‘Tukang’ merupakan kata bahasa Indonesia yang unik. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), ‘tukang’ setidaknya diartikan sebagai ‘orang yang mempunyai kepandaian dalam suatu pekerjaan tangan tertentu dengan alat tertentu, misalnya tukang kayu, tukang sepeda, tukang arloji, tukang potret keliling, tukang tagih, tukang cukur, tukang tulis.
Dalam perkembangan pengunaannya sehari-hari, ternyata kata ‘tukang’ mampu menjelajah ke berbagai ranah kepelakuan bidang pekerjaan. Bila kita amati fungsi kata ‘tukang’, maka kita akan mendapatkan gambaran variasi fungsi kata tersebut sebagai berikut :
#1Pelaku Pekerjaan
Ini bisa kita simak dari frasa : tukang sapu, tukang sunat, tukang gigi, tukang semir, tukang parkir, tukang sayur, tukang becak, tukang kayu, tukang batu, tukang besi, dan semacamnya. Dalam perkembangan bahasa Indonesia, kata ‘tukang’ telah berfungsi sebagai panhandler (kata yang mewakilli) untuk pelaku-pelaku yang belum memiliki kata baku. Kata-kata baku seperti ‘sopir’, ‘guru’, ‘nelayan’, ‘pramugari’, ‘pengacara’, ‘penyiar’, tidak perlu didahului oleh kata ‘tukang’ karena sudah merujuk pada makna pelaku pekerjaan. Dalam masyarakat bahasa Indonesia dialek Betawi, kata ‘tukang’ sangat intensif digunakan : tukang rokok, tukang bubur (ada sinetron RCTI berjudul TUKANG BUBUR NAIK HAJI), tukang gorengan, tukang WC. Tokoh babe yang diperankan Benyamin Sueb dalam sinetron SI DOEL ANAK SEKOLAHAN malah menyebut si Doel (diperankan Rano Karno) sebagai ‘tukang insinyur.
Beberapa hari lalu, saya sempat mendengar istilah ‘tukang HP, ‘tukang pulsa’, untuk menerangkan pelaku pekerjaan memperbaiki/menjual HP dan menjual pulsa.
Kata ‘tukang’, dalam hal ini. tampaknya juga telah menggantikan atau lebih populer daripada kata ‘juru’ atau ‘pandai’. Buktinya, saat ini jarang kita mendengar atau menggunakan kata ‘juru mudi’, ‘juru rawat’, ‘juru parkir’, ‘juru tulis’, ‘pandai gigi’, ‘pandai besi’.
#2 Pelaku Abu-abu
Kata ‘tukang’ juga digunakan untuk menyebut pelaku yang menjalankan pekerjaan yang bukan benar-benar pekerjaan, misalnya :tukang jambret,tukang copet,tukang peras, tukang palak, tukang catut, Percayalah pada saya, kata ‘tukang’ dalam hal ini lebih enak digunakan daripada ‘penjambret’, pencopet’, ‘pemeras’, atau ‘pemalak’.
#3 Sebutan Olok-olok Untuk Kebiasaan Buruk
Bagaimana kita menyebut orang yang biasa atau punya kebiasaan melakukan tindakan-tindakan yang secara sosial tidak menyenangkan? Mari kita buat daftarnya : tukang gosip, tukang adu-domba, tukang bikin onar, tukang kawin, tukang resek, tukang intip, tukang tipu, tukang selingkuh, tukang nangis, tukang ngebut, tukang minum, dan ‘tukang-tukang’ berlabel buruk lainnya.
Menarik dikemukakan adalah fakta bahwa‘tukang’ merupakan kata bahasa Indonesia yang lentur, kaya makna sekaligus konsisten sebagai kata yang digunakan untuk memberi label pelaku dengan pekerjaan atau pelaku dengan kebiasaannya, tanpa mengubah kosa kata di belakangnya. Cobalah bandingkan dengan bahasa Inggris yang perlu banyak jenis akhirani kata untuk menerangkan pelaku (akhiran -er/or seperti pada kata teacher, instructor; akhiran –ist seperti pada kata journalist, artist; akhiran –ant seperti pada kata assistant, consultant), akhiran –ian seperti pada kata historian, librarian, technician.
Sayangnya, dari sudut padang status kehormatan kosa-kata, ternyata kata ‘tukang’ memiliki derajad kurang tinggi dibandingkan dengan ‘juru’ atau ‘pandai’ atau ‘ahli’ dalam hal mana ‘tukang’ hanya digunakan untuk pekerjaan-pekerjaan yang kurang bergengsi, meskipun sebenarnya mereka yang menyandang gelar ‘tukang’ dalam artian pelaku pekerjaan, sebenarnya adalah para ahli di bidangnya.
Mungkin karena itulah, profesi-profesi tertentu enggan, menolak atau tak nyaman disebut tukang. 'Reporter' tidak pernah tergantikan oleh ‘tukang lapor’ , dan syukurlah, ‘guru bahasa Indonesia’ juga belum digagas untuk digeser oleh ‘tukang mengajar bahasa Indonesia’
Salamdari salah seorang tukang artikel Kompasiana!