BOLANG KE BLORA II
Meja makan penuh dengan menu rasapan pagi, Ibu Tarra sudah hafal menu kesukaan
anaknya sekaligus kesukaan teman-teman Tarra, tapi ada pemandangan yang berbeda, di sudut meja makan ada beberapa bungkusan yang justru mengundang perhatian teman-teman Tarra.
" Gimana tidurnya semalam, nyenyak nggak? Yah beginilah di desa Mbak sepii.. yang ramai  nyamuknya hehe." Sapa Bu Halimah Bunda Tarra.
" Wah nyenyak banget Buu, nyaman kog Buu, kami suka suasana seperti ini, krasan hehe". Wella dengan semangat menjawab.
" Â Hehe syukurlah. Ayo , sarapan sudah siap, makan seadanya. Ayo silahkan dicicipi makanan Ndeso. Ibu tidak pandai memasak." Ibu Tarra menyapa tamunya dengan ramah.
" Oh injih Buk, matur suwun, maaf kami merepotkan . Â Miftha tersenyum. Menunya lengkap sekali , tapi maaf yang dibungkus daun ini apa Buk?
"Nah inilah kuliner khas Blora berikutnya Mif, ini nasi pecel Blora, ciri khasnya dengan dibungkus dengan daun jati. Ada sensasi tersendiri saat kita menikmatinya, apalagi harganyanya sangat murah. Satu bungkus nasi pecel lengkap dengan lauknya hanya seharga tiga ribu lima ratus rupiah. Nah kalian harus mencobanya." Tarra  segera mengambil satu bungkus diikuti teman-temannya.
" Wow... nasi sebanyak ini lengkap dengan lauknya hanya tiga ribu lima ratus rupiah? Murah bangeeeet. Mau dooong hidup di sini, masyarakatnya ramah, suasananya damai, biaya hidup murah lagi". Seru Nadia.
" Hehe.. itulah kelebihan hidup di desa Mbak Nadia, tapi ya tetap enak di kota, ramai apa yang kita mau tersedia, tinggal lihat uangnya, ayo silahkan makan , ibu ke depan dulu ya".
"Monggo Buk". Serempak mereka menjawab, dan dengan segera mereka melahap menu nasi pecel bungkus.