Mohon tunggu...
Dedi Irawan
Dedi Irawan Mohon Tunggu... Penulis - Bekerja sebagai Legal Analyst and Content Marketing

Seorang pecinta negeri dan blogger

Selanjutnya

Tutup

Hukum Pilihan

Banyak TKA China, Seberapa Mudah Mendatangkannya?

18 Juni 2019   16:52 Diperbarui: 18 Juni 2019   17:40 356
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Foto: IMAM HUSEIN/JAWA POS

Banyaknya TKA China di Indonesia sering dijadikan bahan kritik yang menohok bagi pemerintah. Pasalnya, banyak temuan yang menyatakan bahwa mereka bekerja tidak seharusnya. Bukannya bekerja di bidang dengan keahlian khusus, justru sebagian besar malah menjadi buruh kasar.

Temuan bahwa TKA China banyak yang menjadi buruh kasar bukan dari lembaga sembarangan. Adalah Ombudsman Republik Indonesia (ORI) yang merilis data tersebut. Mereka mendapatkan data tersebut setelah melakukan investigasi penyelenggaraan public dalam rangka penempatan dan pengawasan TKA di Indonesia yang dilakukan pada bulan Juni hingga Desember 2017.

Adapun temuan TKA China yang bekerja sebagai buruh kasar banyak ditemukan di Morowali, Sulawesi Tengah. Yang tak kalah mengejutkan, tim tersebut juga menyebutkan bahwa sopir angkutan barang pun merupakan tenaga kerja asing. Tang tanggung-tanggung, jumlahnya mencapai hingga 200 orang sopir yang dipekerjakan.

Sebenarnya, Seberapa Mudah Syarat Mendatangkan TKA?

Banyaknya buruh kasar yang berasal dari negara lain tentu saja sebuah pengkhianatan terhadap peraturan yang berlaku. Sebagaimana kita tahu, syarat untuk mendatangkan tenaga kerja asing tak peduli dari mana asal negaranya.

Dalam Permenaker Nomor 10 Tahun 2018 Tentang Tata Cara Penggunaan Tenaga Kerja Asing, disebutkan bahwa setiap TKA yang dipekerjakan oleh Pemberi Kerja TKA wajib:

  1. memiliki pendidikan yang sesuai dengan kualifikasi jabatan yang akan diduduki oleh TKA;
  2. memiliki sertifikat kompetensi atau memiliki pengalaman kerja paling sedikit 5 (lima) tahun yang sesuai dengan kualifikasi jabatan yang akan diduduki TKA;
  3. mengalihkan keahliannya kepada Tenaga Kerja Pendamping;
  4. memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak bagi TKA yang sudah bekerja lebih dari 6 (enam) bulan; dan
  5. memiliki Itas (Izin Tinggal Sementara)  untuk bekerja yang diterbitkan oleh instansi yang berwenang.

Dengan ketentuan di atas, seharusnya TKA yang bekerja di Indonesia berpendidikan dan telah memiliki sertifikasi kompetensi yang sesuai dengan kualifikasi jabatan yang akan diduduki TKA. Sehingga otomatis kedatangan mereka ke Indonesia bukan sebagai buruh kasar melainkan tenaga ahli. Sebab, mendapatkan sertifikasi kompetensi dan pengalaman kerja 5 tahun yang sesuai kualifikasi pekerjaan yang diduduki TKA tentu saja bukan buruh kasar.

Sebenarnya, keberadaan TKA dalam waktu yang lama seharusnya juga tidak perlu terjadi andai poin 3 dari aturan di atas dijalankan dengan sungguh-sungguh. Logikanya, tidak perlu waktu bertahun-tahun bagi Tenaga Kerja Pendamping untuk menyerap keahlian dari TKA. Sayangnya, alih teknologi dalam aturan di atas lebih sering hanya menjadi macan kertas di lapangan.

Mengenai larangan pekerja kasar asal luar negeri mencari nafkah di Indonesia juga ditegaskan dalam Perpres Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 20 Tahun 2018 tentang Penggunaan TKA. Beleid yang diterbitkan pemerintah Jokowi ini sebelumnya dianggap sebagai pintu gerbang mudahnya memasukkan tenaga kerja asing terutama yang berasal dari Negeri Tirai Bambu.

Memang, dalam aturan tersebut ada beberapa kelonggaran misalnya mengenai pembatasan yang diberi keleluasaan. Jika dalam aturan sebelumnya izin kerja TKA hanya berlangsung antara satu hingga dua tahun, Perpres ini mengizinkan pekerja asing berkerja di Indonesia sesuai dengan perjanjian kontrak kerja. Hanya saja, memang yang diperbolehkan hanyalah pekerja asing yang ahli, bukan buruh kasar.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun