Mohon tunggu...
edy mulyadi
edy mulyadi Mohon Tunggu... Jurnalis - Jurnalis, Media Trainer,Konsultan/Praktisi PR

masih jadi jurnalis

Selanjutnya

Tutup

Money

Pajak dan Utang yang Memiskinkan!

26 Juli 2017   14:58 Diperbarui: 26 Juli 2017   15:11 333
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ekonomi. Sumber ilustrasi: PEXELS/Caruizp

Oleh Edy Mulyadi*

"Sri Mulyani tak Bisa Jawab ke Mana Pengalokasian Utang."  Begitu antara lain judul berita sejumlah media online, kemarin.

Berita bersumber dari pertanyaan anggota Komisi XI Haerul Saleh agar Pemerintah  menjelaskan alokasi utang yang kian besar dan meresahkan masyarakat. Dia mengajukannya saat rapat kerja terkait penyampaian pendapat akhir mini fraksi dan mengambil keputusan terhadap Rancangan Undang-Undang (RUU) Peraturan Pemerintah  Pengganti Undang-Undang (Perppu) Nomor 1 Tahun 2017 tentang Akses Informasi Keuangan untuk Kepentingan Perpajakan di DPR, Senayan, Jakarta, Senin (24/7) malam.

Sejatinya, permintaan Haerul adalah juga kekhawatiran sekaligus keresahan rakyat Indonesia. Adalah fakta, bahwa utang yang per 30 Juni sebesar Rp3.707 trilun ternyata tidak efektif dan tidak memberi dampak positif pada ekonomi, khusunya penciptaan lapangan kerja. Publik berhak tahu, ke mana atau kepada siapa utang itu dialokasikan.

Sayangnya, jawaban transparan dan jujur dari Pemerintah  inilah yang mahal. Bayangkan, di sebuah acara formal dan terhormat seperti Raker antara DPR dan Pemerintah  saja Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati tidak bisa (tidak mau?) menjelaskan. Apatah pula cuma rakyat biasa yang mengajukan pertanyaan serupa. "Siape elo?" kata anak gaul sekarang.

Tidak jujur dan tidak konsisten

Kejadian di Raker Pemerintah -DPR itu sekali lagi menunjukkan tidak konsistennya Menkeu. Di forum itu Ani, begitu dia biasa disapa, tidak memberi jawaban. Padahal, saat melantik 226 pejabat eselon III di Kemenkeu 19 Juli 2017 silam, dia memerintahkan seluruh pegawai Kemenkeu harus bisa menjelaskan permasalahan keuangan yang ada. Alasannya, masyarakat sudah kritis terkait pengelolaan penerimaan dan belanja negara, khususnya tentang utang negara yang dianggap sudah berbahaya.

Apa boleh buat, sejauh ini Pemerintah  memang nyaris tidak menjelaskan untuk apa sebenarnya duit hasil utang itu dialokasikan. Boleh saja Menkeu sesumbar, bahwa dia tahu persis berapa jumlah surat berharga negara yang diterbitkan, tanggal berapa diterbitkan, suku bunganya berapa, dan kapan jatuh temponya. Tapi, semua klaim itu sama sekali tidak cukup.

Selama ini Pemerintah  selalu menebar 'dogma' bahwa utang mutlak diperlukan untuk pembangunan. Dalam kalimat lain, Pemerintah  menyatakan utang harus dilakukan karena APBN selalu defisit. Terakhir, angka defisitnya membengkak menjadi 2,92%, hanya sedikit di bawah batas yang diizinkan UU yaitu 3%. Pengeluaran lebih besar daripada penerimaan. Besar pasak daripada tiang alias tekor!

Kalau pun benar utang untuk membangun, rakyat berhak tahu seperti apakah wujud pembangunan yang dimaksudkan? Infrastruktur? Proyek apa saja, di mana lokasinya, berapa nilainya masing-masing, siapa kontraktor yang mengerjakan; lokal, asing atau aseng, berapa banyak tenaga kerja yang terserap, siapa saja atau dari mana asal tenaga kerja yang dimaksud itu, dan seabrek pertanyaan lainnya yang menuntut jawaban jujur.

Bahwa Indonesia membutuhkan infrastruktur untuk mengakselerasi pertumbuhan, yes. Tapi tolong jawab rentetan pertanyaan tadi. Rakyat berhak tahu. Karena terkait utang-utang tadi, pada akhirnya rakyat pula yang harus membayar. Di sisi lain, rakyat butuh pekerjaan agar punya penghasilan dan memiliki daya beli. Daya beli atau konsumsi inilah yang sudah lama menjadi pemacu utama pertumbuhan ekonomi kita, tatkala investasi dan ekspor terkulai.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun