Mohon tunggu...
Farhan Abdul Majiid
Farhan Abdul Majiid Mohon Tunggu... Penulis - Penulis

Alumnus Ilmu Hubungan Internasional FISIP Universitas Indonesia | Alumnus SMA Pesantren Unggul Al Bayan | Penikmat Isu Ekonomi Politik Internasional, Lingkungan Hidup, dan Kajian Islam

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Hardiknas 2013, Refleksi Pendidikan Indonesia Kini

3 Mei 2013   17:39 Diperbarui: 24 Juni 2015   14:10 257
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gadget. Sumber ilustrasi: PEXELS/ThisIsEngineering

Hari pendidikan nasional rutin diperingati setiap tahunnya di Indonesia. Hari yang diambil dari hari lahir tokoh pendidikan Indonesia, Ki Hajar Dewantara ini memiliki arti penting. Tidak hanya sebagai seremonia belaka, namun kita melihat pula penerapannya.

Pendidikan adalah kebutuhan dasar manusia. Pendidikan adalah jembatan untuk melihat cakrawala dunia. Dengan pendidikan, maka hidup seseorang akan selamat. Meski demikian, pendidikan di Indonesia masih banyak dirundung masalah. Karut marut UN yang baru terjadi, kurangnya guru, maraknya indispliner siswa, dan lain-lain. Masalah itu harus segera dituntaskan agar Indonesia bisa selamat di masa depan.

Anak-anak Indonesia harus merasakan pendidikan. Mulai dari yang tinggal di kota-kota besar hingga mereka yang tinggal di pedalaman. Mereka harus mendapatkan pendidikan serta mengembangkan bakat dan minatnya. Sejak dahulu, pemerintah Indonesia sudah mengusahakan suatu sistem pendidikan yang merata bagi seluruh rakyat Indonesia. Namun tak dapat dipungkiri, banyaknya anak Indonesia dan luasnya wilayah Indonesia menghambat ini. Tapi, ini bukanlah alasan untuk tidak mengakses mereka dengan pendidikan.

Kita bisa melihat kondisi kini. Ujian Nasional (UN) masih menimbulkan pro-kontra. Persebaran guru belum merata. Begitu mahalnya biaya untuk sekolah. Ini menjadikan Indonesia harus terus berbenah.

UN sebenarnya merupakan konsep baik mengenai syarat lulus seorang murid. Jangan kita berpikir “ Untuk apa UN? Kan tak semua siswa berkemampuan sama?”. Paradigma ini harus diubah. Mengapa? Belajar adalah suatu proses, dan UN adalah pembuktian hasil belajar itu. Bagaimanapun, seluruh hasil dari belajar harus diujikan. Karena hanya orang yang berkemampuan baiklah yang bisa lolos ke babak pendidikan selanjutnya. Di berbagai belahan dunia pun ditemukan sebuah ujian menyeluruh yang menentukan kelulusan siswa. Memang, harus ada pembenahan dimana-mana. Tapi, itu bukanlah alasan untuk menghapus UN sama sekali. Kita harus sadar bahwa UN dapat menentukan keseriusan belajar seorang siswa. Seserius apakah ia belajar? Jika serius maka lulus dan jika malas maka tak lulus.

Mungkin masih ada beberapa pelajar yang mengharapkan UN menghilang dari sistem pendidikan kita. Tapi untuk apa? Dengan UN, ada siswa yang dahulu sering berkelahi, perhatiannya teralihkan menuju belajar. Dengan UN, para siswa pun lebih mendekatkan diri pada Tuhan. Dengan UN pula, kelulusan pun lebih berkualitas. Memang benar jika kasus menyontek masih saja terjadi, tapi itu bukan berarti UN dihilangkan, justru mental penyontek yang wajib dihilangkan.

Melalui tulisan ini pun, penulis mengimbau kepada seluruh pelajar di seluruh Indonesia agar menghapuskan kata “sontek” dan diganti dengan “jujur”. Karena terbukti, dengan menyontek ilmu yang selama ini dicari, tak berguna karena ketika ujian serta merta mendapat nilai bagus dari jawaban orang lain.

Dalam kurikulum 2013, kemendikbud berupaya untuk menambah jam belajar agama. Penulis sangat setuju dengan upaya ini. Mengapa? Agama harus dijadikan landasan setiap tindak tanduk manusia. Dengan agama, hidup manusia akan selamat dunia akhirat. Dengan agama pula, ilmu yang didapat akan menjadi lebih berguna.

Selain pendidikan agama, ada pula pendidikan yang berbudaya. Seperti apa? Yakni pendidikan yang mendidik didikan agar tetap rendah hati meskipun berilmu banyak. Siswa harus diajarkan ilmu padi, semakin berisi semakin merunduk. Semakin cerdas, semakin rendah hati. Semakin pintar, semakin berbudi. Inilah yang diharapkan setelah melalui proses belajar yang panjang. Berguna bagi bangsa, negara, agama, dan membanggakan orang tua.

Kini, pendidikan di Indonesia terus membaik. Kita dukung program pemerintah dalam pendidikan. Wajib belajar 9 tahun harus tercapai, kalau bisa ditingkatkan menjadi 12 tahun. Beasiswa bagi siswa berprestasi harus semakin diperbanyak. Pendirian lembaga riset bagi siswa harus terus dilanjutkan. Siswa pun harus semakin terpacu untuk menjadi orang yang cerdas, berakhlak, dan berguna. Melalui Hardiknas 2013 ini, semoga kualitas pendidikan Indonesia semakin membaik. Moral pelajar semakin membaik pula. Selamat Hardiknas!

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun