Sekilas saya menyaksikan diskusi yang disiarkan oleh suatu tv swasta. Masalah yang dibahas seputar adanya enzim babi yang digunakan dalam proses pembuatan obat, terutama vaksin. Titik berat yang saya tangkap yaitu adanya kesalahpahaman antara pandangan suatu pihak tentang enzim babi tersebut hanyalah sebagai katalisator. Tetapi ada pandangan lain tentang hal ini pada pihak lain sehingga meminta para farmakolog untuk sesegera mungkin membuat alternatif untuk menggantikan enzim babi dalam obat.
Berbicara tentang sertifikat halal, sebenarnya saat masih menimba sedikit ilmu tentang obat-obatan ini sudah menjadi perbincangan kami. Entah, kenapa obat itu tak disertai sertifkat halal padahal obat itu tentulah dikonsumsi khalayak. Hal seperti ini bukanlah hal baru. Ah, mungkin Farmasis yang profesional saja menjelaskan hal ini.
Kemarin, ribut tentang cangkang kapsul yang terbuat dari gelatin babi. Kapsul yang soft atau hard. Namun hal itu bisa digantikan dengan gelatin sapi meskipun gelatin sapi tak sebaik gelatin babi dalam hal ini.
Sepertinya bagus juga ketika ada logo halal pada kemasan obat, apakah itu oral maupun parenteral. Tapi saya sendiri belum bisa membayangkan. Lalu saya terpikir, ketika ada sertifikat halal, bagaimana dengan narkotika golongan III seperti Codein HCl ketika digunakan dalam pengobatan? Dan dalam konteks penyalahgunaan maka halal-haram itu apakah masih melekat padanya? Halal-haram ada pada zatnya atau tergantung penggunaannya atau hal-hal lainnya?
Ikuti saja perkembangannya...
#Notagtojurkomuinjogja