Biaya tanpa batas, usaha menancapkan persepsi di benak publik. Kedahsyatan susu formula begitu meyakinkan, menggoda dan menyederhanakan masalah dalam iklan yang berseliweran tak terbendung. Bebas mengedukasi keluarga Indonesia, mengubur dalam-dalam akan keberadaan air susu ibu (ASI) yang sejatinya paling praktis, ekonomis dan substantif.
Pemandangan biasa, ketika masuk di mini market. Berderet-deret rapi kemasan susu formula beraneka ragam merek. Banyak juga kaleng susu yang diborgol, takut digasak pengunjung usil karena harganya yang tidak murah. Mahal identik dengan jaminan mutu dan gengsi. Dan itu tak pernah sepi peminat, selalu ludes tandas masuk ke perut balita-balita negeri ini yang ingin sehat dan pintar.
Sosialisasi keungggulan ASI semakin terpinggirkan, sunyi dalam keterbatasan. Buku inspiratif  "Catatan Ayah ASI, Kami Bukan Ahli Cuma Mau Berbagi" urgen untuk disebarkan seluas-luasnya. Sangat mendesak divisualisasikan sebagai counter, usaha penyeimbang akan perang persepsi dengan pemodal susu formula. Yang sebagai produsen, terlalu berfikir laba besar saja dengan melupakan sisi sosial responsibility-nya.
Pro ASI, kampanye ASI. Menyentuh hati terus menerus, menyadarkan bahwa tidak memberi ASI termasuk mengingkari hak asasi dari sang bayi, buah hati kita. ASI merupakan makanan alamiah yang baik, praktis, ekonomis, steril, mudah dicerna. Memiliki komposisi, zat gizi yang ideal sesuai dengan kebutuhan dan kemampuan pencernaan bayi.
Siapa anak ASI tunjuk tangan