Â
Dunia ini penuh dengan kisah dan tindak kepahlawanan. Timeline twitter saya hari Kamis, (29/8/2019) ramai dengan aksi retweet kedatangan Greta Thunberg, di  Kota New York. Penasaran, saya googling siapa dan apa yang dilakukannya. Rupanya, dia adalah remaja putri berusia 16 tahun, pelajar dan kini dikenal sebagai aktivis remaja yang berjuang menghentikan pemanasan global dan Perubahan Iklim.
Dua Minggu lalu, tepatnya tanggal 14 Agustus 2019, Greta Thunberg memulai pelayaran melintasi Samudera Atlantik dalam balap kapal layar untuk melanjutkan kampanyenya yang bertujuan mengirim pesan lebih kuat mengenai perubahan iklim. Thunberg pada Rabu (28/8) tiba di Kota New York disambut yel-yel dan sorak sorai setelah perjalanan Trans Atlantik dengan menggunakan perahu layar untuk menghadiri konferensi pemanasan global yang diselenggarakan PBB pada bulan September 2019 mendatang.
Saat konferensi pers sesampainya di New York, Gretta mendesak orang-orang untuk bersama-sama mengatasi krisis iklim.Â
"Kita perlu berjuang bersama dan melakukan aksi sebab kalau tidak akan menjadi sangat terlambat."
Merespon sambutan dari kerumunan orang yang menyambutnya di New York, Rabu (28/8/2019), Greta mengatakan:"Jangan menunggu terlalu lama. Mari kita melakukaknnya saat ini."
Dia menambahkan:" Memalukan sebetulnya seorang remaja putri menyeberangi Samudra Atlantik untuk berjuang melawan krisis iklim dan ekologis, krisis global dan kemanusiaan terbesar yang kita hadapi."
Gerakan Climate Strike
Perhatian dan keprihatinannya yang besar terhadap perubahan iklim mendorongnya membentuk sebuah gerakan Climate Strike (Pemogokkan Iklim). Pada Agustus 2018, dia memulai pemogokkan sekolah pertama untuk iklim di luar gedung Parlemen Swedia. Sejak itu, gerakan bolos sekolahnya, The Fridays for Future, atau Jumat untuk Masa Depan, telah berkembang pesat. Thunberg mendokumentasikan pemogokan di halaman Twitter-nya,
Prakarsa Thunberg ini memberi inspirasi kepada pelajar-pelajar lainnya di berbagai negara. Selama berbulan-bulan, siswa sekolah di berbagai negara telah memprotes kebijakan iklim pemerintah masing-masing. Di Australia, Belgia, Perancis, Jerman, Inggris, dan lainnya, mereka menghadiri rapat umum mingguan menghimbau para politisi yang, menurut pendapat siswa, tidak banyak bertindak untuk mengatasi perubahan iklim.
Jumlah peserta gerakan terus meningkat. Setiap minggu, puluhan ribu remaja dan anak muda bolos sekolah, sebagian besar pada hari Jumat yang dijuluki "Jumat demi Masa Depan."