Mohon tunggu...
Febby Litta
Febby Litta Mohon Tunggu... karyawan swasta -

Dreamer

Selanjutnya

Tutup

Lyfe

Memaknai Sifat Naif

7 Maret 2015   09:09 Diperbarui: 11 Juli 2017   14:33 78922
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
14256939412126216945



sumber gambar ; sini



Naif. Kata ini sering kali disebutkan teman jika diminta untuk menilai sifat saya.

“Kau terlalu naïf”

“Kamu harus disakiti sesakit-sakitnya dulu agar tidak senaif ini lagi”

“Cobalah untuk membuka matamu. Jangan terlalu naif . Biar kamu tak selalu jadi objek yang tersakiti”

Dan masih banyak lagi yang kemudian membuat saya penasaran ingin mencari tahu makna dibalik kata naif itu.

Naif menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia berarti (1) sangat bersahaja; tidak banyak tingkah; lugu (karena muda dan kurang pengalaman); sederhana: (2) celaka; bodoh; tidak masuk akal.

Jika naïf yang dimaksudkan bagi saya adalah pengertian yang pertama, saya rasa tidak bermasalah karena saya penganut prinsip less is more. Namun, saya rasa dari kalimat-kalimat mereka pengertian naïf bagi saya lebih cenderung ke pengertian yang kedua. Menyedihkan sekali.

Beberapa tahun mendapatkan predikat yang sama sebagai seorang naif membuat saya mulai belajar mengenal diri saya sendiri. Dari bagaimana orang merespon saya, bersikap kepada saya, dan bahasa tubuh mereka. Begitu juga apa yang telah saya lakukan hingga mereka seperti itu.

Hingga akhirnya saya mendapatkan pengertian naif versi saya sendiri. Naif menurut pemahaman saya adalah lugu, polos, melihat hidup ini hanya berwarna putih, lurus tanpa kelokan, semua orang itu baik, tak ada manusia yang tega menyakiti orang lain tanpa sengaja. Jika ada orang yang mengatakan apa yang kamu lakukan salah itu memang kamu salah. Dengan asumsi bahwa orang lain lebih bisa melihat dirimu daripada dirimu sendiri. Ingat kalimat “kamu tidak akan bisa melihat tengkukmu sendiri, hanya orang lain yang bisa”. Itu adalah kalimat yang saya ingat dan pegang ketika ada orang lain mengkritik ataupun menyalahkan saya tanpa mencari second opinion, percaya begitu saja.

Naif disini bisa menjadi positif ataupun negatif. Naif adalah hal positif ketika naif menghindarkan kita dari berprasangka buruk pada orang lain, membenci ataupun menilai buruk orang lain padahal belum mengenalnya dengan baik. Naif membuat kita mampu berprasangka baik pada siapapun tanpa melihat strata, suku, ras, agama, harta, pendidikan.

Naif menjadi negatif ketika naif membuat kita menutup mata bahwa ada orang-orang yang khilaf, tidak sepenuhnya baik dan ikhlas. Ibaratnya naif negatif adalah manusia berkaca mata kuda, melihat lurus pada satu garis tanpa mau melihat bahwa ada banyak garis lain yang bisa saja berkelok membentuk garis yang rumit dan menyesatkan atau malah membentuk bangun-bangun indah diluar pandangannya.

Lalu bagaimana caranya agar tidak menjadi seorang naif negatif?

1.Maksimalkan Panca Indra

Tuhan memberikan kita panca indra yaitu mata, telinga, lidah, hidung, kulit/indra peraba. Maksimalkan semua. Jangan bersikap tidak adil pada panca indramu sendiri. Percaya apa yang diterima oleh indra pendengar tanpa melibatkan indra yang lain untuk membuktikan hal tersebut. Mulailah adil dalam menggunakan mereka dan maksimalkan

2.Open Minded

Open Minded. Buka pikiranmu, biarkan dia berkelana, menafsir, berfikir, menelaah apa yang kamu terima dari semua panca indramu dan menghubungkannya dengan segala pengetahuan yang kamu miliki. Buka pikiranmu bukan hanya dari pendapat satu orang saja tapi berbagai orang yang ada di sekitarmu. Jangan membatasi pikiranmu.

3.Percaya Diri

Percaya diri adalah kata yang paling familiar sejak kita mulai mencari jati diri di masa remaja. Dengan memiliki kepercayaan diri, kita akan terhindar dari perangkap “naif negatif”. Percaya diri membantu kita untuk tidak menelan mentah-mentah kritik dan saran orang lain. Menerima begitu saja saran dan ktitik lalu menjalankannya pada diri tanpa menelaah apakah kritik dan saran tersebut objektif atau sekedar subjektif si pemberi kritik dan saran itu.

4.Pahamilah bukan hanya putih yang ada di dunia ini

Ada begitu banyak warna di dunia ini, lebih dari sekedar 7 warna pelangi. Merah, kuning, hijau, ungu, biru, putih, hitam, abu-abu, jingga, merah muda, merah bata, magenta, hijau tosca, dan masih amat sangat banyak lagi. Begitupun dengan manusia di luar sana. Tidak semuanya “putih”. Ada memang yang sangat baik, namun sebagaimana manusia pasti pernah berbuat khilaf. Jadi, Wake Up..!!! dunia ini tak hanya putih sayang. Ketahui, pahami, dan maknai. J

5.Hati-hati memaknai prinsip

Hati-hati memaknai prinsip. Sering kita mendengar ataupun membaca prinsip-prinsip yang kelihatannya masuk buat kita dan keren. Seperti “perlakukan orang lain seperti kita ingin diperlakukan”. Berlaku baik pada orang lain dengan berharap orang lain baik pada kita saja sudah terasa salah, terlihat sekali pamrih di dalamnya. Lebih baik bersikap baik karena memang kita ingin bersikap baik, ikhlas bagaimanapun tanggapan yang akan kita dapat. Jangan sampai hal itu membuat kita terjerumus hingga melakukan apapun yang dikatakan orang lain agar dia pun mau bersikap baik pada kita.

Demikian sedikit pemahaman saya tentang naif. Semoga bermanfaat.

Dan…. Hai…..sesama naif di luar sana……!!!!

Ayo buka kaca mata kuda kita. Terima dunia ini apa adanya, bukan sekedar putihnya, bukan sekedar terangnya. Terima dan pahamilah bahwa Tuhan menciptakan dunia ini berpasangan, baik-buruk, hitam-putih, gelap-terang, aku-kamu #eehh :D

Semangat Pagi…!!! Semangat Weekend…!!!

Makassar, 7 Maret 2015

(Fl)

Mohon tunggu...

Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun