hidup yang keras di luar rumah, menjadi aktivis mahasiswa yang kerap nongkrong di kantor sekretariat organisasi mahasiswa, membuat aku abai tentang kerapihan. Dan ini lah menjadi salah satu persoalan komunikasi dalam keluarga.

Istriku seorang yang rapih, biasa tinggal dirumah, bekerja di rumah mengerjakan pekerjaan rumah tangga. Hampir semua pekerjaan rumah tangga dia kuasai, bahkan sampai soal masak memasak. Pendeknya,aku kalah jauh dalam persoalan mengatur persoalan menata rumah tangga . Karena itu segala sesuatu yang atur adalah istri. persoalan menempatkan meja, kursi, lemari,kulkas apapun benda yang ada dirumah, itu semua di atur oleh istriku, bahkan meja belajar buku-buku, semua diaturnya.

Salah satu yang menjadi perdebatan adalah penataan lemari pakaian, mulai dari persoalan mengambil pakaian yang harus aku pakai ke kantor atau pakaian untuk  berolah raga. Tindakan ku kerap menimbulkan perdebatan. Aku sudah berusaha secara hati-hati mengambil pakaian dari almari, tapi sering kali tindakan itu merusak keindahan lemari pakaian kami. 

Apabila tumpukan baju berantakan ketika aku mengambil pakaian, saat itubiasanya  aku tidak mampu merapihkannya kembali sebagaimana kondisi semula. Melihat almari yang berantakan, istri biasanya meminta aku merapihkan susunan pakain itu seperti sedia kala. Tapi, kerap kali tidak sesuai yang diinginkannya. 

Berkali-kali aku katakan kepada istriku, sabar, aku akan belajar mengambil pakaian di almari secara hati-hati, tetapi tiap kali melakukannya, sering kali aku gagal. istri ku kadang bisa amat kesal, dan wajahnya tampak masam, karena merasa jerih lelah nya tidak dihargai. kalau sudah begitu aku diam, dan berusaha menghindari perdebatan. 

Tapi, tidak jarang, istriku terus bertanya, kenapa aku tidak berusaha mengambil pakaian di almari dan mengembalikan posisi pakaian tetap dalam kondisi rapih. Mungkin aku tipe orang yang aktif, selalu bergerak cepat, dan tak sabar untuk tenang menata almari dengan rapih. Masalahnya, istriku selalu saja bertanya mengapa bertahun-tahun tidak ada perubahan?

Aku sadar, tidak banyak kemajuan yang aku lakukan dalam menata almari pakaian, setidaknya membiarkan almari tetap rapih ketika aku mengambil sesuatu dari almari itu. Akhirnya aku temukan taktik jitu. Ketika istriku kembali menegur kegagalanku menata pakaian di almari, atau lebih tepatnya menjaga almari pakaian tetap rapih, aku katakan, sayang aku menikah dengan mu pada usia 30 tahun, tunggulah sampai usia enampuluhan tahun, mungkin aku sudah bisa menyaingi kamu dalam menata almari ini, atau menjaga almari mu tetap rapih. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun