Mohon tunggu...
Fajar
Fajar Mohon Tunggu... Supir - PEZIARAH DI BUMI PINJAMAN

menulis jika ada waktu luang

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

AFTA 2015: Gaungnya Masih Terbatas dan Greget Persiapannya belum Terasa

22 Februari 2014   03:42 Diperbarui: 24 Juni 2015   01:35 414
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

[caption id="attachment_296723" align="aligncenter" width="383" caption="Sumber Ilustrasi (heropurba.blogspot.com)"][/caption]

AFTA Sekilas Pandang

Sistem perekonomian internasional yang menganut pasar bebas dengan tingkat ketergantungan yang makin tinggi antarbangsa, secara langsung juga menjadi 'ancaman' bagi sistem perekonomian nasional. Ketika banyak negara sudah mulai membuka keran-keran kebebasan aliran barang dan jasa dari dalam dan ke luar negaranya, bangsa yang menutup diri akan terlihat terasing di tengah pergaulan antarbangsa. Di sinilah, tegangan akan terjadi antara nasionalisme dan keterbukaan terhadap dunia luar.

Mencermati hal tersebut, bangsa-bangsa yang tergabung dalam kelompok ASEAN dipaksa untuk membangun sebuah kawasan ekonomi yang mengintegrasikan sistem ekonomi pasar bebas ke dalam sistem ekonomi negara-negara ASEAN. Karena itu, pada 28 Januari 1992, tepatnya dalam KTT ASEAN lahirlah kesepakatan di antara negara-negara ASEAN khususnya Indonesia, Malaysia, Brunei Darusalam, Filipina, dan Singapura agar diberlakukannya pasar bebas di antara negara-negara anggota. Kesepakatan ke-6 negara ASEAN ini otomatis perlahan-lahan berlaku juga bagi anggota yang baru masuk belakangan seperti Vietnam (1995), Laos dan Myanmar (1997), serta Kamboja (1999).

Pada KTT ASEAN ke-20  di Phnom Penh (2012) disepakati bahwa AFTA yang sudah berjalan secara bertahap sejak 1 Januari 2002 dengan fleksibilitas (terhadap produk-produk tertentu tarifnya masih diperkenankan lebih dari 0-5%) akan diberlakukan secara penuh pada bulan Desember 2015. Hanya akan ada satu pasar dan basis produksi dengan lima elemen utama, yaitu aliran bebas barang, bebas jasa, bebas investasi, aliran modal dan aliran bebas tenaga kerja terampil.

Dengan demikian, AFTA ternyata sudah disepakati sejak tahun 1992 dan Indonesia salah satu negara yang menjadi inisiator kesepakatan ini agak sulit untuk ditarik kembali dengan alasan Indonesia belum siap.

Lalu, apa saja yang menjadi tujuan AFTA 2015? Ada beberapa hal yang secara sederhana dikatakan menjadi tujuan AFTA yakni:  menjadikan kawasan ASEAN sebagai tempat produksi yang kompetitif sehingga produk ASEAN memiliki daya saing kuat di pasar global; menarik lebih banyak investor yang benar-benar asing (FDI); dan meningkatkan perdagangan antar negara anggota ASEAN (Intra-ASEAN Trade).

Apa saja Peluang Keuntungan yang Bisa Diraih Indonesia?

Pasti ada peluang keuntungan yang akan didapat Indonesia yang menjadi alasan kuat pemerintah Indonesia menyepakati untuk diberlakukannya AFTA 2015. Apakah peluang keuntungan tersebut?

Pertama, dengan diberlakukannya bebas bea masuk bagi barang-barang ke sesama negara ASEAN berarti Indonesia mempunyai peluang untuk memasarkan barang-barangnya ke negara-negara ASEAN dengan lebih leluasa. Pertanyaannya, barang-barang  apa sajakah (yang menjadi produk lokal) yang punya daya saing tinggi yang telah dipersiapkan pemerintah Indonesia untuk dipasarkan ke negara ASEAN pada 2015? Bagaimana dengan produk-produk bangsa kita dari sektor pertanian dan indistri manufaktur? Apakah pemerintah pusat dan pemerintah daerah di Indonesia sudah gencar menggenjot laju pertumbuhan dari segi kuantitas dan kualitas di kedua sektor tersebut?

Kedua, makin banyaknya arus barang impor yang masuk dengan kualitas tinggi tanpa pajak akan menjadikan Indonesia sebagai pasar murah meriah. Bangsa Indonesia yang lebih suka harga murah tetapi merek luar negeri tentu akan menjadi sasaran empuk dari barang-barang impor. Hal ini tentu menguntungkan bagi konsumen Indonesia karena barang-barang menjadi lebih murah dari sebelumnya. Akan tetapi, apa yang terjadi dengan para produsen lokal? Apakah mereka harus gulung tikar karena tidak mampu bersaing dari segi harga oleh karena tingginya biaya produksi barang dalam negeri? Apakah kemungkinan ini sudah diantisipasi oleh produsen lokal dan pemerintah?

Ketiga, mempermudah putera-puteri Indonesia yang akan bekerja di negara-negara ASEAN. Hal ini tentu mengandaikan bahwa Sumber Daya Manusia putera-puteri Indonesia telah 'siap pake' sebagai tenaga kerja luar negeri dengan tingkat keahlian yang memadai termasuk dalam penguasaan bahasa asing secara aktif. Apakah Indonesia telah siap dalam hal ini? Apakah sudah banyak putera-puteri Indonesia yang telah siap secara profesional di bursa kerja ASEAN? Apakah pemerintah Indonesia telah serius menggarap hal ini, ketika ada begitu banyak cerita tentang persoalan seputar TKI/TKW Indonesia sebelum AFTA 2015 yang kebanyakan bermasalah dari segi profesionalisme mereka?

Keempat, harapannya Indonesia bersama dengan negara-negara ASEAN lainnya akan menjadi raksasa ekonomi baru dalam percaturan ekonomi internasional oleh karena kekayaan Sumber Daya Alam yang dimanajeman secara kolaboratif oleh kolaborasi fair antarnegara ASEAN. Kerja sama dalam pengelolaan SDA bersama ini, akan menjadikan produk-produk negara ASEAN semakin diperhitungkan di pasar internasional. Nah, sejauh mana persiapan pemerintah Indonesia dalam koloborasi SDM untuk pengelolaan SDA yang sangat kaya ini? Jangan sampai banyak putera-puteri asli Indonesia sendiri yang kemudian menjadi penonton oleh karena kalah saing dengan tenaga kerja dari negara-negara ASEAN lainnya yang jauh lebih berkualitas dan profesiona?

Jika AFTA 2015 sudah Harga Mati: Apa yang Harus Kita Persiapkan?

Pertama, persiapan Sumber Daya Manusia (SDM) yang memadai dan mampu bersaing melalui peningkatan mutu pendidikan kita. Masing-masing penduduk Indonesia harus mengembangkan Sumber Daya Manusianya sendiri melalui pendidikan yang memadai agar menjadi tenaga kerja profesional dan mampu bersaing dengan tenaga kerja dari negara-negara ASEAN lainnya. Hal ini penting tidak hanya untuk para pekerja halus/orang kantoran, tetapi juga untuk para buruh yang bekerja di perusahaan-perusahaan asing baik di dalam negri maupun di luar negeri. Apakah para buruh kita mampu bersaing dengan buruh-buruh Vietnam yang jauh lebih murah? Demikian pun dengan tenaga kerja dalam sektor pelayanan/jasa. Filiphina terkenal sebagai negara yang cukup kuat dan gencar mempersiapkan para PRT/baby sister/perawat yang mampu bersaing di bursa kerja internasional. Bagaimana dengan Indonesia? Apakah sistem pendidikan kita dari hilir sampai ke hulu telah benar-benar mempersiapkan anak bangsa untuk 'bersaing' di pentas ASEAN/dunia?

Kedua, bagi para pelaku usaha. Jika pasar bebas di tingkat Asia menjadi ancaman bagi industri menengah ke bawah dan para pelaku Usaha Kecil Menengah (UKM), strategi apa yang seharusnya kita lakukan untuk mengubah ancaman ini menjadi peluang agar produk kita bisa bersaing dengan produk luar? Langkah-langkah apa yang perlu diambil agar usaha/industri kecil kita tidak kalah saing dengan produk asing? Ada banyak hal yang perlu dilakukan seperti: 1) peningkatan SDM para pelaku usaha itu sendiri (termasuk di dalamnya kemampuan berbahasa asing); 2)  meningkatkan kualitas produk industri atau usaha; mengurus legalitas izin dan merek agar layak dipasarkan di luar negeri; 3) membidik peluang-peluang usaha baru yang belum tersedia di pasar; 4) menentukan target pasar/kelompok konsumen secara jelas yang menjadi target dari produk yang kita tawarkan untuk menghadapi para pesaing lainnya; 5) berfokuslah untuk ikut bersaing dan menjadi pemenang dalam persaingan antarbangsa tersebut yang terkait langsung dengan mentalitas, daya juang, yang dibakar oleh ambisi positif dari rasa nasionalisme untuk membawa produk dalam negeri menjadi 'go internasional atau 'go ASEAN'. Hilangkanlah keragu-raguan dan ketakutan untuk kalah bersaing dan merasa inferior dengan membanjirnya produk luar negeri di dalam negeri.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun