Mohon tunggu...
Dayan Hakim
Dayan Hakim Mohon Tunggu... Dosen - persistance endurance perseverance

do the best GOD do the rest

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Arti Sebuah Nama

26 Juli 2017   12:07 Diperbarui: 26 Juli 2017   12:28 568
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

"What's in a name? That which we call a rose. By any other name would smell as sweet." Kata Juliet dalam roman Romeo dan Juliet karya W. Shakespeare. Akibatnya banyak orang yang tidak peduli soal nama. Semua kucing dipanggil Kitty, semua anjing dipanggil Broni. Di Jawa Barat, semua anak kecil laki-laki dipanggil Ujang sementara di Sumatera Utara dipanggil Ucok dan di Jawa Tengah dipanggil Tole. Seolah-olah quote dari Shakespeare itu adalah hakiki.

Namun ternyata hal tersebut tidak berlaku dalam dunia perdagangan. Merk mempunyai peran penting terhadap penjualan. Bahkan ada undang-undang merk dan paten yang mengatur mengenai pemakaian nama dalam merk dagang. Masing-masing berusaha mempertahankan merk dagangnya sendiri. Sebut saja Aqua yang berusaha mati-matian untuk mempertahankan merk dagangnya. Beberapa perusahaan yang mencoba mengeluarkan merk "Akua" ataupun "Aquaria" dilibas habis-habisan dengan alasan dapat menyesatkan konsumen. Disisi lain, Aqua juga mengeluarkan Aqua Prima yang harganya sedikit lebih mahal untuk segmen pasar yang berbeda. Hal ini mirip dengan Sosro yang mengeluarkan merk Tehbotol untuk pasar teh dalam kemasan botol dan TehKotak untuk pasar teh dalam kemasan kotak.

Perihal nama bisa memiliki banyak cerita. Sebut saja kisah Toyota Passo Sette (Bon Luminaz). Masuk ke Indonesia dengan nama Toyota Avanza untuk tahun 2011 mencetak penjualan sebanyak 162.367 unit. Saudara kembarnya yang masuk dengan nama Daihatsu Xenia hanya mencetak penjualan sebanyak 66.835 unit, hanya 41,16% dibandingkan Toyota Avanza. Padahal kedua jenis mobil ini sama dalam banyak hal. Kedua merk tersebut juga bersaing di pasar yang sama sehingga bersama-sama menguasai 35% pasar mobil penumpang.

Kisah yang berbeda adalah Mitsubishi Pajero. Tahun 2011, Mitsubishi Pajero Sporty yang dibanderol dengan harga Rp.364 juta itu berhasil mencetak penjualan sebanyak 13.219 unit. Bandingkan dengan Mitsubishi Pajero Super Exceed yang dibanderol dengan harga Rp.1,2 milyar hanya terjual 8 unit untuk tahun 2011. Ini merupakan strategi Mitsubishi untuk mendongkrak penjualan. Mitsubishi Pajero Super Exceed pada awalnya berada di segmen mobil hi-end untuk bersaing dengan Toyota Land Cruiser Prado dan Landrover Defender. Iri melihat Toyota Fortuner melenggang di segmen mobil menengah, Mitsubishi langsung menurunkan kelasnya untuk bersaing dengan Toyota Fortuner. Berperang di dua medan pertempuran sekaligus memiliki risiko yang tinggi. Mati satu mati semua.

Konsumen sekarang juga sudah makin pintar. Konsumen sudah memiliki informasi yang cukup mengenai keunggulan masing-masing produk. Misalnya Sony yang terkenal dengan ketajaman gambar TV-nya. Sony mencoba masuk ke pasar ponsel dengan merk Sony-Ericsson ternyata gagal total. Hal ini disebabkan konsumen tidak membutuhkan ponsel dengan gambar yang tajam. Namun Sony sukses di pasar laptop dengan merk Sony Viao karena posisi pasarnya. Yang menyebalkan adalah Sanyo. Kebetulan TV di rumah penulis ber-merk Sanyo. Setiap arisan keluarga atau arisan RT di rumah pasti ada yang menyela, "Wah TV-mu Sanyo ya? Pasti semprotan-nya kenceng nih....." Padahal saat ini Sanyo sudah dijegal jatuh oleh Shimizu di pasar pompa air.

Yang paling asyik melihat nama tokoh negarawan kita. Sukarno Hatta yang dijuluki Dwi Tunggal sampai akhir hayatnya mereka berdua tidak terpisahkan. Sehari setelah Bung Hatta mengunjungi Bung Karno yang berada dalam tahanan rumah maka Bung Karno wafat. Seolah minta ijin kepada belahan jiwanya. Pak Harto yang dijuluki The Smiling General tetap tersenyum saat melangkah keluar meninggalkan Istana Negara. Oleh karena itu, jangan sembarangan memilih nama julukan. Bandingkan dengan Bapak Susilo Bambang Yudoyono yang dipanggil dengan SBY. Masyarakat sering memplesetkannya menjadi Suka Bohong Ya atau Sering Bimbang Ya. Belakangan ini muncul lagi istilah ARB alias Abu Rizal Bakrie. Padahal masyarakat selama ini mengenal Bakrie identik dengan Aburizal Bakrie, mereka gak mau tahu keberadaan Nirwan Bakrie ataupun Nindita Bakrie. Kuping ini rasanya aneh mendengar nama ARB yang muncul tanpa Konvensi ini.

Hal ini berlaku juga di rumah kita sendiri. Anak diberi nama sesuai doa dari orang tuanya. Misalnya Aurora Calista yang artinya "Pembawa Firman Allah yang Cantik" atau Putri Sion Haholongan yang artinya "The Lovely Princess of Jerusalem". Tapi jangan coba-coba memanggil anak kita sendiri dengan julukan yang aneh-aneh. Misalnya si Tomboy atau si Comel. Percayalah, julukan itu akan meng-internalised ke dalam diri anak kita dan amat sulit memperbaikinya. Jangankan anak, binatang peliharaan juga akan menunjukkan karakternya sesuai namanya. Coba saja kasih nama anjing kita dengan nama si Berandal atau kucing kita dengan nama si Begundal. Kita bisa lihat nanti sifat binatang peliharaan kita. Aku jadi teringat nama teman ku yang singkat, PONO. Singkat, jelas, padat. Eits ada satu lagi, ATAM... tok.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun