Mohon tunggu...
Fayara Hansyah
Fayara Hansyah Mohon Tunggu... -

Student

Selanjutnya

Tutup

Politik

Berita Hoax, Pemecah Persatuan

9 Juni 2017   14:15 Diperbarui: 9 Juni 2017   15:00 775
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

 Kali ini, saya akan menjelaskan lebih detail mengenai berita hoax di Indonesia. Berita hoax tetap saja booming bahkan menjadi trending di berbagai media sosial, padahal hari lahirnya pemersatu dan dasar negara kita yakni Pancasila telah kita peringati, tapi, sepertinya masyarakat lebih menyukai berita hoax daripada merealisasikan rasa pembelaan dan pemaknaan terhadap Pancasila.

Entah, apa yang ada di benak para pembuat dan para penikmat berita hoax. Mereka terus menerus mengganggap berita hoax adalah suatu hal yang istimewa bagi mereka. Lalu apakah penyebab mereka terus menerus mengistimewakan hoax? Iya, mereka sangat fanatisme pada apa yang mereka dukung. Mereka mengganggap idola atau golongan mereka paling benar. Memang, di dunia ini tidak ada orang yang mau dianggap salah, tetapi, bagaimanapun juga, kita tidak bisa mengganggap kita paling benar. Hakikat dan makna kebenaran bagi setiap orang itu berbeda. Apalagi kebenaran anggapan kebenaran antar golongan. Setiap golongan pastilah mempunyai arti tersendiri untuk kebenaran.

Pemerintah seperti menyerah menghadapai berita hoax ini. Semakin lama pertumbuhan sumber (developer)berita hoax semakin marak. Masyarakat banyak yang menginginkan terjadinya persatuan kembali, tapi mereka tetap saja menjadi partisipan berita hoax. Bahkan, mereka menjadikan trending suatu berita hoax. Sungguh sangat ironis.

Anehnya lagi, masyarakat lebih suka mengangkat berita hoax menjadi trending, daripada mengangkat konten edukasi menjadi trending. Ini tentunya tak hanya melanggar UU kita, tetapi juga melanggar berbagai aspek sosial. Diskriminasi sangatlah kental dalam berita hoax ini, begitupun sistem pengkastaan. Mereka mengganggap golongan mereka derajatnya lebih tinggi dibanding golongan yang lain, karena sistem penentuan kebenaran yang mereka anut. Padahal, mereka belum tentu benar. Dapatlah saya katakan itu menurut penilaian mereka atau dapat saya sebut "hanya perasaan". Tentunya, HAM sangat menolak dua hal ini. Mereka hanya memburu hawa nafsu mereka. Mereka merasa puas apabila mereka mendapatkan banyak pendukung. Ada keanehan lagi disini, jika mereka benar, kenapa mereka harus butuh pendukung? Bukankah mereka seharusnya berani dalam mengemukakan pendapatnya walau minim pendukung, seperti kata pepatah, berani karena benar?

Nah, dari sini dapat kita lihat bahwa kelihatannya mereka hanyalah cari sensasi dan ketenaran. Tapi, tidak dapat dipungkiri juga, jangan -- jangan mereka pesanan asing yang ingin menguasai Indonesia. Kita tahu kan, bangsa kita dahulu sulit merdeka karena apa? Iya, karena kita terpecah -- pecah. Pada saat kita telah bersatu, kita dapat mencapai kemerdekaan kita. Dengan SDM dan SDA yang melimpah, Indonesia menjadi surga bagi para bangsa yang ingin membuat industri besar dan tentunya peruntungan.

Sebenarnya, dalam menghadapi suatu berita, kita tidak perlu terlalu percaya pada berita tersebut sehingga tidak menimbulkan kegusaran pada kita sebagai golongan yang terkait dalam berita tersebut, apalagi berita yang dibuat oleh sumber yang sama sekali tidak mempunyai tanggung jawab terhadap kebenaran dan kejujuran. kIta boleh percaya apabila kita yakin benar, berita tersebut.

Sebagai negara kesatuan, sudah sepatutnya kita memunculkan " profesionalisme" kita dalam persatuan. Kita haruslah bisa menghadapi serbuan internal dan eksternal yang memecah belah kita. Karena "Kita Indonesia, Kita Satu!"

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun