Mohon tunggu...
Elang Maulana
Elang Maulana Mohon Tunggu... Petani - Petani
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Hanya manusia biasa yang mencoba untuk bermanfaat, bagi diri dan orang lain..

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

PKS Tak Lagi Sendiri, Wajah Demokrasi Cerah?

24 Oktober 2019   11:40 Diperbarui: 24 Oktober 2019   12:08 1086
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

PASCA Pelantikan Kabinet Indonesia Maju (KIM), Rabu (23/10/2019), peta kekuatan koalisi oposisi dan koalisi partai pendukung pemerintah mulai tampak jelas.

Partai pendukung pemerintah tidak banyak perubahan, kecuali ditambah dengan partai Gerindra yang sebelumnya merupakan rival utama. Sedangkan, Partai Keadilan Sejahtera (PKS) yang digadang-gadang bakal sendirian di luar ring pemerintahan, tidak terjadi. Pasalnya, Partai Amanat Nasional (PAN) dan Partai Demokrat juga memantapkan diri untuk menjadi partai oposisi.

Sikap Partai Demokrat dan PAN sedikit terlambat. Lantaran, kedua partai ini sebelumnya masih mengintip peluang untuk bergabung dengan koalisi pemerintahan. Dengan harapan bisa menempatkan kadernya sebagai salah seorang menteri di Kabinet Indonesia Maju.

Rupanya harapan PAN dan Demokrat urung terwujud. Tak ada seorangpun kader dari kedua partai ini yang ditarik Presiden Jokowi untuk membantunya dalam pemerintahan.

Ada beberapa kemungkinan yang menyebabkan kader PAN dan Demokrat tidak "dipercaya" Presiden Jokowi untuk membantu dalam Pemerintahannya.

PERTAMA : Koalisi pemerintah terlalu gemuk

Sebelum masuknya Gerindra, Presiden sudah cukup direpotkan dengan bagi-bagi kue kekuasaan. Hal ini disebabkan gemuknya partai pendukung. Sementara di sisi lain, Jokowi sudah berjanji, bahwa jatah kursi menteri dari parpol hanya sekitar 45%. Ini artinya, mantan Gubernur DKI Jakarta ini ingin pembantunya kebanyakan dari kalangan profesional.
Dengan jatah minoritas ini, berat bagi Jokowi untuk memberikan jatah menterinya terhadap partai yang ujug-ujug masuk ke ring pemerintah. Apalagi, Gerindra akhirnya memutuskan bergabung. Sudah pasti, hal ini akan mengurangi jatah menteri parpol pendukung.

Di sisi lain, parpol pendukung pun enggan jatahnya dikurangi. Bahkan, sempat tersiar kabar, Nasdem akan berbalik arah menjadi oposisi. Hal ini diyakini karena soal jatah menteri. Jika ini terjadi, tentunya akan menjadi preseden buruk bagi parpol koalisi pemerintah. Karena Nasdem adalah partai yang sudah begitu kuat mendukung Jokowi sejak awal. Dengan alasan itu, akhirnya Jokowi tidak bisa memberikan jatah menterinya kepada PAN dan Demokrat.

KEDUA : Tidak ada restu Megawati.

Harapan partai Demokrat bisa menempatkan kader terbaiknya, Agus Harimukti Yudhoyono (AHY) menjadi bagian dari KIM akhirnya urung terwujud. Padahal, pimpinan Komando satuan tugas bersama (Kogasma) ini telah digadang-gadang akan direkrut Jokowi sebagai menteri yang mewakili kaum milenial. Bahkan, jatah Menteri Pemuda dan Olahraga (Menpora) telah begitu melekat padanya.

Boleh jadi, Jokowi sangat menginginkan AHY. Namun, perseteruan panjang antara Megawati dengan SBY menjadi penghalang. Sangat dimungkinkan, gagalnya AHY bergabung dengan KIM, karena tidak ada restu dari Megawati yang bisa disebut leader dari partai koalisi pemerintah.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun