Mohon tunggu...
Gan Pradana
Gan Pradana Mohon Tunggu... Dosen - Hobi menulis dan berminat di dunia politik

Saya orang Indonesia yang mencoba menjadi warga negara yang baik.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Mafia Pembobol Bank Berselingkuh, BTN Terlibat?

27 Juli 2017   15:22 Diperbarui: 27 Juli 2017   16:46 2196
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

MESKIPUN presiden telah berganti, perselingkuhan hukum -- di dalamnya ada mafia -- masih saja terjadi dan membuat masyarakat yang maaf bodoh dan lugu menjadi korban. Celakanya, perselingkuhan hukum itu melibatkan atau setidaknya diketahui "orang-orang pintar" di lembaga pemerintah.  Tidak terkecuali lembaga perbankan.

Perselingkuhan (baca: penyelewengan/patgulipat) hukum itu -- lazimnya sarat dengan manipulasi -- terutama menyangkut pertanahan (kepemilikan tanah) yang kalau masyarakat tidak hati-hati,  teliti dan waspada, bisa menjadi korban.

Kasus seperti itu menimpa Sugih Wartono Halim dan saudara-saudaranya (supaya gampang selanjutnya saya sebut saja Sugih). Ia adan saudara-saudaranya mempunyai tanah warisan (surat-surat lengkap) di kawasan Pekayon, Kelurahan Jakasetia, Kecamatan Bekasi Selatan, Kota Bekasi seluas 9.473 meter persegi.  Supaya gampang mengingat, luas tanah itu saya bulatkan saja "nyaris satu hektare".

Persisnya tanah seluas hampir satu hektare milik Sugih bersaudara itu berada di wilayah RT 01 dan RT 04/RW 01 Kelurahan Jakasetia. Lokasinya sangat strategis di tepi Jl Pekayon Raya. Kalau Anda ke Bekasi, di kawasan ini telah banyak berdiri kompleks perumahan, mulai dari yang sederhana hingga yang mewah. Harga rumah di kawasan ini, paling murah mungkin sudah Rp 500 juta dengan luas bangunan tak lebih dari 45 meter persegi.

Pengembang atau developer mana yang tidak tertarik memiliki tanah Sugih? Pada tahun 2009 ada perwakilan sebuah perusahaan, PT Nuansa Expo Dinamika (NED), saya sebut saja singkatan namanya AW datang menemui Sugih.

Intinya, PT NED ingin membeli tanah Sugih dengan catatan harus disertifikatkan dulu. Harap maklum, sebab tanah Sugih dan saudara-saudaranya masih berupa girik. Mengurus sertifikat pasti membutuhkan uang, sementara Sugih mengaku tidak punya uang, juga waktu.

Setelah berunding dengan saudara-saudaranya, Sugih setuju menjual tanah seluas hampir satu hektare itu seharga Rp 6,4 miliar (persisnya Rp 6.425.000.000). Dengan pembeli disepakati, biaya pensertifikatan tanah dipotong dari total harga tanah. Urusan pensertifikatan  tanah dipercayakan kepada notaris Rika Adrianti atas rekomendasi calon pembeli. Surat perjanjian pengikatan jual beli (PPJB) pun ditandatangani pihak-pihak terkait.

Pada tanggal 29 Juli 2009, AW ditemani seorang bernama Dani Susilo -- ia disebut sebagai penasihat keuangan PT NED -- menemui Sugih dan memberikan uang kontan Rp 100 juta sebagai tanda jadi.

Sampai sedemikian jauh, Sugih bertanya-tanya bilakah sertifikat yang diurus Rika selesai? Sebab tanpa sertifikat kepemilikan, sesuai dengan perjanjian, ia tidak mungkin bakal menerima uang yang Rp 6,4 miliar.

Berkali-kali Sugih mengontak Rika, namun jawabannya selalu sama: "Sedang diproses". Lagi-lagi ia hanya bisa pasrah.

Belakangan, Sugih mendapat kabar, sertifikat sudah dipecah  menjadi enam sertifikat. PT NED melalui Dani Susilo pada akhir September 2009 menyerahkan empat lembar cek dari Bank BRI dengan nilai Rp 1 miliar.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun