Lasusua, Koran Sultra -- Jembatan tak kunjung  dibangun, Para pelajar di Desa Maroko Kecamatan Rante Angin kesekolah  menantang maut saat menyebrangi sungai dengan bergantung diatas papan  dan kawat. begitu juga yang dilakukan warga dari Desa Tinukari Kecamatan  Wawo Kabupaten Kolaka Utara (Kolut) Provensi Sulawesi Tenggara.Â
Sungai yang memisahkan Desa Tinukari dan desa Maroko seluas 50 meter  dilalui setiap hari pelajar dan warga dengan menggunakan tali yang  ditarik beralaskan papan sepanjang satu meter dan setebal 3 cm yang  diapit tali nilon serta dibungkus dua potongan bambu sebagai pegangan  untuk menggelantung pada tali kawat (tali slenk). Agar mudah bergeser,  katrol berperan utama mempermudahnya meluncur dan bergeser yang diikuti  gerakan menarik sebuah tali jenis nilon yang sedikit lebih kendor  terpasang.
Informasi yang didapat awak Media Koran Sultra, Ketinggian Gantungan  Dengan Permukaan Air Tujuh Meter Dengan Air Yang Deras saat musim  Kemarau kedalam Air sungai  Sedalam Dua Meter  Sementara Dimusim  Penghujan Air Mencapai Ketinggian Enam MeterÂ
Kondisi memperihatinkan yang dialami  Warga Desa Tinukari saat hendak  menuju ke Ibukota Kabupaten Dengan Menggantungkan Motor Maupun Hasil  Panennya, Begitupun Warga Dari Desa Lain Yang Memiliki Kebun Di Desa  Maroko Yang Melintas didaerah ini Setiap Harinya
Seperti yang diceritakan Usman (9) pelajar SD 2 Wawo kelas 3 warga  dusun IV Desa Maroko ini, dirinya setiap hari kesekolah melintas sungai  dengan bergantung, dia tidak merasa takut melintas disaat musim kemarau,  namun yang dia ketakutan disaat musim penghujan dan banjir.
"Saya ketakutan saat Musim hujan dan banjir karena Arusnya deras," ujarnya
 Sementara jarak dari rumah ke sekolah sekitar 3 kilo meter dengan  berjalan kaki dan melintasi sungai ini, biasanya kesekolah pukul 06.00  wita dan sampai dipinggir sungai jam 06.30, dan berjalan kesekolah  hampir 1 kilo meter. ujarnyaÂ
"Harus cepat berangkat kesekolah karena jam masuk pukul 07.15 wita, Â namun saat musim penghujan biasanya terlambat masuk sekolah," terangnya
warga Desa Tinukari Kecamatan Rante Angin mengatakan, dia merupakan  pekebun di sana. Hampir setiap hari dia ke kebun bersama keluarganya,  dan terpaksa melintasi sungai tersebut dengan menggunakan tali, karena  tidak ada jembatan.
"Paling tertantang ketika debit air sungai banyak, maka arus sungai  pun menjadi deras, di sini lah pertaruhan untuk mencapai pinggir sungai  dengan lebar sekitar 50 meter itu paling berdebar jantung," ucapnya.