Mohon tunggu...
Gatot Swandito
Gatot Swandito Mohon Tunggu... Administrasi - Gatot Swandito

Yang kutahu aku tidak tahu apa-apa Email: gatotswandito@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Filsafat Pilihan

Dari Kematian Durna, Bagaimana Jika Ibas Dipanggil KPK?

28 Februari 2014   04:43 Diperbarui: 24 Juni 2015   01:23 1728
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Filsafat. Sumber ilustrasi: PEXELS/Wirestock

Inilah episode kematian Pendeta Durna. Dalam kisah Mahabharata Durna menjadi guru bagi Pandawa dan Kurawa. Namun, dalam perang Bharatayudha, sang guru memilih memihak kubu Kurawa dan berperang melawan Pandawa. Gugurnya Gatot Kaca menjadi titik balik bagi kedua pihak. Satu persatu senopati Kurawa berguguran, mulai dari Karna, Durna, Salya, Sengkuni, Dursasana, dan terakhir Duryudhana.

Setelah tewasnya Karna, Durna dipilih menggantikannya sebagai panglima perang bala tentara Kurawa. Sang resi pun tampil gahar mengeluarkan segala kemampuannya. Anak-anak panah diluncurkan, pedang ditebaskan, pukulan dilontarkan, dan tendangan dilayangkan. Tidak seorang pun senopati Pandawa yang mampu membendung kesaktiannya. Pasukan Pandawa pun terdesak dibuatnya.

Melihat pasukannya terdesak Kresna memikirkan strategi untuk keluar dari tekanan tersebut. Tercetuslah pikiran untuk melemahkan semangat juang Durna. Kemudian segera Kresna menemui Bima dan memerintahkannya untuk membunuh gajah, milik Prabu Permeyo, raja Samodra Barlian yang diberi nama Hesthitama itu. Setelah membunuh Hesthitama, Bima diperintahkan untuk menyerukan kematiannya. Tapi, nama yang diteriakkan Bima bukan Hesthitama tapi Aswatama anak Durna.

“Aswatama mati!” teriak Bima lantang.

Teriakan Bima ini kemudian disambut seruan serupa yang sambung menyambung hingga terdengar oleh Durna. Mendengar hal tersebut Pendita Durna menjadi panik. Guru Pandawa dan Kurawa itu bertanya kesana-kemari, namun jawaban yang didapatnya tetap sama: Aswatama sudah mati!. Dengan galau Durna menemui Puntadewa yang dikenal tidak pernah sekali pun berbohong untuk menanyakan tentang kebenaran berita itu.

Sebelumnya Prabu Kresna menasehati Prabu Punta Dewa agar mau bohong sekali saja, bagi Kresna kebohongan tersebut akan menentukan menang atau kalahnya Pandawa. Namun, Puntadewa bersikeras tidak mau berbohong. Kemudian dipilihalah jalan tengah. Maka, dihadapan Durna, Puntadewa mengatakan Hestitama yang mati. (hesti yang berarti gajah) dengan melemahkan kata “Hesti” dan mengeraskan kata “Tama”.

Mendengar jawaban Puntadewa, Pendeta Durna baru mempercayainya. “Aswatama telah mati!” pikirnya. Semangat tempurnya mendadap redup. Ia menjadi limbung dan pandangannya menjadi kabur gelap seketika. Saat itulah Drestajumna, anak Prabu Drupada, mendatanginya, lalu memenggal kepala Pendita Durna,sebagai balas dendam atas kematian ayahnya, dan melemparkan kepala Pendeta Durna ke arah pasukan Kurawa.

Aswatama adalah putra kandung Durna, belahan jiwanya. Pada Aswatama cita-cita Durna tertambat. Maka, saat mendengar kematian putranya, semangat hidup Durna pun lenyap. Demikian pula dengan Susilo Bambang Yudhoyono kepada Ibas, putra bungsunya. SBY pastinya berharap putra bungsunya dapat meneruskan cita-citanya.

Tapi, bagaimana bila suatu saat nanti nama Ibas dibacakan oleh juru bicara KPK sebagai pihak yang akan dipanggil? Sekalipun pemanggilan itu sebagai saksi, tentu, saja pemanggilan Ibas akan serupa dengan “kematian” Aswatama. Bila kabar kematian Aswatama diserukan sambung menyambung, maka berita pemanggilan Ibas akan terus menerus diberitakan media. Apakah SBY pun akan kehilangan semangat hidupnya?

Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun