Mohon tunggu...
Dedi Eka
Dedi Eka Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Kemiskinan Kian Parah Ditengah Utang Makin Meroket

18 Juli 2017   17:02 Diperbarui: 18 Juli 2017   18:06 1475
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sumber foto: capture okezone

BPS membeberkan, indeks kemiskinan di Indonesia semakin dalam dan semakin parah selama periode September 2016 -  Maret 2017. Menurut Kepala BPS Suharyanto mengatakan Kalau indeks kedalaman (kemiskinan) naik, maka tingkat kemiskinan semakin dalam.

Dengan adanya indeks itu dapat menggambarkan jarak antara pengeluaran penduduk miskin dan garis kemiskinan akan semakin jauh sehingga kemiskinan akan semakin sulit untuk dientaskan. Total jumlah penduduk miskin Indonesia mencapai 27,77 juta orang pada Maret 2017. Angka ini naik sekitar 6.900 orang dibandingkan September 2016.

BPS beberapa waktu yang lalu mengklaim seseorang yang berpenghasilan Rp 11.000 perhari atau setara Rp 332.119 perbulan adalah orang yang dikategorikan tidak miskin. Baru dikatakan miskin apabila pendapatan masyarakat kurang dari Rp 11.000, misalnya Rp 10. 500.

Naiknya jumlah penduduk miskin berbanding lurus dengan kenaikan utang Indonesia dalam era Jokowi. Dalam kurang lebih 2,5 tahun pemerintahan Jokowi, jumlah utang pemerintah Indonesia bertambah Rp 1.062 triliun. Rinciannya yaitu pada 2015 bertambah Rp 556,3 triliun dan 2016 bertambah Rp 320,3 triliun, lalu pada 2017 dimungkinkan utang bertambah Rp 379,5 triliun menjadi Rp 3.864,9 triliun. Rasio utang terhadap PDB masih bergerak pada level yang aman, yaitu pada kisaran 27-28%.

Dengan meroketnya jumlah utang, seharusnya memberikan dampak positif bagi rakyat Indonesia. Jangan sampai utang terus meningkat, tapi penduduk miskin juga malah meningkat. Utang seharusnya meningkatkan kesejahteraan masyarakat, kalau tidak ada dampaknya kenapa harus berutang. Karena utang menjadi beban bagi generasi mendatang. Seperti yang disampaikan Sri Mulyani, saat ini satu kepala rakyat Indonesia menanggung utang belasan juta rupiah.

Wajar saja masyarakat banyak yang miskin dan berpotensi jatuh miskin. Saat ini subsidi banyak dicabut, mulai dari BBM, listrik, gas hingga pajak. Kondisi ini tentu membuat pengeluaran masyarakat semakin tinggi. Harga-harga kebutuhan pokok juga bergerak naik, termasuk garam.

Dulu Jokowi juga menolak kenaikan BBM. Bahkan dia mendukung aksi demo untuk menolak kenaikan BBM. Tapi apa yang terjadi setelah naik jadi Presiden, dia menjilat ludahnya sendiri. Dan beberapa kali menaikkan BBM. 

Seperti yang disampaikan Sri Sultan Hamengku Buwono X, dia tidak setuju adanya jalan tol karena rakyat tidak akan mendapatkan apa-apa. Kalau diperlebar dia mempersilakan tetapi jangan ditol. Karena rakyat disekeliling tidak mendapatkan apa-apa karena jalan ditutup.

Artinya buat apa mengejar infrastruktur dengan utang begitu banyak tapi dampak terhadap masyarakat sangat minim. Yang akan diuntungkan hanya sebagian orang, sedangkan rakyat yang selama ini butuh subsidi malah dicabut. Undang-Undang Dasar 1945 (UUD 1945) dalam pasal 34 ayat 1 dinyatakan bahwa fakir miskin dan anak terlantar dipelihara oleh negara.

Kita cermati pasal 34 ayat (1) UUD 1945 berbunyi "Fakir miskin dan anak terlantar dipelihara oleh Negara". Lalu, kita lihat faktanya. Banyak fakir miskin yang menjerit saat harga makin membumbung tinggi saat BBM naik, karena harga sembako naik akibat biaya operasional naik.

sumber: kompas

Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun