Maskapai penerbangan Sriwijaya Air sedang mengalami turbulensi manajerial, goncangannya sangat keras terasa, sehingga rekomendasi penghentian operasi terpaksa dikeluarkan oleh pihak internal Sriwijaya Air.
Awan colonimbus penyebab turbulensi manajemen ini mulai terbentuk sejak tahun 2018 lalu, ketika Sriwijaya Air mengalami kesulitan keuangan dan nyaris terjun bebas ke lubang kebangkrutan saat terlilit utang ke PT Pertamina Rp.942 miliar, PT BNI Rp.585 miliar, dan PT GMF Rp.810 miliar.
Untuk menghindari hal tersebut lantas pemerintah melalui Kementerian Perhubungan (Kemenhub) dan Kementeriaan BUMN menunjuk Garuda Indonesian Airways (GIIA) untuk melakukan penyelamatan.
Penyelamatan yang dilakukan dimanifestasikan dengan sebuah kontrak Kerja Sama Manajemen (KSM) antara Sriwijaya Group (Sriwijaya Air & NAM Air) dengan Garuda Group ( GIIA, Citilink, & GMF Aero) yang terjadi pada bulan Desember 2018.
Sebagai bagian dari KSM, GIIA menempatkan 3 direksi di manajemen Sriwijaya, Mereka adalah Joseph Andrian Saul yang menjabat sebagai Diektur Utama (Dirut) Sriwijaya Air; Harkandri M. Dahler selaku Direktur Sumber Daya Manusia dan Layanan Sriwijaya; dan Joseph K. Tendean, Direktur Komersial Sriwijaya.
Awalnya semua berjalan baik namun dalam perjalanannya kemudian terkuak ternyata terdapat dualisme kepemimpinan dalam menjalankan roda manajemen Sriwijaya.Â
Terdapat dua nakhoda didalamnya, Dirut yang sesuai dengan akte KSM dan Dirut untuk urusan-urusan kontijensi yang mewakili kepentingan pemegang saham Sriwijaya Grup. Hal ini membuat kesulitan komunikasi bagi bawahannya apabila ada hal penting yang perlu dikomunikasikan, agar bisa mengambil keputusan yang tepat.
Lantas kondisi ini mencapai puncaknya saat Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa (RUPSLB) yang diselenggarakan Sriwijaya, memutuskan untuk memecat ketiga wakil GIIA di jajaran Direksi Maskapai milik Chandra dan Hendry Lie ini.
Selain itu RUPSLB memutuskan untuk membentuk tim transisi peralihan pimpinan dengan Plt Dirut Maskapai Jefferson I. Jauwena. Batas waktu yang diberikan sampai dengan tanggal 24 September 2019 lalu, walaupun sampai saat ini belum jelas benar apa saja yang menjadi poin-poin penting yang harus dicapai saat masa peralihan tersebut.
GIIA Â yang merasa dikhianati Sriwijaya karena pemecatan wakilnya tersebut mulai bergerak untuk mulai mengakhiri KSM. Logo Garuda yang sejak Desember 2018 menempel di pesawar Sriwijaya Air mulai dipreteli.
Menurut Vice President Corporate Secretary PT Garuda Indonesia Tbk. M. Ikhsan Rosan, pencopotan Logo Garuda itu sebagai upaya Garuda dalam menjaga citra merk mereka