Mohon tunggu...
Fajar
Fajar Mohon Tunggu... Supir - PEZIARAH DI BUMI PINJAMAN

menulis jika ada waktu luang

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Ketika Suara Kritis Dibungkam Penguasa Lalim

29 Agustus 2013   09:43 Diperbarui: 24 Juni 2015   08:40 422
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
1377745678551917757

[caption id="attachment_262143" align="aligncenter" width="534" caption="Illustrasi Pemenggalan Kepala Yohanes Pembaptis oleh Raja Herodes (cdn.kaskus.com)"][/caption]

ALKISAH seorang Raja bernama Herodes memperistri Herodias, seorang wanita cantik berhati busuk. Herodias adalah janda beranak satu, seorang putri buah perkawinannya dengan Filipus, saudara dari Raja Herodes. Semenjak kematian Filipus, Raja Herodes memperistri Herodias. Perkawinan mereka menimbulkan skandal publik dan kasak-kusuk di tengah rakyatnya. Namun, tidak ada satu pun yang berani mengkritik tindakan tidak etis sang raja secara terbuka.

Di tengah kebisuan massa, tampil seorang tokoh moral, Yohanes, Sang Pembabtis, sepupunya Yesus. Ia tampil secara terbuka dan terus-terang menyampaikan kritik tajam kepada Raja Herodes: "tidak benar, anda memperistri Herodias, yang adalah istri saudaramu!" Bukannya sadar dan memperbaiki diri, Herodes malah menjebloskan Yohanes ke dalam penjara. Kritikkan tajam Yohanes juga membuat Herodias dendam. Ia melihat Yohanes telah menjadi duri dalam daging bagi cinta terlarang mereka. Ia pun mencari kesempatan untuk melenyapkan sang lidah tajam, pembuka aib hubungan mereka.

Kesempatan itu pun tiba. Akhir tahun 31 Masehi, bertepatan dengan hari ulang tahun Raja Herodes, putri Herodias mempersembahkan sebuah tarian padang pasir yang memikat hati Sang Raja dan menuai decak kagum para tamu undangan yang datang dari kerajaan-kerajaan tetangga maupun dari kalangan istana. Dalam suka citanya oleh karena euforia rasa bangga terhadap putri tirinya serentak keponakkannya ini, Raja Herodes pun mengeluarkan sesumbar: “Mintalah apa saja yang kauingini, maka akan kuberikan kepadamu!”, lalu bersumpah kepadanya, “Apa saja yang kauminta akan kuberikan kepadamu, sekalipun setengah dari kerajaanku!” Anak itu pergi dan menanyakan ibunya, “Apa yang harus kuminta?” Jawabnya, “Kepala Yohanes Pembaptis!” Lalu ia cepat-cepat masuk menghadap raja dan meminta, “Aku mau, supaya sekarang juga engkau berikan kepadaku kepala Yohanes Pembaptis di atas piring!” Lalu sangat sedihlah hati raja, tetapi karena sumpahnya dan karena tamu-tamunya ia tidak mau menolaknya. Raja segera menyuruh seorang algojo dengan perintah supaya mengambil kepala Yohanes di penjara. Ia membawa kepala itu di sebuah piring besar dan memberikannya kepada gadis itu dan gadis itu memberikannya pula kepada ibunya.

Yohanes pembaptis menjadi korban penguasa lalim yang takut mendengarkan suara kritis rakyatnya. Ia adalah korban penguasanya yang lebih mementingkan egonya daripada suara kebenaran yang diperdengarkan oleh rakyatnya. Ia rela menjadikan kepala Yohanes pembaptis sebagai tumbal bagi stabilitas kehormatan semu kekuasaannya.

Di sisi lain, Yohanes Pembaptis menjadi simbol ketidakgentaran para pejuang kebenaran untuk tidak pernah mau dibungkam oleh penguasa lalim. Ia menjadi tanda pengharapan bagi banyak orang bahwa keberanian untuk menyuarakan kebenaran jangan sampai dikalahkan oleh ancaman kriminalisasi dan eliminasi dari pentas kehidupan. Sebab suara kebenaran akan tetap berteriak kencang, meski hidup diancam jeruji besi, sebilah pedang, atau pun popor sepucuk senjata.

Kematian Yohanes Pembaptis menjadi inspirasi untuk tidak pernah merasa takut menyuarakan dan memperjuangkan kebenaran yang kita yakini, meskipun ancaman kematian oleh karena perjuangan itu pasti mengintai setiap gerak-gerik hidup kita. Semua orang pasti mati, tetapi semua orang bisa memilih mati sebagai apa: sebagai oportunis/pecundang atau sebagai pahlawan!

*catatan ringan atas peringatan wafatnya Santo Yohanes Pembaptis, Kamis, 29 Agustus 2013

Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun