PRESTASI timnas sepakbola senior dalam ajang kualifikasi piala dunia 2022 grup G, benar-benar berada di titik nadir. Titik paling memperihatinkan sekaligus mengecewakan selama keikutsertaan Timnas senior dalam ajang sepak bola akbar empat tahunan tersebut. Betapa tidak, dalam empat kali pertandingan yang sudah dilaksanakan, selalu menelan kekalahan.
Parahnya, dari empat kekalahan tersebut, tiga diantaranya terjadi di hadapan pendukung timnas sendiri. Itupun oleh tim-tim yang sebenarnya masih mampu kita kalahkan.Â
Pertama kalah tim Harimau Malaya Malayasia 2-3, kedua kalah sama timnas The War Elephant Thailand 0-3 dan terakhir harus mengakui keunggulan The Golden Stars Vietnam 1-3.Â
Sedangkan satu kekalahan lagi terjadi di kandang lawan, ketika melawat ke kandang Uni Emirat Arab. Â Melawan tim zajirah Arab ini, Timnas dicukur dengan skor telak 5-0.Â
Dengan rentetan kekalahan tersebut, menempatkan timnas di dasar klasemen alias juru kunci. Dengan kata lain, alih-alih mampu tampil di Piala Dunia, bahkan untuk kembali tampil di Piala Asia 2023 di Tiongkok mendatang saja kian sulit.
Apa yang menyebabkan penampilan jeblok timnas ini sebenarnya?Â
Menurut hasil pengamatan penulis yang kebetulan mengikuti semua pertandingan timnas dari layar kaca, setidaknya ada tiga faktor yang bisa dijadikan kesimpulan.
Pertama, miskinnya taktik dari pelatih Simon Mcmenemy. Pelatih asal Skotlandia ini seolah tidak mempunyai plan B, ketika timnas dalam keadaan tertekan oleh tim lawan. Hal ini mengakibatkan tim lawan semakin mampu mengembangkan permainan hingga akhirnya berujung kemenangan.
Kedua, lemahnya jiwa kepemimpinan Simon Mcmenemy dalam mengangkat mental pemain. Sejak kekalahan perdana dari timnas Malaysia, terlihat jelas progres permainan timnas kian tak berpola dan terkesan pemain amatiran.Â
Padahal, skuad yang dipanggil Simon merupakan pemain-pemain nomor satu di tanah air. Tapi, karena Simon tak mampu mengangkat moril pemain, hasilnya adalah kekalahan dan kekalahan.
Ketiga, faktor kelelahan. Ini akibat sistim kompetisi lokal yang padat. Akibatnya, pemain timnas tidak bisa lagi optimal dalam mengembangkan permainannya.