Mohon tunggu...
Gilang Mahesa
Gilang Mahesa Mohon Tunggu... -

Saat ini terus berjuang untuk membangun peradaban yang lebih baik , ini adalah akun pribadi - | CEO DBInvestment-Dirut Inilah Media Jabar-Komisaris Inilah Digital Media - Football Lover - Persib Salawasna - Socialpreneur - CSR Consultant |

Selanjutnya

Tutup

Olahraga

100 Hari Terakhir Sepakbola Kami

4 Oktober 2012   07:00 Diperbarui: 24 Juni 2015   23:16 1584
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sahabat Kompasiana,

Sebelumnya mohon maaf jika tulisan ini dibuat sangat panjang, harapan saya ini bisa memberikan lebih luas tentang kondisi terkait implementasi kesepakatan JC PSSI. Tulisan ini adalah opini pribadi, mohon maaf jika ada yang tidak berkenan.

Saya ingin mengajak sabahat untuk melihat terlebih dahulu struktur isue terkait dengan point-point kesepakatan di rapat JC PSSI. Masing-masing kita bisa memandang dan menilai dari sudut pandang yang mungkin berbeda terkait dengan ini, tabel di bawah ini dirangkum dari berbagai sumber baik di AFC PSSI ataupun KPSI dan saya sajikan apa adanya.

1349336350903866979
1349336350903866979

Jika kita melihat struktur isue terkait dengan kesepakatan-kesepakatan yang dibuat di dalam rapat Joint Commitee PSSI, maka dapat saya buatkan sebuah kesimpulan yang merupakan opini pribadi sebagai berikut :

Terkait Team Nasional

Sebelumnya semua pihak harus paham terlebih dahulu apa yang dimaksud dengan “ Jurisdiction PSSI “ yang jika kita mau terjemahkan secara bebas bisa bermakna “ Wilayah atau Kekuasaan Hukum PSSI “. Nah, apa yang dimaksud dengan wilayah atau kekuasaan hukum PSSI itu, tentunya adalah bahwa hal ini wilayah hak, tanggung jawab dan bagian dari kewajiban PSSI dengan aturan- aturan main atau regulasi yang harus dipenuhi PSSI ketika akan membentuk sebuah Team Nasional, dalam hal adalah

  • PSSI adalah satu-satunya organisasi sepakbola yang bersifat nasional yang berwenang mengatur, mengurus dan menyelenggarakan semua kegiatan atau kompetisi sepakbola di Indonesia – Statuta PSSI Pasal 3 (4)
  • Mencegah segala pelanggaran Statuta, peraturan-peraturan,instruksi dan keputusan-keputusan yang dikeluarkan FIFA, AFC, AFF dan PSSI serta peraturan permainan dan memastikan bahwa semua peraturan tersebut dipatuhi oleh seluruh anggota – Statuta PSSI Pasal 4(1e)
  • Membentuk team nasional yang berkualitas dan berprestasi di pertandingan-pertandingan regional dan international – Statuta PSSI Pasal 4 (2b)
  • Setiap bentuk diskriminasi terhadap suatau neara, orang perorangan atau sekelompok orang atas dasar etnis, gender, bahasa, agama, politik atau alasan lainnya secara tegas di larang dan dapat dijatuhi hukuman skorsing atau pemecatan – Statuta Pasal 5 (2)
  • Badan-badan dan Official PSSI harus mematuhi Statuta, peraturan-peraturan, instruksi, keputusan dan Kode Etik yang dikeluarkan FIFA, AFC, AFF dan PSSI dalam melaksanakan kegiatan sepakbola – Statuta PSSI Pasal 9
  • Komite Eksekutif berwenang : Menunjuk Pelatih Team nasional dan Staff Teknis lainnya – Statuta Pasal 37 (1J)

Jadi semua proses pembentukan teamnasional haruslah memperhatikan pasal-pasal tersebut. Tidak bisa se-enaknya sendiri. Dari paparan diatas kita bisa melihat bahwa apa yang dilakukan oleh KPSI dengan membentuk team sendiri nyata-nyata bukan saja melanggar kesepakatan yang sudah diambil tapi juga pelanggaran serius terhadap regulasi sepakbola dunia.

Apalagi wacana ‘meng-adu’ teamnya KPSI dengan Team Nasional Republik Indonesia adalah sesuatu yang berpotensi konflik dan memecah belah stakeholder sepakbola Indonesia. Para pemain tersebut – Firman, Bustomi, Hamka, Ponaryo, Gonzales dll – bukanlah domba adu yang bisa dengan gampang dijadikan pemuas nafsu syahwat kekuasaan dari para petinggi KPSI, jika saya jadi para pemain tersebut, saya akan meninggalkan Kota Batu Malang, tidak layak pemain-pemain tersebut dijadikan domba aduan.

Saya yakin para pemain itu sangat berharap bisa membela panji merah putih, mereka tidak peduli siapa ketua federasinya, manager nya atau siapa pelatihnya, mereka ini juga anak-anak bangsa yang masih memiliki bendera dan lagu kebangsaan yang sama Indonesia. Tugas JC adalah membuktikan bahwa para pemain yang di panggil tersebut mendapatkan perlindungan dari tekananm ancaman dan intimidasi serta harus memiliki rasa aman.

Soal Kompetisi

Sepertinya pihak KPSI dan PT. LI ‘tidak sabar’ untuk mengeksiskan diri lagi dalam kancah sepakbola nasional setelah di tahun 2012 statusnya adalah breakaway league. Sayangnya mereka lupa bahwa setelah kesepakatan dimuat di JC, kedua liga ( baik IPL atau ISL ) harus kembali berada di bawah kendali juridiksi federasi yang sah. Jika kita merujuk pada MOU, hanya ada satu-satunya federasi yang sah di Indonesia yang diakui FIFA dan AFC bahkan oleh KPSI, PT. LI dan ISL yaitu PSSI di bawah Djohar Arifin Husein.

Yang dilakukan KPSI, PT LI dengan ISL-nya justru melakukan langkah-langkah prematur terkait pelaksanaan kompetisi musim 2013. Langkah-langkah yang dilakukan oleh mereka terlihat seperti melakukan proses penguatan daya tawar walaupun harus menabrak ‘idealisme’ mereka sendiri yang selama 1 tahun ini meraka jadikan alat dan alasan melakukan pembangkangan terhadap federasi.

Jujur saja, kompetisi kita di musim 2012 ini meninggalkan banyak sekali masalah, terutama soal kesiapan klub dari sisi finansial dan managerial.  Kedua operator gagal membangun kompetisi yang memberikan benefit kepada klub, terutama dari sisi finansial. Baik PT LI ataupun LPIS gagal mengadopsi Finansial Fairplay sebagai kerangka finansial management klub profesional dan membiarkan klub menjadi tidak mandiri dan rawan dikendalikan kepentingan. Ujungnya kompetisi kita kering tanpa makna dan tidak membantu banyak perbaikan sepakbola Indonesia.

Kondisi kompetisi serba tidak jelas seperti ini sebenarnya sangat menguntungkan bagi pemain dan klub yang oportunis, bohong besar lah kalau ada yang bilang dengan kondisi seperti ini yang dirugikan adalah klub atau pemain, bagi kelompok opportunis, mereka malah bisa manfaatkan kondisi ini untuk menaikkan harga tawar, posisi mereka bisa dimanfaatkan oleh pihak yang berseteru untuk membangun suatu image, kekuatan dan opini pencitraan. Yang jadi korban itu adalah masa depan sepakbola Indonesia. Masih jauh kita berharap klub dan kompetisi benar-benar menjalankan aturan main profesional.

Apa yang seharusnya dilakukan : langkah pertama, kedua kompetisi harus menyatakan diri berada di bawah PSSI dan mengembalikan kebijakan terkait dengan kompetisi sesuai dengan regulasi yang berlaku yaitu :

  • PSSI adalah satu-satunya organisasi sepakbola yang bersifat nasional yang berwenang mengatur, mengurus dan menyelenggarakan semua kegiatan atau kompetisi sepakbola di Indonesia – Statuta PSSI Pasal 3 (4)
  • PSSI bertujuan untuk mengadakan kompetisi-kompetisi internal dalam semua bentuk dan tingkatan pada tingkat nasional dengan menentukan secara tepat wilayah kewenangan yang diakui sesuai dengan tujuan pembentukan dari liga sepakbola – Statuta Pasal 4(1b)
  • Para anggota PSSI memiliki hak ikut serta dalam kompetisi kompetisi dan/atau kegiatan sepakbola lainnya yg diselenggarakan oleh PSSI – Statuta Pasal 14(1e)
  • Para anggota PSSI memiliki kewajiban ikut serta dalam kompetisi dan kegiatan sepakbola yang diadakan oleh PSSI – Statuta Pasal 15(1c)

Kedua kompetisi wajib memberikan laporan pelaksanaan kompetisi musim 2012 secara lengkap kepada federasi, termasuk laporan keuangan audited. Kedua operator harus menyatakan meng-hold posisinya sampai ada kebijakan baru federasi soal kompetisi.

Setelah itu PSSI memiliki kewajiban untuk mengatur aturan main, regulasi, ketentuan-ketentuan terkait dengan kompetisi musim 2013, apa yang boleh dan apa yang tidak boleh, bagaimana mekanisme pengelolaan ‘dua kamar’ kompetisi di satu rumah, standar yang akan di bangun. Jika dalam proses ini PSSI memutuskan untuk melelang ulang operator kompetisi dan hak siar sesuai dengan kewenangan yang di miliki PSSI di dalam jurisdiksi nya, maka semua harus bisa memahami, mengerti dan menghormati putusan tersebut. PSSI harus dapat menyusun sebuah road map dari masa transisi 2013 ke proses penyatuan kompetisi di tahun 2014, dan ini harus clear disampaikan dan dimengerti oleh semua stakeholder sepakbola.

Persoalannya, Pihak KPSI dan PT. LI selalu merasa bahwa kompetisi adalah hak dan miliki mereka, bukan milik federasi dan bukan juga milik yang lain. Termasuk juga media TV milik Bakrie Group, yang merasa bahwa merekalah pemilik hak siar kompetisi di Indonesia.

Menurut UU no.5 Tahun 1999 tentang Praktek monopoli adalah pemusatan kekuatan ekonomi oleh satu atau lebih pelaku usaha yang mengakibatkan dikuasainya produksi dan atau pemasaran atas barang dan atau jasa tertentu sehingga menimbulkan persaingan usaha tidak sehat dan dapat merugikankepentingan umum. Apa yang terjadi selama ini di sepakbola Indonesia adalah demikian adanya, klub dan pemain hanya jadi objek bagi kepentingan bisnis suatu kelompok. Hal ini bisa terjadi karena kelompok tersebut mengendalikan semua pihak yang terlibat di dalam bisnis sepakbola : Federasi – Operator Kompetisi – Klub – Hak Siar & Komersil.

Apalagi jika kita melihat soal point-point kesetaraan di dalam perjanjian bisnis antara para pihak tersebut. Menurut KUH Perdata pasal 1338 ayat (2), suatu perjanjian hanya dapat dilaksanakan dengan itikat baik. Perjanjian yang didasarkan pada itikad buruk ( misalnya penipuan, penggelapan, merugikan salah satu pihak ), mempunyai akibat perjanjian tersebut dapat di batalkan.

Karena Federasi memiliki hak dan tanggung jawab mengatur seluruh proses di dalam penyelenggaraan kompetisi, maka yang terbaik adalah federasi mengevalusi pelaksanaan kompetisi musim 2012 yg diselenggarakan IPL dan ISL, lalu memutuskan apakah akan mengunakan operator yg sama di musim depan atau dengan melakukan lelang untuk operator baru kompetisi. Demikian juga dengan pengelolaan hak siar dan komersil kompetisi, semuanya merujuk kepada :

  • PSSI adalah satu-satunya organisasi sepakbola yang bersifat nasional yang berwenang mengatur, mengurus dan menyelenggarakan semua kegiatan atau kompetisi sepakbola di Indonesia – Statuta PSSI Pasal 3 (4)
  • Komite Eksekutif PSSI memiliki kewenangan memutuskan tempat dan waktu serta jumlah peserta kompetisi-kompetisi yang diselenggarakan oleh PSSI  – Statuta PSSI Pasal 37 (1i)

Bagi saya secara pribadi, soal kompetisi ini lah yang paling urgen untuk dibenahi dari sepakbola Indonesia. Ini kesempatan menata ulang kompetisi yang lebih dari satu dasawarsa hanya menghasilkan kebisingan dan kemeriahan saja tanpa nilai dan prestasi. Seharusnya ini sebuah kesempatan membenahi seluruh elemen yang terlibat di dalam kompetisi sepakbola Indonesia – klub, pemain, hak siar, hak komersil ,sisi bisnis, finansial, pengelolaan supporter, perangkat pertandingan, operator kompetisi dll - .

Soal kembalinya 4 mantan EXCO PSSI

Seperti yang sdh kita ketahui, ke 4 mantan Exco PSSI tersebut dihukum oleh putusan Komite Etika berdasarkan kepada ketentuan di pasal 67 dan 68 Statuta PSSI, Kode Etik PSSI serta Kode Disiplin FIFA. Untuk Sanksi etik dan disiplin yang melekat pada orang maka dapat berupa teguran, pemecatan, skorsing, larangan dari mulai berada di area pertandingan sampai larangan utk mengikuti setiap kegiatan terkait persepakbolaan.

Jika merujuk kepada kasus Mohammed Bin Hamman yang di hukum Komite Etik FIFA dan Komite Etik AFC, perlawanan Bin Hamman yang membawa kasus ini ke CAS hanya menyebabkan hukuman Komite Etik itu di tunda 90 hari dan dilakukan ulang proses penyelidikan, tapi tidak menyebabkan kembalinya secara otomatis posisi Bin Hamman di FIFA ataupun AFC.

Persoalannya, kesepakatan di JC memerintahkan PSSI untuk dapat melakukan Reinstate posisi ke 4 mantan exco tersebut, Sekjen PSSI diminta untuk membuat prosedurnya. Nah, prosedur yang dimaksud tentunya tidak menabrak tata aturan dan regulasi yang berlaku. Apakah ke 4 mantan exco ini bisa begitu saja dipulihkan tanpa syarat apapun ? jika merujuk kepada MOU proses reinstate ini melalui prosedur, dan prosedure harus merujuk kepada regulasi yang berlaku.

Oleh karenanya Sekjen harus bisa menemukan formula yang tepat bagaimana putusan Komite Etik bisa dibatalkan. Pembatalan keputusan Komite Etik hanya bisa dilakukan oleh Komite Etik itu sendiri, Pengadilan Arbritase ( CAS ), Direct letter FIFA-AF dan Kongres PSSI.

Cukupkah dengan pernyataan maaf dari ke empat exco ? padahal mereka sendiri merasa dirinya benar dan tidak pernah mau meminta maaf ?

Menurut saya yang paling fundamental dari permintaan maaf adalah pernyataan bahwa mereka tidak akan lagi mengulangi perbuatannya,  siap bekerja sama dgn Ketum, Waketum dan Exco PSSI lainnya untuk membesarkan sepakbola Indonesia, tunduk taat dan patuh pada Statuta FIFA dan PSSI, Putusan-putusan yang dikeluarkan FIFA, AFC, AFF, PSSI dan Badan Arbritase CAS, membubarkan KPSI dan semua turunannya.  Inilah yang harus jadi landasan dan pinty masuk proses resinstate ke 4 orang tersebut kedalam tubuh PSSI.

Yang jelas proses ini akan menjadi Jurisprudence baru di masa depan dan federasi harus bisa menjamin bahwa hal ini tidak akan digunakan lagi sebagai cara menggangu sepakbola Indonesia di masa depan. Oleh karenanya harus ada proses, tidak boleh serta merta tanpa syarat.

Kongres : Rekonsiliasi vs Pengambilan Kekuasan

Terkait dengan kongres, terlihat sangat jelas bahwa ada dua mainstream yang berbeda antara PSSI dan KPSI. PSSI ingin mempertahankan legalitasnya hingga masa jabatan berakhir 2015 dengan merangkul semua pihak termasuk yang bersebrangan hari ini. Pihak KPSI sedang membangun sebuah proses pengambilan kekuasaan secara bertahap, dimulai dengan melemahkan federasi dengan memisahkan sebagian stakeholdernya ( klub ) dan aktifitasnya ( kompetisi ), membangun proses agitasi dan propaganda media, membuat tandingan ( federasi, teamnas dll ), menyusun barisan pendukung ( klub, supporter, media, politik ), bagi mereka tujuannya hanya satu kuasai kembali federasi dengan cara halus ( lewat Kongres ) atau dengan cara kasar ( lewat sanksi FIFA )

Dan KPSI menemukan momentum dua jalan ini, mereka bisa saja mendorong pelaksanaan kongres di percepat dengan harapan bisa mempengaruhi 2/3 voters untuk merubah agenda konggres menjadi pemilihan ketua umum PSSI dan exco yang baru, yang nama-namanya sudah mereka siapkan. Atau tetap konsisten berseberangan dengan federasi sehingga FIFA dan AFC akan turun tangan langsung, harapan mereka adalah jatuhnya sanksi pembekuan federasi sepakbola Indonesia.

Kuncinya sekarang adalah di member PSSI dan Voter, apakah mereka masih nyaman dengan kondisi seperti ini sehingga mereka mau saja terus jadi alat sebuah proses pengambilan kekuasaan. Apakah mereka masih menikmati konflik ini karena ada ‘nilai” yang bisa dibicarakan ?

Moratorium Sepakbola Indonesia

Jika disebutkan lelah dan cape melihat kondisi sepakbola Indonesia ini ( tapi ini tidak akan menghentikan saya untuk tetap mencintai sepakbola Indonesia). Jika proses melalui JC ini tetap mengalami kebuntuan, saya rasa FIFA-AFC akan melakukan takeover full persoalan ini tanpa melibatkan elemen dari Indonesia, apapun putusannya semua harus tunduk dan taat pada kebijakan tersebut dan bisa jadi salah satu dari 3 hal ini akan menimpa sepakbola Indonesia :

  1. FIFA membekukan seluruh aktivitas federasi sepakbola Indonesia dan membentuk Komite Normalisasi
  2. FIFA hanya menghukum Federasi sepakbola Indonesia tdk boleh aktif di pentas international
  3. FIFA hanya menghukum KPSI dan seluruh turunan pendukungnya ( personal, klub, liga )

Siapa yang harus bertanggung jawab jika itu sampai terjadi ? IMHO semua stakeholder sepakbola Indonesia. PSSI terlalu takut untuk bersikap tegas sejak awal, KPSI benar-benar berhasil merusak dan memporak-porandakan sepakbola Indonesia, Klub dan pemain menjadi tunadaksa terlalu takut untuk mengambil sikap berdasarkan nilai kebenaran dipenjrakan oleh kooptasi kepentingan politik, uang dan kekuasaan, Supporter yang terbelah menjadi alat pembuat suara bising dan berisik yang mengaburkan suara-suara jernih penuh makna dan terakhir media, yang seharusnya menjadi cahaya pemberi terang tapi malah menjadi api yang membakar habis sepakbola Indonesia sehingga tinggak puing dan debu. Bagaimana dengan Pemerintah ? ada dan tidaknya mereka sama sekali tidak membantu sepakbola Indonesia !

Bagi saya dan mungkin sebagian stakeholder sepakbola Indonesia, JC adalah harapan terakhir yg bisa kita gunakan saat ini menyelesaikan persoalan di sepakbola kita, jika ini tidak bisa digunakan oleh semua pihak yang berseteru untuk bersatu padu menghentikan kisruh, saya jadi terfikir sebuah IDE GILA, Moratorium ! : hentikan semua aktifitas sepakbola Indonesia, bubarkan saja semua yang terkait dengan sepakbola Indonesia saat ini, kembalikan seluruh mandat kepada klub anggota perserikatan dimana mereka dulu sebagai founding father pendirian federasi sepakbola Indonesia, biarkan mereka menentukan apakah akan membentuk klub amatir atau profesional, biarkan mereka membentuk federasi daerah dan wilayah, lalu berkongres membentuk PSSI baru. PSSI baru menata semua yg terkait dengan sepakbola Indonesia, liga profesional dibangun dengan standar yang saklek, standar profesional yang nggak bisa ditawar-tawar, bagi yang tidak dapat  memenuhi syarat tapi ingin terlibat di sepakbola Indonesia silahkan ikut di liga amatir dan satu lagi .... Sepakbola Indonesia yang baru harus bersih dari semua elemen yang pernah terlibat langsung atau tidak langsung mengurusi sepakbola Indonesia dalam 30 tahun terakhir ( 2012 -  1982 ), mungkin perlu waktu 1 – 5 tahun membangun kembali rumah dari sisa puing dan debu ini, biarkanlah anak-anak muda bangsa yang baru yang mengurus masa depan sepakbola Indonesia ! Moratorium sepakbola Indonesia lalu kita bangun peradaban sepakbola Indonesia yang baru and a new history is begin !

Wallahu’alam – FIN

@gilang_mahesa

Tidak akan pernah lelah mencintai sepakbola Indonesia

Mohon tunggu...

Lihat Konten Olahraga Selengkapnya
Lihat Olahraga Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun