Mohon tunggu...
imaaa
imaaa Mohon Tunggu... Freelancer - apapun yang ngga menyilaukan mata

Harusnya masuk sastra atau filsafat, tapi hukum ternyata asik juga :)

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Merdeka Tanpa Garam

21 Agustus 2017   19:02 Diperbarui: 21 Agustus 2017   19:42 1449
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Merdeka tidak melulu soal bebas jajahan dan perbudakan dari penjajah di Negara ini, tapi juga ketersediaan bahan pangan seperti garam. Siapa bilang garam tidak termasuk bahan pangan. Karena bahan pangan bukan berarti hanya bahan premier seperti beras, jagung, gula, dan kebutuhan pokok lainnya. Garam juga penting untuk kebutuhan sehari-hari yang mana setiap ibu rumah tangga menggunakannya dalam hal memasak entah itu untuk membuat sambal, nasi goreng, nasi uduk, lauk pauk, dan sebagainya. 

Makan tanpa garam rasanya jadi hambar begitu pula dengan kopi tanpa gula rasanya hanya pahit, serta pedas tanpa cabe  rasanya hanya di lidah . Begitu juga dengan ikan asin berubah menjadi ikan tanpa rasa. Coba saja kalau garam di Indonesia akan gagal panen setiap tahunnya maka yang saya pikirkan pertama kali pasti masalah rasa makanan.

Ada apa dengan garam? Mungkinkah alam marah dengan manusia karena banyak kecelakaan terjadi di alam bukan hanya takdir yang patut di salahkan. Membuka lahan baru dengan membakar hutan tanpa melihat efeknya, membuang sampah sembarangan di saluran pembuangan air entah itu sungai dan laut, berlomba-lomba membeli mobil dan motor baru di tengah kemacetan hingga menyebabkan polusi dan sebagainya. Setidaknya itu antara lain yang menyebabkan alam tidak seimbang. 

Dari yang harusnya musim panas menjadi musim hujan. Dan kebalikannya musim hujan menjadi musim panas. Sehingga menyebabkan produksi garam tidak mencukupi kebutuhan masyarakat seperti biasanya. Lalu menyusul harga jual menjadi mahal dari biasanya karena tingkat konsumsi tinggi dengan tingkat produksi rendah. 

Siapa yang patut di salahkan kalau sudah seperti ini? Jawabannya tidak ada yang harus saling menyalahkan, semua masalah berawal dari segala aspek yang ada di Negara ini. Solusinya dengan refleksi tugasnya masing-masing. Masyarakat yang baik harus bersinergi dengan semua lapisan untuk memperhatikan lingkungan. Birokrasi pun harus membuat kebijakan yang nanti kemaslahatannya benar-benar tepat sasaran untuk rakyat. Dan begitu juga dengan aspek lainnya.

Angka jadi yang ke-72 ini semoga bisa menjadi intropeksi semua kalangan masyarakat yang ada di Indonesia. Untuk semangat mempertahankan warisan dari para leluhur yang telah menjadi pahlawan bagi kita semua. Dulu kita sangat merdeka dengan ketahanan garam produksi yang berlimpah serta harga murah. Ironinya kita sekarang malah kekurangan garam dengan membeli dari luar Indonesia. Memang garam bukan satu-satunya patokan untuk mengukur merdeka atau tidak. 

Tapi memaknai merdeka juga harus mengacu pada UUD 1945 yang sudah jelas bunyinya memajukan kesejahteraan umum. Nah, pertanyaannya sudahkah kita sejahtera dan makmur dengan kondisi bahan pangan yang kurang. Tapi memang ini realitanya yang terjadi dengan garam. Mampukah kita mengamalkan tulisan di UUD 1945 agar tidak hanya sebagai simbol saja tapi juga dilaksanakan. Karena itu salah satu bentuk penghormatan kepada pendiri Negara ini dengan menjalankan amanahnya.

Persoalan garam dan merdeka bagi saya adalah salah satu PR untuk bangsa ini meski secara jelas hanya persoalan garam semata. Tapi ketika melihat produksi garam melimpah saja teratasi. Itu bisa membantu dari sekian parameter merdeka. Semoga kita bisa refleksi dengan persoalan garam ini untuk memaknai kemerdekaan yang seutuhnya meski masih banyak problematika lainnya. Selamat hari jadi Indonesiaku yang ke- 72 semoga terus maju dan berkibar seperti merah putihmu.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun